Jisung masih asik ngegoresin pena di atas kertas untuk mecahin salah satu soal fisika yang rumitnya minta ampun. Saking asiknya ngerjain soal soal olimpiade tahun lalu, Jisung bahkan gak sadar kalau jam udah menunjukkan pukul setengah enam sore.
Bahkan lelaki manis itu mengabaikan rasa perih di perutnya akibat gak dapet asupan nutrisi apapun selain sebungkus roti yang dia makan sebelum mulai kelas tambahan.
Temen temen yang lain juga udah pulang, cuman Jisung yang masih asik berkutat dengan soal soalnya.
Lalu beberapa menit kemudian-
"Yess...akhirnya kelar."
-Jisung berseru senang sambil ngelingkarin jawaban yang dia dapat. Pemuda Han itu kemudian segera ngerenggangin badan yang kerasa pegel lalu mijit pelipisnya pelan, hah...enak banget rasanya.
Gak lama, Jisung segera ngeberesin barang barangnya buat dimasukin ke dalam tas, lalu saat lelaki mirip tupai itu nyampirin tas di pundak dan jalan keluar ruangan, Jisung seketika dikagetkan dengan sosok yang ternyata berdiri di samping pintu keluar.
"BANGSAT!"
Jangan heran, kagetnya Jisung itu adalah kata kata mutiara.
Si manis seketika megang jantungnya yang berdegup kencang, saking terkejutnya Jisung bahkan sampek bersandar di ambang pintu.
Minho ngeperbaikin cara berdirinya kemudian natep Jisung males.
"Gak usah lebay bangsat."
Jisung yang udah bisa menetralisir keterkejutannya seketika natep Minho jengkel. "Ngapain sih lo di sini?"
"Jemput lo."
"Hah?" Jisung kaget dengan wajah cengonya, pemuda manis itu lalu ngorek ngorek telinganya guna meyakinkan diri kalau dia gak salah denger tadi.
"Cobak bilang sekali lagi, sapa tau gue salah denger."
Minho berdecak malasa, "Gue ngejemput lo. Puas?"
"Hah?" Jisung lagi lagi gak bisa mengatasi keterkejutannya.
Hey bayangin aja, musuh bebuyutan yang udah hampir setahun sekarang tiba tiba bilang kalau dia ngejemput lo? Lelucon macam apa ini?
"Ck jangan gr dulu. Gue nejemput lo gara gara Jihoon minta tolong ke gue soalnya ini udah sore."
Padahal Jihoon bisa ngejemput kakaknya sendiri dan padahal Jihoon itu jarang peduli ke Jisung, ini adalah salah satu taktik untuk membuat mereka berdua damai. Makasi Hoon *emot jempol.
Jisung sih manggut manggutin kepalanya aja, iyain aja lah biar cepet, hari udah mulai gelap juga dan selain itu, Jisung kecapean banget setelah ngerjain beberapa soal selama berjam jam belakangan.
Dengan wajah lesunya, Jisung jalan ngikutin Minho ke parkiran, tentu aja setelah ngunci pintu ruangan tadi dan nyelipin kuncinya di celah yang ada di atas pintu.
Minho ngeluarin motornya kemudian natep Jisung yang masih berdiri bengong beberapa langkah darinya.
"Apaan? Buruan naik!"
Jisung cengo, "Helm buat gue mana?"
"Ya gak ada."
Jisung gak bisa berkata apa apa. Itu Minho bawa helm buat dirinya sendiri doang gitu? Gak ada niatan buat bawain untuk Jisung? Nanti kalau mereka kecelakaan terus kepala Jisung kebentur aspal dan mati kan gak lucu, bisa bonyok lo di tangan readers.
"Udah buruan naik sat, gue tinggal juga lama lama."
Lelaki manis itu muter bola matanya males, kalau tau gini sih mending naik bis aja atau kalau gak ya ojek onlen ketimbang sama si kampret satu. Terus kenapa lo tetep naik ke motornya Minho, Sung?
"Jangan deket deket."
"Ci iya."
"Jangan mepet mepet."
"Iya iya."
"Jangan bersentuhan, kalau takut jatuh pegangan di jok belakang."
Jisung langsung ngegeplak kepala Minho yang terbalut helm, ya meski tangannya yang sakit sih.
"Cepetan jalan bangsat, gue pengen pulang, bacot banget lo, gue lindes juga tuh congor." oke, di titik ini Minho seketika kicep, gak pengen debat sama Jisung yang lagi mode maung.
Kalau adu bacot mah biasanya Minho yang kalah, tapi kalau adu jotos, jangan ditanya lah, udah pada tau siapa pemenangnya.
Minho natep tajem ke arah Jisung lewat kaca spion, tapi malah dibales kedikan bahu cuek sama yang lebih muda.
Minho lalu segera ngelajuin motor maticnya ngebelah jalanan kota yang padat.
"Ah ya, dan jangan berisik." Minho ngomongnya rada keras supaya Jisung bisa denger, maklum lah, pas naik motor kan orang orang pada kolot dadakan.
Jisung yang ngedenger ucapan Minho kemudian muter bola matanya malas dan ngangguk nganggukin kepalanya meski gak diliat sama yang lebih tua.
Beberapa menit awalnya kondisi masih kondusif, Minho enak nyetirnya dan Jisung duduk anteng di belakang sambil pegangan di jok.
Namun memasukin menit ke sepuluh, pada akhirnya Jisung gak tahan untuk ngelontarin pertanyaan yang sedari dulu bersarang di otaknya.
"Ho..." panggil Jisung pelan, padahal lelaki manis itu gak terlalu berharap tapi siapa sangka Minho justru berdehem pelan.
Ngerasa dapet lampu hijau, Jisung langsung ngelontarin pertanyaannya, "Lo kenapa sih ngebenci gue?"
...
Hening, gak ada jawaban dari Minho, hanya suara motor dan klakson yang saling bersahutan.
Jisung udah nyerah, dia tau Minho gak mungkin ngejawab pertanyaan konyol tersebut.
"Apa gue pernah bikin kesalahan fatal?" Jisung mengganti pertanyaannya, berharap Minho mau ngejawab kali ini.
Minho masih tetap bungkam.
"...apa kita gak bisa temenan kayak dulu lagi?"
Bohong jika Jisung bilang dia gak kangen sama sosok hangat di hadapannya ini. Jisung pengen kembali kayak dulu, apakah sesusah itu?
"Berisik."
Jisung terkekeh pelan, harusnya ia tau kalau semua itu emang mustahil.
Entah dapet keberanian dan dorongan dari mana, Jisung secara perlahan memajukan tubuhnya, mencoba ngelingkerin tangannya di perut yang lebih tua.
Lelaki manis itu menyandarkan kepalanya di pundak Minho, memejamkan mata secara perlahan.
Harusnya Minho segera menolak, harusnya Minho ngehentiin motornya di pinggir jalan dan nurunin Jisung di sana.
Tapi,
Tanpa alasan yang jelas, Minho sama sekali gak menolak perlakuan Jisung kali ini.
To Be Continue
Tertanda, 10/09/2020
Bee, menjauhkan diri dari sosmed (wattpad juga sosmed bego!) y-ya kecuali wattpad :')
KAMU SEDANG MEMBACA
Animus [Minsung] ✔
Fanfiction[Sudah Terbit!] Damai satu hari bagi Minho sama Jisung itu bagai minum ale ale makek sedotan dari lubang hidung. Susah! Gak ada satu pertemuan pun yang terlewat tanpa pertikaian. Tapi, sampai berapa lama mereka akan bertahan? __________ 01 Juni 2020...