2

13 3 0
                                    

Oweeeeeek
Tangis bayi membangunkan tidurku dipagi itu. Aku melirik jam weker disebelah ranjangku ternyata pukul 05.30 pagi. Aku berjalan menuju arah suara. Sebuah kamar tamu dirumahku terbuka. Menampilkan sosok lelaki yang sangat telaten mengganti diapers bayi mungil.
Park jimin. Dia kenapa ada dikamar tamu ini? Aku mendekat kedalam kamar, dan jimin menyadari keberadaanku.
" Hani,Maaf do hyun membangunkanmu ya? "
" Tidak jim. Aku malah senang dengan kehadiranya dirumah ini. Jadi namanya do hyun ya? "
"Iya han, namanya park do hyun"
"Ia mirip sekali denganmu jim. Seperti dirimu versi bayi" Aku membelai pipi do hyun gemas. Lihatlah betapa imutnya saat dia menguap. Tanganya sangat mungil sekali. Sepertinya aku akan betah memandanginya.
"Benarkah dia sangat mirip denganku? Tentu saja karena aku ayahnya han"
Do hyun menggenggam jari telunjuku, dan berusaha memasukan kemulutnya
" Jangan sayang, jari bibi kotor. Jim, mungkin ia haus"
" Akan kubuatkan susu han. Tolong jaga dia ya" Jimin berlalu menuju dapur. 5 menit kemudian ia datang dengan susu formula. Ia memangku do hyun dan memberikan botol minuman yang segera disambut oleh bibir mungil do hyun. Melihat jimin menatap lembut anaknya, membuat hatiku menghangat.
Jimin tiba tiba mengalihkan pandanganya kearahku.
" Maaf ya han, aku merepotkan kau dan bibi oh. Karena ommaku dirumah sakit dan appa menjaganya. Jadi untuk sementara aku tinggal disini. Meminta bantuan bibi oh untuk merawat do hyun saat aku bekerja"
"Apa? Bibi park sakit jim? Sakit apa? Aku ingin membesuknya kerumah sakit"
" Dokter belum mengetahui penyakitnya han. Nanti kita kesana bersama "
Drrrrtttt
Getar ponsel dalam sweaterku. sebuah pesan masuk yang membuatku mematung saat membukanya. Pesan dari taehyung yang mengatakan bahwa ia sudah menyiapkan berkas perceraian dan aku tinggal menandatangani berkasnya.
"Ada apa han?" Jimin mungkin menyadari perubahan mimik wajahku saat melihat ponsel.
" Dari taehyung jim, dia ingin kita bercerai "

Aku merenung dibalakon kamarku. Menyenderkan kepala di kedua lututku . Rasanya aku seperti mayat hidup. Percuma aku terus menangisi lelaki itu. Aku harus bangkit dari keterpurukan ini.
" Kenapa pagi ini sangat cerah sekali, langit seperti meledekku. Aku sangat menyedihkan "
" Tetap kuatlah hani " Jimin menyentuh pundaku. " Maaf han, aku sudah mengetuk pintu tapi kau tidak menjawab Karena aku khawatir dan tanpa izin masuk kekamarmu"
" Tidak apa jim, mungkin karena melamun aku tidak mendengar suaramu"
" Ayo han, bibi oh sudah membuatkan sarapan untuk kita. Kau harus makan dan menjaga kesehatan"

Saat berapa meter menuju ruang makan dan mencium bau masakan kenapa aku merasa sangat mual "hoek" Aku bergegas menuju kamar mandi dan menumpahkan isi perutku.
Mungkinkah? Aku baru menyadari periodeku terlambat. Segera kucari stok tespack yang ada ditasku.
Jantungku berdebar hebat saat menunggu hasilnya.
Garis satu, seperti biasa...tapi tunggu, ada garis lain muncul dibawahnya warna merah muda. bukankah berati aku hamil. Selama 7 tahun aku tidak pernah melihat 2 garis merah ditespeck.
Aku akan menjaga anak ini, walaupun sendiri dan tanpa taehyung. Karena dia adalah sebuah anugerah bagiku.
Tok tok tok
"Sayang, kau tidak apa-apa? Apa kau sakit?" Suara omma mengetuk kamar mandi. Segera kubuka daun pintu dan berhampur memeluknya
" Omma, aku hamil omma" Cairan bening membasahi pipiku. "Aku sangat bahagia dengan kehadiran anak ini. Aku akan merawatnya sendiri dan taehyung tak perlu mengetahuinya"
" Tapi taehyung ayahnya sayang, kau harus memberitahunya"
" Dia sudah menceraikanku omma, dia yang memilih pergi meninggalkan kami"
.
.
.
.
.
.
.
.
Jimin bilang aku harus memeriksakan kandunganku kerumah sakit. Sekaligus membesuk omma jimin.

Saat aku membuka pintu ruang rawat inap, melihat keadaan bibi park sekarang membuat hatiku teriris. Beliau sangat pucat dan kurus.
Aku berhambur memeluknya, bibi park sudah ku anggap sebagai ommaku sendiri. Menyalurkan kerinduanku.
" Hani ah, bagaimana kabarmu sekarang? maaf tentang perceraian mu. Bibi baru mendengarnya dari paman park. Tetaplah kuat han"
"Bibi juga harus kuat" Aku kembali merengkuh badan ringkih bibi park.
"Han, aku perlu bicara denganmu dan jimin" Bibi park menggenggam tanganku lembut.
" Bibi terkena kanker paru paru stadium akhir, mungkin hidup bibi tidak akan lama"
"Apa?" Sahutku dan jimin bersamaan karena terkejut.
"Bibi ingin kamu dan jimin saling menjaga satu sama lain. Kalian menikahlah"
Yang bisa kulakukan saat ini adalah memeluknya, airmata yang sudah kutahan daritadi pun meleleh tanpa ijin.

Jimin sedari tadi menundukan kepala. Kami berjalan menuju parkiran. Aku tau sebenarnya jimin sedang menyembunyikan tangisnya.
Setelah memasuki mobil aku meraih tanganya dan berusaha menatap mata jimin.
Jimin menghindari tatapan mataku. Dan saat aku berhasil melihat kedua matanya, membuat hatiku trenyuh seketika. Jimin menangis. Aku tahu bagaimana perasaanya sekarang. Yang bisa kulakukan mengusap kepalanya dan menenangkanya
"Aku tahu kau sangat sedih, jangan menyembunyikan perasaanmu jim. Menangislah" tangisanya semakin kencang, hatiku sakit mendengarnya. Aku memberanikan diri untuk memeluknya. Merengkuh kepalanya didadaku. Sedari kecil saat jimin sedih, itulah caraku menenangkanya.
Jimin masih terisak. Entah sampai kapan isakannya berakhir. Kenapa bila lelaki menangis terdengar sangat menyakitkan.
Hidup jimin juga berat. Ia ditinggalkan istrinya, dan sekarang ia juga khawatir bibi park juga meninggalnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 02, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang