#Milo

27 0 1
                                    

Milo.


          Gemericik air dari air terjun terdengar begitu menyejukkan. Setiap kali gemericik air berbunyi, setiap itu pula hawa sejuk mengalir ke dalam tubuhku. Hewan yang mengendap-ngendap di sekitarku mengintai di balik rerumputan dengan lihainya. Kubiarkan tubuhku berdiri tenang tidak bergerak di atas batu besar pinggir sungai dengan kedua tangan tertangkup. Kehidupanku sungguh telah berbeda. 2 tahun terakhir ini. Percaya atau tidak, aku telah berbeda dari remaja-remaja biasa seumuranku. Saat remaja-remaja seumuranku pulang sekolah, kemudian asik bermain dengan teman-teman mereka. Aku harus buru-buru pulang ke rumah sebelum Ayah yang menjemputku tiba-tiba seperti penculik super. Lantas tanpa basa-basi langsung membawaku ke sebuah desa mati yang diapit dua perbukitan hijau hanya dalam sekejap mata. Ya, itulah pertama kalinya aku dibawa ke tempat ini.

          “W-wow, indah sekali! Tapi, kemana orang-orangnya?” Itulah ucapan pertamaku ketika tiba di tengah kampung mati yang terletak di atas bukit tinggi yang nyaris telah berubah seperti hutan.

          “Tenanglah, nak. Perhatikan semuanya baik-baik. Gunakanlah seluruh pancindramu sebaik mungkin.” Kata Ayah setengah berbisik sambil menangkupkan kedua tangannya. Matanya terpejam seolah sedang menghayati sesuatu. Entah apa yang sedang Ayah lakukan.

          Suasana begitu hening. Hanya terdengar suara kicauan burung-burung yang andai dijual di kota harganya bisa mahal sekali. Sungguh luar biasa rasanya dapat melihat kawanan burung-burung mahal yang biasa hidup di kandang-kandang dapat terbang bebas di sini. Saat aku hendak menanyakan banyak hal. Terlebih bagaimana ceritanya aku yang baru keluar dari kelas tiba-tiba bisa berada di tempat ini.

          SIIING!

          “Awas!” Ayah berkelit ke depanku. Menepis sebilah pedang yang meluncur ke arahku hingga patah menjadi dua.

          Aku melongo tidak percaya. Tadi itu sungguh ... fantastis! Hanya dengan tangan kosong Ayah bisa menepis pedang yang meluncur dengan cepat hingga patah. Benar-benar super!

          “Siapa orang asing yang anda bawa itu, Tuan?” Muncul seseorang bertubuh gempal dan besar dari salah satu runah kayu yang hampir roboh.

          Ayah tersenyum. Merangkulku lembut. “Baru sebulan yang lalu aku menyaksikanmu dilantik menjadi prajurit khusus daratan. Langsung main serang aja begitu aku datang.”

          Aku kembali melongo ketika melihat wajah Ayah. Ada garis-garis biru membentuk pola di wajahnya. Apa itu?

          “Tenanglah, Hemidal. Ini anakku, Milo. Aku ingin mengajaknya bertemu dengan Ronin.” Garis-garis aneh berwarna biru di wajah Ayah perlahan menghilang.

          Orang bernama Hemidal itu berjalan mendekati kami. Kulitnya hitam bersih. Pakaiannya cukup aneh, tapi lebih mirip baju kimono menurutku. Rambutnya dipintal-pintal layaknya suku Viking dalam film-film. Saat tinggal beberapa langkah dari kami. Dia melotot ke arahku. Wajahnya benar-benar menakutkan sekarang.

          “Ha!” Dia membentak kencang.

          “Aaaa ...” Aku berteriak kaget. Saking kagetnya aku sampai loncat ke belakang.

          Itulah saat pertama kalinya aku datang ke tempat ini. Begitu tiba-tiba. Tanpa persiapan, bahkan waktu itu masih mengenakan seragam sekolah lengkap. Meskipun begitu aku tidak menyesal. Justru saat itulah titik balik kehidupanku dimulai.

          “Panther, Tiger, keluarlah. Sudah cukup. Dia bisa.” Hemidal memanggil dua hewan buas yang daritadi hendak menerkamku.

          Keluarlah seekor Black Panther dan Harimau Jawa. Kedua hewan itu sudah dikenal punah di bumi. Mereka berlarian keluar dari semak-semak menuju Hemidal. Aku membuka kedua mataku. Saat aku melihat wajahku dari pantulan air terjun. Aku langsung meloncat girang. Lihatlah, di wajahku ada ukiran garis-garis berwarna merah. Mirip seperti milik Ayah, hanya beda warna saja.

          “Yes, aku sudah bisa, Hemidal!” Teriakku puas.

          “Kemarilah, Milo. Kau harus segera pulang sebelum matahari tenggelam.”

          Aku meloncat tinggi ke samping Hemidal. “Uwoooh ... lihatlah, Hemidal. Sakti sekali kan aku bisa loncat sejauh itu?”

