Jangan lupa vote dan komen ya. Biar saya semangat ngetiknya. Hehe.
Sorry for typo.
happy reading!
•
⃟ ⃟ ━━━━━━━━━━━━━━━ ⃟ ⃟
F R I E N D S H I T
⃟ ⃟ ━━━━━━━━━━━━━━━ ⃟ ⃟
•Jika ditanya apa yang paling Jena takuti di dunia ini, maka Jena akan menjawab takut kehilangan seorang Huang Renjun.
Cukup ia kehilangan orang tuanya saat itu. Jangan Renjun.
Ditinggal pergi jauh dan tidak akan kembali oleh orang tuanya, tidak membuat Jena menjadi pribadi yang nakal, tidak bisa diatur, terjebak pergaulan bebas dan lain lain. Justru ia malah menjadi orang yang baik hatinya. Walaupun tertutup dengan kelakuan absurd nya.
Suatu saat di bulan Desember, mata Jena menerawang keluar sana. Menatap hujan yang mengguyur bumi dari dalam caffe. Ia menyesap americano yang dari tadi ia biarkan mendingin, lalu kembali merenung.
Jena belum bisa membahagiakan Mama dan Papa. Jena belum bisa menjadi sepintar Renjun seperti yang diinginkan Papa. Belum bisa seperti Renjun yang rajin mengerjakan pekerjaan rumah seperti mencuci piring, menyapu lantai, mengepel, bahkan memasak makanan seperti yang diinginkan Mama, tapi kenapa Tuhan mengambil Mama dan Papa secepat itu?
Tidak. Jena tidak menyalahkan Tuhan.
Ia percaya, Tuhan punya rencana yang lebih baik untuk kedepannya.
Pernah dengar kata kata kita punya keinginan, tapi keadaan punya kenyataan?
Keinginan Jena saat itu sebenarnya simple. Mama bisa mengambil raport nya saat semesteran, dan Papa mendapat bagian mengambil raport Renjun. Lalu saat pulang mereka menikmati bakso di warung langganan mereka. Simple sekali bukan?
Tapi seperti yang dikatakan tadi, keadaan punya kenyataan. Kenyataannya, Papa dan Mama kecelakaan saat perjalanan menuju sekolah mereka dan dinyatakan tewas di tempat. Renjun dan Jena yang pada dasarnya sudah di sekolah duluan pun shock bukan main. Jena langsung ambruk dan menangis tersedu sedu. Sementara Renjun, dia memeluk tubuh Jena yang lemas sambil menahan tangisnya. Setelah itu, mereka hanya hidup berdua. Walau kadang ada kerabat yang mengunjungi mereka.
Saat itu juga, ia bertemu dengan remaja laki laki yang seumuran dengannya. Membuyarkan lamunannya. Remaja itu datang dengan rusuh ke meja Jena, lalu menggenggam tangannya. Tak lama kemudian ada wanita cantik yang menghampiri meja mereka. Entah apa yang dikatakan Remaja itu, tapi seingat Jena, cucu adam itu mengatakan jika Jena adalah pacarnya yang baru. Wanita cantik itu menangis. Jena yang masih bingung pun diam. Malu juga. Karena ia, remaja laki laki, dan perempuan itu menjadi tontonan seisi caffe.
Kenapa nangis-nangis sih? Dramatis banget anjir. Batin Jena saat itu.
Seakan kurang dramatis, wanita cantik tadi menggenggam tangan Jena lalu memberinya pesan, tolong jaga nana baik baik, atau apa Jena tidak mendengarkan.
Tapi, Nana itu siapa? Anaknya cewek itu kah?
Ah, enggak enggak. Ya kali, dia masih seumuran sama gue.
Baru aja Jena mau tanya, cewek itu pergi sambil menyeka air matanya menggunakan punggung tangan dengan kasar.
Terdengar helaan napas lega. Jena melirik cowok yang ada didepannya itu sedang mengusap dadanya. "Akhirnya..." Lalu ia melirik Jena balik sebelum menyengir lebar. "Hehe. Nama gue Na Jaemin. Elo?"
Jena cengo, matanya melirik kanan kiri, lalu jarinya menunjuk dirinya sendiri. "Kamu ngajak ngomong saya?"
Cowok bernama Jaemin itu mendecak. "Ya iyalah, masa gue ngajak ngomong cangkir?"
"Kok nyolot? Biasa aja dong."
Hening. Suasana mendadak terasa canggung. Oh, hanya Jena yang merasakan atmosfer canggung tersebut. Sedangkan cowok didepannya malah terlihat santai.
Jena berdehem. "Nama saya Huang Jena. Panggil aja Jena."
"Dih? Pake lo-gue aja kali. Lagian kita seumuran. Lo temennya Jeno, sama kembarannya Renjun yang anaknya judes itu kan?"
AaaaAanjay, judes katanya.
"Iya." Jena mengangguk. Lalu, dia kembali teringat pada ucapan cewek tadi. "Oh iya, kalo boleh tau, Nana tu siapa?"
Jaemin nyengir. "Nana itu gue."
Jena mengangguk paham.
"Dan cewek tadi tuh mantan gue. Gue bosen sama dia, tapi bingung cara mutusinnya gimana. Yaudah—gitu deh.. hehe. Btw gue kenal Jeno karena bokapnya Jeno temennya bokap gue." Jelas Jaemin panjang lebar.
Lah, pan gue ga nanya?
Jena ber-oh ria. Bingung mau membalas apa. Tiba tiba, ponsel Jena yang berada di atas meja caffe bergetar. Tanda ada pesan masuk.
Oh ternyata kembarannya yang mengiriminya pesan agar segera pulang.
Tanpa banyak cakap, ia membereskan barang barangnya, lalu menatap Jaemin yang juga sedang menatapnya. "Gue pulang duluan ya.. Jae?" Pamitnya.
Jaemin tersenyum lebar. "Iya, hati hati dijalan ya! Makasih juga tadi udah mau bantuin gue. Besok kapan kapan kalo ketemu lagi, gue traktir bakso lima mangkok."
Jena tertawa, "Iya besok gue tagih janji lo. Bye Nana!"
Sederhana. Tapi karena itu, Jena mulai menaruh rasa pada cowok bermarga Na tersebut.
© R E L O A D B O M B
Halo. Wellcome to my first story! (Ini ada yang baca nggak sih)Maaf kalo bahasa dan tulisan saya kurang rapi, saya masih junior dalam kepenulisan :<<. Saya menerima kritik dan saran, kok. Jadi kalo saya ada salah, tolong ingatkan saya ya!
Vote dan comment juga biar saya semangat melanjutkan fanfiction ini.
Terimakasih!♥
KAMU SEDANG MEMBACA
friendshit
Fanfiction-ft. Lee Jeno, Na Jaemin. Tentang Jeno, Jena, dan Jaemin yang terjebak friendzone. ©reloadbomb started: 27 Juni, 2020 end :