Sillea • Dunia Sill

43 6 0
                                    

SMA × SMK
•BAB 1 - SILL POV•

××××

DOC 10 YEARS AGO
PENGADILAN AGAMA - JAKARTA

"Kamu pulang ikut ayah, ya." ucapan wanita tua lengkap dengan kacamatanya, kepalaku semakin pusing. Entah apa yang Mama dan Ayah lakukan didalam sana tadi, yang aku dengar hanya teriakan mereka seraya menyebut namaku. Aku selalu memukul otak ini saat tak paham apa yang dikatakan para orang tua itu. Kenapa menjadi kecil sangat sulit, Aku ingin segera dewasa.

"Omi?" tanyaku dengan kepala mengadah melihat wajah keriput yang tak lelah menjagaku seharian, tak terhitung berapa jam aku habiskan waktu dengan nenek tua yang sangat berharga bagi gadis kecil sepertiku.

Omi tersenyum, ia merendahkan badannya, berjongkok seraya mengelus pelan rambutku, aku memejamkan mata. Bukan hanya ingin menikmati rasa kasih sayang, tapi karna telingaku menangkap suara teriakan itu lagi. Teriakan yang kali ini disertai tangisan Mama, aku teringat kata Opi untuk selalu menutup mata saat mendengar Mama dan Ayah saling membentak. Aku tau, saat itu aku berada dijuram yang siap memisahkan istanaku, walaupun Opi selalu berkata jika itu cara orang dewasa untuk menyelesaikan masalah.

Aku tanya, apa berteriak dan membentak satu-satu cara yang orang dewasa tempuh? kenapa terasa begitu mengesalkan?

Aku saja jarang berkata kencang pada temanku yang nakal, sesekali hanya aku tarik rambutnya. Dan dia yang berteriak.

"Opi mau jalan-jalan dulu, dan Omi harus ikut." jawab Omi,

"Sill juga ikut."

Omi masih tersenyum, jariku bergerak sepontan ketika melihat mata itu berair. Siap mengundang hujan turun, pelangi redup detik itu juga. Omi yang aku kenal adalah ibu pengganti yang kuat, saat Mama jarang ada dirumah, saat dunia menyudutkan aku disamping lemari, menangis pada setiap kata yang keluar dari mulut orang dewasa yang mengaku sebagai orang tuaku.

"Sillea tau, bumi dan isinya hanya hiburan. Jangan terlalu patuh pada satu jalan, kamu harus tau dimana kamu harus beristirahat. Kamu akan..."

"... Menemukan jalan lain saat bersandar dengan tuhan." potongku, Bait yang menjadi pengantar tidurku tanpa tau apa makna dalam kalimat memusingkan itu. Yang pasti aku sudah hapal, tanpa perlu memikirkannya lagi.

"Senyum Sillea, kalahkan sombongnya dunia dengan kebahagian." petuah Omi akan selalu aku tancapkan didalam rongga dalamku. Aku tetap tersenyum walau hari ini aku tau, istana indahku telah hanjur terjun bebas didalam juram. Momentum kasih sayang antara nenek dan cucu harus terhenti ketika aku mendengar panggilan Mama yang sangat kencang seraya berlari merentangkan tangan.

"SILLEA!!"

Aku memgerjabkan mata, menatap bingung seorang didepanku, seketika tanganku mendorong bahu perempuan tak tau diri yang seenaknya tanpa ijin.

"Lo!" gertakku, "Tangan. Jijik." hanya kata itu cukup untuk mewakilkan segala uring-uring didadaku.

Kembali aku merutuki kepala yang sialnya, mengingat kejadian yang sama sekali tak berkesan apapun, kecuali hancur dan purna. Opi dan Omi hanya hayalan indah yang selalu hinggap disetiap detik kosongku, petuah dan nasehat mereka yang membuat aku berani menantang dunia, memberitahu semua orang jika aku. Sillea tak akan mati hanya karna keluargaku hancur.

SMA & SMKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang