November 2021
Gemericik hujan perlahan membasuh butiran debu akibat kemarau yg terlampau panjang.
"Huh, dari semalam hujan tak kunjung reda, aku bosan !"
"Berhentilah mengeluh, aku juga udah bosan bolak - balik menghitung tapi gak balance juga, mataku udah sakit berapa malam kurang tidur"
"Ra, kau itu pemalas gak salah ngambil jurusan akuntan ?"
"Jujur aja aku gak suka perhitungan, lebih enak jadi penulis novel, tapi..."
"..."
Dengan kesal ia menoyor kepala si sohib nya yg malah asik menyeruput coklat panas.
"Tapi apaa.. klo ngomong itu jangan setengah- setengah ?"
"Kamu taulah penulis itu punya gaji klo karyanya banyak yg minat, kalo akuntan udah jelas kerjaannya tiap bulan dapet gaji. Mamaku juga salah satu penyebab aku ngambil jurusan nyebelin ke gini" uh, ia mulai mengendus- endus harum nya bau coklat panas yg meluap.
"Bibi punya cita- cita pengen jadi akuntan kah ?"
"Apaan, ia bilang penulis itu gak jelas kapan gajiannya."
"Trus apa hubungannya sama kamu pilih akuntan Ra ?"
"Kan udah jelas akuntan itu megang duit kerjaannya."
"..." dengan kesal ia memutar mata, kembali mengurusi kertas- kertas yg belum ia cerna.
"Berhentilah merengut, tadi katanya penasaran aku pilih jurusan akuntan." Ia mencubit gemas pipi si sohib.
"Jujur aja ya.. kamu tuh gak cocok ikut jurusan hukum, kamu lebih pantes jadi perawat Ka.."
"Maksudmu aku kurang kompeten ?.." ia menoleh sambil melotot pada si sohib.
"Tampang lugumu itu yg bikin gak cocok, gak ada tampang tegas dan wibawa nya yg bikin penjahat bungkam. Pokok nya gak cocok deh.." ia menggelengkan kepala si sohib kanan kiri seolah diteliti dari setiap sudut.
Dengan kesal ia hampir menggigit tangan temannya yg nyebelin.
"Anak Hukum itu keren, bisa bantu orang nyelesain kasus gak terduga."
"Yah, menurutku malah bikin ruwet masalah ya.."
"Maksudmu ?.."
"Coba deh kamu pikir, kasus yg udah lama ditutup. Contoh nya kasus pemerkosaan yg sekarang lagi marak di ungkit lagi, padahal korban nya aja udah mulai bikin lembaran baru, perlahan mulai ngelupain masa kelam dia."
"Itu kan menurut sudut pandang kita Ra, tapi bagi si korban pasti dia juga pengen nyari keadilan lah."
"Uh, tapi menurutku.."
"Udahlah ngapain juga jadi panjang obrolan kek gini.." ia mulai beranjak pergi meninggalkan carut marut goresan tangan yg mengarah pada berbagai sudut.
"Tuh kan belom apa- apa udah ngehindar duluan gimana ntar klo udah mulai magang di pengadilan."
"Bukan gitu dari tadi aku udah gk tahan nahan laper, ngehirup bau coklat. Lagian bikin coklat cuma satu, pelit amat."
"Hehehe.. Maaf lupa, kirain gak minat."
"Bilang aja malas." Sambil mendengus ia pergi.
...
'Uh, sudah berapa kali ia menguap' minum coklat panas bukannya mata terbuka malah sayu pengen nutup. Perlahan ia duduk di sofa, menyingkirkan kertas- kertas yg berserakan tak beraturan.
'Gadis tak berkulit wajah kasus tahun 1996'.
Tatapan nya terpaku pada font tebal pada surat kabar. Ia jadi merinding membayang kan saat kulit di kelupas sedikit- sedikit. Jadi kebayang film 'Wrong Turn' yg ia tonton di Bioskop.
Namun rasa penasaran membuat ia membuka lembaran kasus yg pernah heboh bahkan sampai sekarang belum terkuak siapa pembunuhnya.
"Amara, kamu kenapa ?."
Seketika ia menoleh. "Ah, apaa ?.."
"Itu, kamu berdarah.." sorot cemas terukir jelas pada matanya.
"Aku.." Kata- katanya terputus saat ia menatap kosong pada surat kabar yg ternoda darah, mengusap hidung nya perlahan dengan tisu, tapi ntah kenapa malah semakin banyak, kepalanya semakin pusing, telinganya berdengung. Yg ia ingat terakhir adalah kata si sohib nya yg sempat berteriak 'Ambulance, dan covid varian baru' sebelum semuanya menjadi gelap.

YOU ARE READING
Hidden Truth ( faceless girl )
غموض / إثارةIa terbangun di tubuh seorang gadis yg cantik, namun sialnya saat ia menatap di cermin ia ingin mengumpat : 'Sialan ini kan gadis dalam kasus pembunuhan tak berkulit wajah' Dengan cemas ia hidup dalam rasa was- was mencurigai setiap orang di sekel...