“Renjun-ah, saranghae~”
“Renjun-ah, wo ai ni~”
“Renjun-ah, I love you~”
Menyerah pada emosinya, renjun menggebrak meja didepannya, meski begitu, sayangnya itu tidak dapat melunturkan senyuman lebar khas jeno dari wajahnya
“jung jeno, berhenti mengangguku!”
“Hehe, aku mencintaimu”
Pusing, kepala renjun seakan bisa meledak kapanpun, sebentar lagi dosen filsafat bisnis yang cerewet akan mulai mengajar, tapi belum sampai ia memikirkan masalah itu, muncul masalah sesungguhnya yang telah menganggunya sejak pagi
Bahu sempitnya jatuh seirama dengan hembusan nafas yang keluar dari mulutnya
“sebentar lagi dosennya akan datang, jung… kembalilah ke mejamu”
“katakan kau mencintaiku juga, baru aku akan duduk”
“gila!”
“iya, aku gila karenamu”
Mulut renjun terbuka, seakan kehilangan kata katanya, ia menoleh kesamping, tepat dimana sahabatnya duduk manis, tampak tidak terganggu dengan pembicaraan mereka
“Helo? Jung jaemin, tolong kendalikan saudaramu ini”
Yang dipanggil jaemin menoleh, wajah yang ditumpu oleh tangannya terlihat tersenyum, membuat pipinya semakin terlihat menggemaskan
“maaf kakak ipar, aku menyerah jika berurusan dengan alpha liar ini”
“kakak i—YAH! KALIAN MEMANG DUA SAUDARA YANG MENYEBALKAN!”
“Nanti pulang denganku ya?” Ucap jeno, kepalanya masih betah menempel pada meja renjun, berlutut demi melihat wajah menggemaskan pujaannya
“tidak”
“aku belikan apapun yang kau mau”
“aku tidak materialistis, aku juga punya uang”
“Hmm? Kalau kuberi ciuman bagaimana?”
Ingin sekali renjun meninju mulut tidak sopan itu, beruntungnya seseorang telah mengabulkan doa renjun dengan memukul keras kepala belakang jeno
“kalau kuberi hukuman bagaimana?”
—itu dosen do kyungsoo, wajah datarnya tidak membuat jeno takut, alpha muda itu justru menunjukkan jejeran giginya sambil menunduk seolah minta maaf
“Hehe, pak kyungsoo, selamat pagi pak”
“Duduk di tempatmu! Jung jeno!”
.
.
.“Biar kutebak, kau dimarahi pak kyungsoo lagi?”
Yang lebih muda tidak menjawab, namun senyumannya yang melebar membuat mark bisa mengetahui jawabannya
“Tidak bosan?”
“bosan dimarahi pak kyungsoo? Iya, tapi aku tidak pernah bosan mencintai renjun-ku”
Sejujurnya mark agak jijik dengan apa yang pemuda disebelahnya ini ucapkan, terlalu cringe dan menjurus ke menyebalkan
Tanpa sadar mereka telah sampai di ruang klub basket, hari ini mereka mendapat bagian membersihkan ruangan yang biasa dijadikan rapat saat akan diadakan pertandingan
Mark lee adalah ketua badan eksekutif mahasiswa sekaligus anggota klub basket, awalnya ia ditunjuk juga menjadi ketua basket, namun dengan dalih bahwa dia telah menjadi ketua bem, akhirnya jabatan itu jatuh pada pemuda disebelahnya ini, meski jung jeno masih menjadi mahasiswa satu tingkat dibawah mark dan lucas, tapi berkat kemampuannya, tidak ada yang keberatan akan hal itu
Mereka mulai menyibukkan diri masing masing, mark sibuk menata beberapa lembar kertas diatas meja yang sebelumnya digunakan untuk membahas strategi
Sementara jeno sibuk membersihkan debu di lantai dengan sapu yang telah tersedia di ruangan itu
Beberapa saat tidak ada yang memulai pembicaraan, namun sesuatu yang mengganjal di hati mark membuatnya mulai membuka suaranya
“terkadang aku iri dengan sifatmu yang bar bar”
Jeno yang sebelumnya menggerutu karena tengah membersihkan puntung rokok yang ia temukan diujung ruangan menoleh, mengerutkan dahinya
“aku… bar bar?”
Yang lebih tua terlihat bimbang, menimbang nimbang lagi atas apa yang harus ia katakan selanjutnya
“lupakan, maksudku—emm… berani?”
“Tentang apa?”
“Renjun”
Barulah jeno benar benar mengalihkan atensinya sepenuhnya pada pria yang sudah ia anggap sebagai kakak
“kenapa tidak?, renjun juga menyukaiku, jadi aku tidak melakukan kesalahan apapun”
Lagi lagi mark terdiam, bingung harus mengatakan apa, sejujurnya banyak yang ingin ia katakan, tapi semuanya tersendat dalam tenggorokannya
Apa pemuda ini telah lupa? Tentang sistem mate yang telah menjadi bagian dari kehidupan mereka dan nenek moyang mereka
Tentang tanda dileher mereka, tentang omega yang nantinya akan menjadi mate mereka
Hidup bagai diatur oleh sang penguasa, tidak berhak memilih, ataupun dipilih
Seorang omega akan memperoleh tandanya saat mereka telah beranjak dewasa, tanda itu akan muncul dibarengi oleh heat mereka yang pertama, setelahnya, mereka akan mengetahui siapa mate mereka dari tanda yang keluar secara alami di leher mereka
Hal inilah yang membuat beberapa alpha maupun omega menghindari perasaan jatuh cinta sebelum mereka menemukan matenya, takut… takut akan hancur dan patah hati menjadi alasan utamanya, yang sialnya tengah dilanda oleh salah satu alpha diruangan itu
Tanda naga bermahkota dilehernya bahkan terasa gatal hanya karena memikirkannya, mark merutuk, mengapa ia memulai pembicaraan seperti ini
Namun jeno tidak sebodoh itu untuk tidak menyadari situasi, ia tau apa yang mark pikirkan, dan sayangnya, presepsi mark tentang ia tidak takut salah besar, tentu jeno takut, terlalu takut bahkan untuk menutup matanya setiap malam
Ia terlalu mencintai renjun, dan yang paling membuatnya merasa bersalah, ia juga menyadari bahwa sikapnya pada pemuda berdarah china itu membuat omega itu juga menaruh rasa padanya meski tidak pernah secara gamblang mengungkapkan semuanya
“Berani bukan berarti tidak memiliki rasa takut, hyung”
Kepala yang sebelumnya menunduk mulai mendongak, matanya menatap alpha keturunan keluarga jung itu yang entah sejak kapan telah duduk di atas nakas berbahan kayu tebal
“I’m scared, sangat takut… karena aku begitu mencintainya, aku ingin menjaganya, menjadi alphanya”
“—aku takut karena aku merasa begitu serakah tentang kebahagianku nantinya”
Mark menatap ada cahaya yang meredup dari pandangan pemuda jung itu
“kau tau bahwa renjun juga mulai menyukaimu kan?”
“Tentu aku tau, bagaimana mungkin aku tidak bisa melihatnya dari mata indahnya”
“tapi… dibanding merasa lega, aku justru semakin terpuruk, semakin menggigil ketakutan setiap malam ketika aku tidak sengaja memikirkannya”
“I’m scared, because—
We’re bound”
“We’ll never be a mate”
KAMU SEDANG MEMBACA
The Mate ●Book1 [Noren]
Fanfiction"We are bound" "We'll never be a mate" Book 1 of 'THE MATE' Cover art by AKIRA KUSAKA