" Oppa! " Lelaki yang di panggil 'Oppa' itu pun membalikkan badan dan langsung mensejajarkan tubuhnya dengan gadis kecil yang telah memanggilnya.
" Oppa mau pergi? " Mata hitam kelamnya menatap penuh harap pada lelaki yang mungkin terpaut sekitar 4 tahunan itu.
" Nee.."
Lelaki itu menjawab sembari mencium tangan gadis kecilnya dan memberikan sebuah senyuman menenangkan. Tapi bukannya tenang, gadis itu malah mencebikkan bibirnya dan tak lama kemudian terdengar isakkan kecil dari bibirnya.
" Ssstt... Little Sun Oppa gak boleh nangis.. kalau matahari nya meredup karena bersedih, nanti siapa yang akan menerangi langkah oppa? Jadi jangan nangis nee " Dengan cepat sang gadis langsung menyeka air mata yang menggenang di pipinya.
" Oppa akan balik lagi kan? Oppa gak akan ninggalin Tita sendirian kan? " Sekali lagi, mata itu menatap penuh harap pada sosok lelaki di depannya itu. Mata lelaki itu tampak tidak fokus, dan berusaha mengalihkan pandangan dari gadis kecil yang ada di depannya itu, tanda ia bingung harus menjawab bagaimana.
" Ehmm.. Oppa tidak janji Little Sun, tapi Oppa akan berusaha kembali untuk Tita, Tita mau tunggu Oppa? " Setelah melihat anggukan antusias dari gadis di depannya, lelaki itu pun melanjutkan perkataannya.
" Tapi Tita juga harus janji, harus tetap menjadi Little Sun yang Oppa kenal, yang selalu memberikan energi positif untuk siapapun yang ada di dekat Tita, yang selalu terus memberikan pancaran sinarnya meskipun di hina sedemikian rupa, yagsog? " Lelaki itu mengulurkan jari kelingkingnya ke hadapan gadis kecil dengan senyuman yang selalu menghiasi wajah tampannya.
" Yagsog! " Dengan antusias, uluran jari kelingking itu langsung di sambut dengan uluran jari kelingking dari gadis yang bernama Tita, lalu mereka saling mengaitkan jari kelingking satu sama lain dan tersenyum.
" Jaga diri baik-baik ya, Oppa pergi sekarang, saranghae "
Cupp
Setelah mencium kening dan mengacak pelan rambut gadisnya, lelaki itu pun berdiri dan berlalu pergi meninggalkan sosok yang seakan terpaku melihat kepergiannya tanpa repot-repot berbalik untuk melihatnya lagi.
" Annyeong.. Na Jaemin Oppa "
•
•
•10 Tahun Kemudian
" Tita !! " Sang empuhnya nama hanya bisa menghela nafas pasrah melihat tingkah laku aneh sahabatnya, yang sayangnya sudah jadi kebiasaan.
" Lo tuh ya, sekali-sekali kek pergi ke kantin gitu, jangan ngerem mulu di kelas, gue yakin bentar lagi telor nya pasti bakalan netas " Tita menghentikan kegiatan menulis dan memijat pelipisnya yang kian lama kian pening memikirkan tingkah absurd seseorang yang sayangnya lagi adalah sahabatnya.
" Bisa diem gak si lo jel, dari tadi nyerocos mulu tuh bibir, gak capek apa? "
" Yee ngegas, santuy dong mak, eh btw gue ada berita bagus buat lo " Dengan senyum lebar perempuan itu duduk di kursi yang ada di depannya Tita.
" Berita apa sih ajel, kalo gak penting sana deh, gak usah ganggu, masih banyak nih catatan yang belum gue tulis " Tita menyahuti sembari tangan dan matanya tetap fokus menyalin catatan yang ada di papan tulis.
" Lo tau gak, ternyata guru Bahasa Inggris kita yang ngegantiin Pak Tomo itu mirip kayak Oppa Oppa korea dong angjayyy " Saking histerisnya, ajel sampai memukul mukul meja untuk melampiaskan rasa bahagia nya.
" Oh.." Jawaban singkat Tita tak urung membuat ajel semakin gemas, gemas ingin melemparkan dirinya ke lubang buaya.
" Oh doang jawaban lo? Emang anj- " Umpatan Ajel langsung terhenti kala dia melihat seseorang yang dia bicarakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penghalang terbesar
Short StoryCerpen #2 Aku harus bagaimana? Jika yang menjadi penghalang terbesar cinta kita bukanlah kita yang tidak saling mencintai, atau ada orang lain yang menjadi pemisah hubungan kita, Tapi malah ...... Keyakinan.