PROLOG

7 0 0
                                    

Setiap manusia pasti memiliki waktu, entah panjang ataupun sebaliknya. Apapun jenisnya, waktu yang dimiliki bersifat sementara. Sebagian manusia memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya, sebagian lagi menyia-nyiakannya dan berpikir masih banyak memiliki kesempatan. Dapat mengulang waktu adalah keinginan terbesar dari beberapa manusia. Kemampuan memutar waktu adalah bakat langka yang diimpi-impikan seseorang, dengan memiliki bakat seperti itu kesempatan dapat dengan mudah berada digenggaman. Tak perlu khawatir dengan keputusan dan kejadian yang tidak diinginkan, dengan bakat langka itu seseorang dapat dengan mudah mengatur kehidupan sesuai dengan yang diinginkannya. Tanpa sadar, kemampuan langka itu dapat membuat seseorang menjadi sombong dan keseimbangan waktu dapat goyah. Menyebabkan keretakan sejarah dan menjadikan masa depan berubah. Terlalu banyak yang dirubah pada masa lalu maka akan semakin banyak terjadi kehancuran di masa depan. Semua kembali pada manusianya, semakin besar kemampuan dan ketamakan dalam diri seseorang maka akan semakin menghancurkan dunia disekitarnya.

Aku duduk disamping jendela menikmati lembutnya angin yang memebelai pipiku. Langit sore yang cerah ini memberikanku kenyamanan untuk berlama-lama merasakannya. Kicauan burung yang bising ini tak mampu menggangguku untuk keluar dari cerita komik yang ku baca. Sebuah kisah yang menggelitik imajinasiku bertema time travel tak pernah bosan kubaca. Berjam-jam aku tenggelam dalam khayalku merasakan setiap jengkal alur cerita ini. Saat aku kembali memasuki dunia khayalku lebih dalam, seseorang menutup mataku. Tangannya yang besar dan hangat membuat aku tersenyum sebal saat aku melihatnya.

"ihh ayah."

"serius sekali kamu." Ia duduk dihadapanku dengan wajah jahilnya. "inikan hari libur, kenapa kamu tidak pergi keluar?"

"aku lebih nyaman dirumah yah."

"apa sih yang kamu baca?" ia mengambil buku dari tanganku dan hanya mengangguk-ngangguk ketika membaca judulnya.

"sebenarnya time travel itu ada tidak si yah?"

"mungkin saja ada."

"benarkah yah?"

"ayah bilangkan mungkin." Aku cemberut ketika ayah bicara dengan wajah meledeknya. "lagi pula zaman itu kan selalu berubah, saat kita bilang tidak mungkin hari ini bisa jadi beberapa tahun kedepan itu sudah ada didepan mata kita."

"betul yah?"

"mungkin."

"ihh ayah." Aku menggelitiki ayah saat wajah meledeknya kembali ia tunjukan.

"hahaha... baiklah karena kamu dirumah, ayah mau kasih tau sesuatu." ia berdiri dengan wajah yang masih tertawa, ia mengambil kardus diatas tempat tidurku yang ku ingat sebelumnya tidak ada disana. "coba kamu pakai ini." Ia menyodorkan sebuah alat VR dan headphone padaku.

"darimana ayah dapatkan ini?"

"itu punya teman ayah." Lalu ia menaruh alat seperti karpet dance dengan warna hitam gelap di lantai. "alatnya belum sempurna sih, tapi bisa dipakai kok."

"itu apa yah?" aku menunjuk karpet dance dengan ketebalan 5cm tersebut.

"ini untuk arena jalan, jadi kamu selama memakai VR itu tidak perlu khawatir akan menabrak atau menyandung sesuatu, karena kamu akan tetap berada di arena ini." Aku mencoba berdiri diatasnya dan pantas saja aku tak akan meninggalkan wilayah ini. Alat ini seperti treadmill, aku seperti berjalan ditempat tetapi alat ini akan bergerak ketika aku berjalan.

"wah, keren banget ayah.." ku gunakan VR tersebut, aku seperti berada dijaman kerajaan, ku lihat semua orang berlalu lalang menggunakan pakaian ala kerajaan. Kedua tanganku yang menggenggam alat pengontrol VR kini telah berubah menjadi busur dan panah. Aku mencoba mengikuti setiap instruksi pada game ini, ku berlari, memanah dan mengikuti alur cerita ini hingga sampai pada level dua. "loh ko berhenti yah?" ku lepaskan dan kulihat ayah berdiri dihadapanku.

"bagaimana?"

"bagus banget yah, keren tapi..." ayah menatapku dengan wajahnya yang penasaran

"tapi kenapa?"

"belum ada level selanjutnya."

"iya, level selanjutnya masih kami kembangkan."

"kami? Ayah dan teman ayah yang buat ini?"

"teman-teman ayah, ayah hanya uji coba." Tatapan mata ayah yang meyakinkan mengiyakan pikiranku dengan apa yang ayah katakannya.

"teman ayah keren ya bisa buat seperti ini."

"teman ayah mah nggak ada apa-apanya, masih tetap kerenan ayah." Ia menaruh jari jemari ke dagunya dengan wajah yang lucu.

"dasar ayah." Aku kembali mengelitikinya membuat ia tertawa geli.

.

.

.

.

.

Terimakasih telah mampir dan membaca. 

ini bukan cerpen seperti kedua kisah selanjutnya dan diusahakan akan update pada hari selasa setiap minggunya.

Penulis sangat membutuhkan kritik dan saran. Minta bantuan untuk meninggalkan komentarnya ya.

Happy Reading  ^^


Ruang WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang