Ha?

34 4 5
                                    

Warna putih mendominasi dalam bingkai jendelaku. Beberapa anak kecil terlihat sedang bermain salju diluar sana, tidak ingin menyia-nyiakan waktu turunnya salju yang diprediksi berakhir di akhir bulan ini. Meskipun begitu, bunga edelwish tetap mekar indah dikamar, menemani liburanku. Aku masih di depan laptopku saat alarm tanda bahaya dari perutku berbunyi, dan satu-satunya menu yang kusuka di musim ini tersimpan rapat di kabinet atas kompor.

"Tada..., heee? Aku ingat betul baru kemarin membeli ramen, apa aku salah ya? Entahlah, tujuanku selanjutnya.... toko dduddududuu.." gumaman kecil keluar dari mulutku menemani.

"Oiya, Talia, siapa tau dia mau titip" kutelpon Talia yang pintunya tepat berhadapan dengan punyaku. Tidak ada jawaban, kutekan tombol bel berkali-kali dan tetap tidak ada jawaban. Hmm mungkin sibuk dan tidak dirumah. Hembusan angin membisikkan suatu hal padaku. Bodoh, kutepuk jidatku mengingat hari ini, tentu saja dia pergi dengan kekasihnya

"Tengkyu, aku lupa baru saja menjanjikan hadiah valentine pada readersku tercinta". Siapa juga yang akan melupakan hari kasih sayang selain mereka yang tidak ingin mengingatnya. Kali ini bukan hembusan angin yang menyelaku, rumput yang ku injak mencubitku dengan daun lancip diujungnya, "Maksudku dalam artian lain, dan aku bukan termasuk barisan yang itu," aku diam agar tidak dimarahi lagi.

"Lalalala, aku sayang sekali...eh" langkahku terhenti saat menatap mata yang kurindukan. Pria dengan hodie berlapis mantel tebal berjalan angkuh ke arah apartemenku, mungkinkah dia hihi.. senyuman menghiasi wajahku sambil berlari kecil mendekat. Sedikit jahil, kucairkan es dan kubentangkan dahan yang menghalangi dantara kami, dia tampak sedikit terkejut.

"Hai Charles, apa yang membawamu kemari? Mungkinkah kau akan mematahkan mantra yang tersemat untukku?" masih dengan senyuman bahagia ku pukul lengannya. Dia yang kupukul mengeluarkan hp da menunjukkan layarnya kepadaku. Kulihat itu cerita yang baru aku upload baru saja.

"Apa yang kau maksud dengan cerita ini? Kau tak pernah membuat tokohmu menjadi selemah ini sebelumnya! Jika otakmu masih waras kau tak akan memasukkan namaku disana dan membuatku seakan-akan tidak punya hati!" dia memarahiku karna ceritaku? Benarkah? Hah, lucu sekali dia, gemas aku melihatnya.

"Kau, marah karena aku merubah alur? Hihi, aku sedang senang saja, ditambah aku bisa merasakan emosi Lina, di selalu mendapatkan apa yang dia inginkan, termasuk orang yang dia suka, meskipun butuh banyak usaha, sepertiku, kau tau itu dengan jelas." Ucapku sedih mengingat perjuanganku untuk Charles yang belum membuahkan hasil. Sedikit kubuat hangat suhu disini untuk menunjang kesan romantis, Hmm kurasa dia benar akan mematahkannya.

"Maka jadilah kamu yang seperti biasa, membaca ceritamu yang ini membuatku jijik, marah, belum pernah aku temukan orang semenyedihkan kamu!" mataku mulai bekaca saat mengerti alasannya datang, dia hanya ingin aku berhenti, berhenti menyukainya. Emosi, kubuang jauh-jauh kehangatan terganti dengan salju yang turun cukup lebat di akhri musim.

"Oh, itu alasanmu datang. Meskipun selama ini aku kebal dengan tolakan yang kau berikan, tapi kali ini kamu keterlaluan, cukup dengan memintaku berhenti itu lebih baik daripada kau meghina karyaku, terlebih dihari ini, kau membuatku terlihat lebih menyedihkan, haha, sungguh ironi." Air mata mulai menetes, dan aku masih menunggu apa yang akan dia katakan. Kosong, tidak ada permintaan maaf, dia bahkan tidak merasa bersalah. Ya, itu dia, orang paling watados yang pernah aku temui, orang yang kusuka, bahkan setelah dia menghinaku.

"Drrrt..drrrt" hpnya berbunyi, dia sedikit berpaling untuk menerima paggilan.

"Apa? Ketubannya sudah pecah? Iya bu, aku kesana!" ketuban? Dia menatapku dengan sorot panik, merangkul kedua bahuku,

"Maaf, dia lebih membutuhkanku disisinya, aku harus pergi" masih dengan tatapan sendunya, seakan menungguku memberikan jawaban,

"Hah, betapa kejamnya kamu" dan setelah mengusap air mataku, dia pergi . Tanpa penjelasan. Seperti biasa. Itu cukup membuatku sadar betapa bodohnya aku selama ini. Kupejamkan mata memutuskan. Bertahan hidup adalah yang terpenting sekarang. Meskipun remuk, aku harus tetap menghasilkan uang. Dengan penuh tekad, kulangkahkan kakiku ke toko dipersimpangan depan untuk mencari bekal, karena setelah ini, aku akan ada dalam mode bepergian jauh, mengunjungi nenek diujung utara pulau.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 26, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ha? Semudah itu:) (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang