Petikan gitar ditangannya mengalun lembut, semua pengunjung cafe menatapnya kagum, menikmati melodi dan lirik-lirik lagu yg ia nyanyikan. Perempuan itu tersenyum manis dengan mata terpejam. Memori itu melintas seperti film di otaknya. Ternyata ia belum melupakan lelaki itu.
Langit dan laut saling membantu
Mencipta awan hujan pun turun
Ketika dunia saling membantu
Lihat, cinta mana yang tak jadi satu?Kau memang manusia sedikit kata
Bolehkah aku yang berbicara?Kau memang manusia tak kasat rasa
Biar aku yang mengemban cintaMata indahny terbuka chord lagu pertama sudah ia mainkan. Tangan lentiknya menari-nari di senar gitar di pangkuannya. Ia menarik nafasny pelan.
Awan dan alam saling bersentuh
Mencipta hangat, Kau pun tersenyum
Ketika itu kulihat syahdu
Lihat, hati mana yang tak akan jatuhKau memang manusia sedikit kata
Bolehkah aku yang berbicara?
Kau memang manusia tak kasat rasa
Biar aku yang mengemban cinta
Lirik lagu itu sudah melekat di otaknya. Ia memetik gitar untuk mengalunkan melodi terakhir lagu itu. Matanya kembali terpejam. Tak apa. Ia ingin mengingat wajah lelaki itu, ia merindukan senyum manis nya.Kau dan aku saling membantu
Membasuh hati yang pernah pilu
Mungkin akhirnya tak jadi satu
Namun bersorai pernah bertemu
Sorai-nadin amizahSemua pengunjung cafe memberikan tepuk tangan kepada nadi, senyum tipis ia tampilakn di wajahnya yang nampak pucat. Sudah beberapa hari pola makanya benar-benar tidak teratur. Mimpi itu seolah menghantuinya, dan tidak membiarkannya menutup mata untuk meistirahatkan tubuhnya.
"Nadi!, sini" perempuan di sebrangnya melambaikan tangan padannya.
Ia mendekat dan duduk di hadapannya. Perempuan itu bella, teman kelasnya disekolah baru di bandung. Nadi memilih pindah ke bandung berpisah dengan orangtuanya di jogja.
"Nad, lo belum makan kan, muka lo pucet banget. Kenapa sih suka banget nyiksa diri gini" bella menampilkan wajah khwatirnya.
Nadi hanya tersenyum tipis. Ia dan bella memang baru mengenar beberapa bulan, tapi perempuan didepannya ini seperti sudah mengenalny lama. Tak ingin membuat bella khawatir ia terkekeh pelan.
"Lagi gak nafsu, entar aja" ia menyeruput matcha latte yang batu saja diantar pelayan cafe. Sebenarnya ia ingin coffe, tapi perempuan didepannya melarangnya mentah-mentah.
"Ck, kebiasaan deh. Kenapa sih lo akhir-akhir ini?"
Bella kesal denagn nadi, ia sungguh khawatir dengannya. Wajah nadi benar-benar pucat.Nadi merapatkan jaketny mencari kehangatan, bandung sedang diguyur hujan. Memejamkan matannya untuk instirahat sebentar. Bella menghela bafas pasrah. Ia tau nadin sedang tidak baik-baik saja. Batin nadi sedang berkecamuk, kepalannya benar-benar pusing. Ini yang ia benci saat menutup matanya. Wajah lelaki itu selalu ada di pikirannya.
"Gue kangen lo sa, sangat" nadin berbisik lirih menumpahkan air matannya.
🌻-🌌-🌻
Flashback-on.
"Anjir, argh! Segala salah masuk bus. Mampus lo nad, pertama masuk udah telat" nadi mehentak-hentakan kakiny kesal. Pagar sekolahnya sudah ditutup rapat. Matilah ia, mengawali kelas 12 dengan datang terlambat.
"Nadia, kamu ini baru masuk setelah libur panjang malah datang telat!. Kali ini saya persilahkan masuk kelas. Kalo besok jangan harap!!"
"Eh..bu sinta, apa kabar bu. Hehheheheh, Saya ke-kelas ya bu" nadi hanya cengengesan memegang erat tali tasnya dan berlari menuju mading ia masih belum tau dimana kelasnya.
Nadi berloncat kegirangan. Ia satu kelas dengan sahabatnya.
....
1/7Yogyakarta,11 januari 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
RENJANA Nadi
Short Story"waktu tidak menyembuhkan luka, tapi waktu yang membuat kita terbiasa akan hadirnya luka, hingga akhirnya lupa dengan luka lama dan diganti dengan luka baru" -nadi bellazamira.