          “Ayahmu berkali-kali lebih sakti jika kau tahu, Milo. Ayo pulang.” Hemidal berbalik badan. Berjalan mendahuluiku bersama 2 hewan langkanya.

          Aku berjalan cepat menyusulnya. Bila tidak terbiasa, berjalan di tengah belantara hutan begini bukan perkara mudah. Tapi, lain ceritanya jika penghuni hutan telah menganggapmu bagian dari mereka. Hewan buas pun bukan masalah berarti selama mereka tidak sedang kelaparan. Sepanjang perjalanan berkalai-kali Panther dan Tiger menjilati tanganku. Entah karena mereka menyukaiku atau mulai tergiur dengan dagingku. Selama perjalanan kami asik sendiri memandangi alam yang begitu indah dan natural. Tumbuh alami seolah belum tersentuh peradaban. Hal paling menariknya saat melihat hewan-hewan langka, bahkan statusnya punah di bumi tampak berlarian bebas. Di hutan inilah pertama kalinya aku melihat langsung hewan Unicorn yang sering muncul di film-film fantasi.

          “ Hemidal, apakah ada orang lain selain dirimu di tempat ini?” Tanyaku sambil mengibaskan kedua tanganku agar dua hewan karnivora ini menyingkir dariku.

          Hemidal tertawa lepas. Entah dimana letak lucunya. Dia memang begitu. “Sudah pertanyaan yang sama untuk kesekian kalinya dari orang yang sama. Lord Ronin kau sebuat apa beliau?”

          Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal. “Dia memang orang, sih. Masalahnya aku baru sekali saja bertemu dengannya. Itupun dengan teleportasi Ayah. Oh, jangan-jangan dia ada di dimensi lain? Aarrghh ... bodo ah!”

          “Nanti kau juga tau dengan sendirinya, Milo.” Hemidal menghentikan langkahnya.

          Kami telah tiba di tanah lapang, perbatasan antara hutan dan bekas pemukiman warga yang sudah porak-poranda. Bahkan rupanya sudah hampir seperti hutan. Menurut cerita Hemidal, lembah ini dulunya adalah pemukiman yang ramai dan damai. Sampai serangan dari orang-orang berkemampuan mengendalikan elemental datang. Penghuni lembah ini nyaris punah. Hanya menyisakan Lord Ronin dan satu-satunya anakanya. Sisanya habis terbunuh dalam peperangan besar. Kampung ini memiliki sejarah yang menyedihkan.

          “Itu siapa, Hemidal?” Aku memincingkan mataku. Memastikan aku tidak salah lihat. Didekat reruntuhan rumah yang paling dekat dengan perbatasan duduk seorang gadis cantik di atas bongkahan batu besar.

          Pakaiannya mirip seperti Hemidal. Menyerupai pakaian adat kimono dari Jepang. Rambutnya berwarna perak lurus hingga ke punggung. Kulitnya menyerupai kain sutra putih yang menawan. Di tengah dahinya seperti ada setitik kecil berwarna merah. Bentuknya seperti kristal kecil. Entah apa itu. Yang jelas, dia sangat cantik.

          “Beliau akan ikut pulang bersamamu,” kata Hemidal sambil menunduk.

          Aku menoleh ke Hemidal. “Kau mau menjodohkanku dengan gadis cantik itu, Hemidal?” Aku menoleh lagi ke gadis itu. “Astaga, dia mendekat. Dia sangat cantik. Aku tidak berbohong, Hemidal.” Jantungku berdegup kencang. Dia melangkah dengan anggun. Seolah dia adalah bagian dari keluarga bagsawan.

          “Bodoh, dia itu salah satu kepala suku. Tundukkan kepalamu!” Kata Hemidal setengah berbisik.

          Gadis itu berhenti dua langkah di depan kami. Mata biru cerahnya menatapku dalam-dalam. Senyumnya tersungging.

          “Perkenalkan, namaku Elsa dari ras Elf. Aku adalah kepala suku dari suku bulan yang bertugas untuk mengawasimu.” Suaranya sungguh halus dengan intonasi yang tertata rapi.

          Aku terdiam mendengar kalimat perkenalannya barusan. Astaga, dia levelnya benar-benar berbeda.

          “Ah, sepertinya putra sulung Tuan Krisna ini tidak ingin membalas memperkenalkan dirinya. Hemidal, tolong bawa kami ke dimensi Bumi.” Dia tiba-tiba menggandeng tanganku.

          “Dengan segala hormat, Tuan Putri.” Hemidal menangkupkan kedua tangannya. Diikuti getaran tanah di sekitar kami.

          Sebuah lubang-lubang kecil bermunculan di sekitar kaki kami berdua. Perlahan lubang-lubang itu membentuk lingkaran besar yang mengelilingku dan gadis ini. Hemidal memang bisa membuka portal antar dimensi. Itu semua karena tugas dan jabatan miliknya.

Zzzeeep!

          Tubuhku dan gadis itu tersedot ke dalam portal yang muncul dari bawah kami. Untuk kesekian kalinya. Aku pulang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 05, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dua DarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang