"Makan siang kemarin kocak sekali, aku sampai sekarang tak henti tertawa mengingat saat daging yang kupotong meloncat ke wajah pak Sammy. Masih kubayangkan mata melotot nya pak Sammy ke arahku, hahaha"
Govan hanya nyengir seadanya, memandang lekat ke wajah Lova. Tidak memperdulikan gelak tawa Lova yang palsu. Lova tentu saja jadi kikuk karena dipandangi Govan seperti itu.
"Akui saja!" kata Govan
"Apa?"
"jangan kau simpan sendiri, mulutmu tertawa, tapi hatimu tidak" imbuh Govan
Lova menunduk pura-pura kembali serius dengan keyboard laptopnya. Mencoba tersenyum, menyembunyikan kegugupannya.
"apa yang harus kuakui, aku bahagia sekarang" tepis Lova sambil pura-pura sibuk dengan laptopnya.
"kau bisa menyembunyikannya pada semua orang, tapi tidak padaku. Aku tahu ada satu ruang di hatimu yang kosong" kata Govan, berjeda...
"hampa" sambung Govan lagi.
Mata Lova berkaca-kaca ia tetap menunduk tanpa sedikitpun berani memandang Govan, laki-laki yang saat ini duduk di sampingnya. Ia wanita dengan gengsi yang tinggi, tidak akan pernah mau menunjukkan kelemahannya pada orang lain.
"aahhh, aku lapar. Sepertinya aku punya makanan ringan di kulkas" kata Lova sambil bergegas akan beranjak dari tempatnya duduk.
Govan menarik lengan Lova, memerintahnya untuk duduk.
"Mau menghindar?'' kata Govan. Lova terus menepis cengkraman tangan Govan.
"Lihat aku Lov!!"
"iya, aku lihat sekarang!! Sekarang aku melihatmu, lalu kau mau apa??" Lova melihat dengan bengis, mengesampingkan perasaan betapa sebenarnya Lova peka dengan tatapan mata Govan yang penuh kasih.
"Iklaskan lah Lov, kau tidak boleh egois. Kau bertingkah seolah-olah hanya kau yang paling sedih, seolah-olah kau saja yang kehilangan. Itu egois namanya. Aku tahu kau begitu menyayangi ayahmu. Tapi ibumu juga, ibumu jauh menyayangi ayahmu, lebih dari apapun." Kata Govan sambil melepaskan cengkeramannya dari lengan Lova.
"Kau tidak sadar bahwa kau sendirian Lov. Orang-orang satu per satu meninggalkanmu, semua menghindari mu. Kau jadi sensitif, kau mudah tersinggung, kau sering tiba-tiba diam. Orang-orang mulai tidak memahami sikapmu". Tambah Govan lagi
Gengsi Lova mulai runtuh...
"Aku su...dah men..coba" jawab Lova lirih, terbata-bata karena isakan tangis tak dapat dibendung nya. Lova tertunduk sambil terus menangis. Ada luka yang menyayat hatinya, yang selama ini memang dia sembunyikan dari siapapun. Luka yang tak tahu apa obatnya.
"kau punya Tuhan, jadi jangan merasa sok hebat, mengandalkan egomu sendiri."
"kau tidak mengerti Van"
"kalau begitu buat aku mengerti Lov"
"Apapun yang kuraih saat ini, yang kupunya sekarang, sesukses apapun aku, aku tetap merasa ada yang kosong dalam hatiku. Aku rindu ayahku. Dia tidak sempat melihatku seperti sekarang. Apalah gunanya uang yang kupunya saat ini, tapi tidak bisa mengembalikan ayahku dalam hidupku, dalam hidup kami."
"sudah 4 tahun Lov, sudah saatnya..."
"emang kenapa kalau sudah 4 tahun? luka ini bukan luka yang otomatis bisa sembuh karena waktu, Van"
"lihat aku Lov" kata Govan sambil meraih dagu Lova lembut.
"diri kita ini bukan kita yang punya. Ada pribadi yang agung yang memiliki kita, yang mengatur skenario hidup kita. Aku, kamu, ibumu, kakakmu, temanmu, termasuk ayahmu, semua nya kita hanya titipan. Kapan saja yang empunya ingin mengambilnya, kita nggak punya kuasa apa pun untuk menolak ataupun menghalang-halanginya, bahkan ketika kau sangat menyayanginya sekalipun. Hatimu kosong, karena kau selalu menutupnya, sehingga ibumu, kakakmu, temanmu, tidak dapat mengisinya. Mereka sangat menyayangi dan mengasihimu, tapi kasih sayang mereka tidak dapat masuk mengisi hatimu, karena kau tutup hatimu, kau gembok, kau buang kuncinya.
"sudah lama aku membuang kuncinya, aku tidak tahu bagaimana membukanya" jawab Lova ketus. Air matanya tak berhenti mengalir sejak tadi.
"kuncinya tidak kau buang jauh.... Kuncinya gak ke mana-mana. Kunci nya ada di sini" Govan meraih kedua tangan Lova, merekatkannya.
"Berdoa... itu kuncinya...lakukan itu berkali-kali, terus-menerus... pintu itu akan berangsur-angsur kembali terbuka"
Lova menatap Govan, melihat matanya yang begitu tulus. Isakan tangis nya mulai mereda. Ada ego yang pecah, ego yang layaknya batu yang telah lama mengeras dan pecah karena energi dari Govan yang tulus.
"Kau wanita yang istimewa dan luar biasa ketika kau mau berbesar hati melepaskan apa yang bukan lagi milikmu, lalu menyayangi apa yang masih kau miliki saat ini; Ibumu, kakakmu dan... aku." Kata Govan.
"kau begitu baik Govan, semua orang menjauhiku, tapi kau tidak"
Govan menatap mata Lova lekat "karena aku mencintaimu"
23052019 Kamis.
Tamat.
KAMU SEDANG MEMBACA
TULUS
Short StoryLova membiarkan hatinya terluka atas kehilangan ayahnya, seolah-olah hanya dia yang merasa kehilangan. seluruh anggota keluarganya pun ikut merasa kehilangan. Lova egois. Govan, laki-laki yang sudah lama menyukai Lova, berhasil menyembuhkannya.