[O1]

424 44 0
                                    

Banyak yang bilang negara Italia menyimpan segudang seni. Memang benar adanya—terbukti sudah. Banyak seni yang dihasilkan dari negara ini.

Bangunan-bangunan yang menyimpan banyak sejarah, arsitektur yang kuno menambah nilai estetika jika dipandang mata.

Selain bangunan, tentu saja Italia terkenal dengan seni bermusik nya. Hampir disetiap jalan kita bisa mendengar seseorang sedang menunjukan kemampuan nya, busking.

Disinilah kisah bermulai.

Mempertemukan dua insan dengan banyak perbedaan, namun dengan satu tujuan yang sama—merajut mimpi.


Memandang kesegala arah untuk mencari petunjuk jalan dengan bekal aplikasi canggih, memantapkan niat untuk mengejar mimpi nya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Memandang kesegala arah untuk mencari petunjuk jalan dengan bekal aplikasi canggih, memantapkan niat untuk mengejar mimpi nya.

Lelah karena berjalan cukup jauh sambil menggeret koper serta membawa biola, memilih duduk barang sebentar untuk mengistirahatkan kaki nya. "Nekat banget nggak sih gue?" Adalah dia yang berbicara pada dirinya sendiri.

Sibuk dengan ponsel pintar nya sampai tidak sadar jika ada seseorang yang memandangi nya, "Ciao, Buongiorno signore. posso aiutarla?"
(Halo, selamat pagi. Ada yang bisa dibantu?)

Gugup, Hyunjin menoleh ragu kearah samping kanan nya lalu menjawab sekenanya, "Ah sì, posso mostrare dove si trova la fermata dell'autobus?" Sambil menggaruk tengkuk—canggung.
(Ah iya, boleh tunjukan dimana halte bus?)

Dengan sabar dijelaskan dimana halte bus, lantas mengucap terimakasih karena sudah ditolong. Melangkah pergi dan menunggu bus untuk menjemputnya.

Setelah turun dari bus dan mereservasi hotel, Hyunjin terlelap sampai mentari ingin mengakhiri tugasnya hari ini.

"Lah udah jam segini, gue pikir masih siang" kalimat pertama yang ia lontarkan saat bangun tidur.

Setelah itu, Hyunjin memutuskan untuk mandi dan bersiap hendak menikmati angin luar.

Saat sampai di cafe terdekat untuk sekedar memesan segelas kopi, dirinya seperti dijadikan pusat perhatian. Bagaimana tidak, hampir semua orang memandanginya dari atas sampai bawah. Seperti seorang penjahat yang tertangkap.

Bahu nya ditepuk pelan, "scusa, posso sedermi qui?" Ditanya, Hyunjin hanya mengangguk saja.
(Maaf, boleh aku duduk disini?)

Hyunjin kira seseorang yang ada di depannya hanya ingin duduk saja, ternyata tidak.

"Puoi sapere il tuo nome?"
(Boleh tau namamu siapa?)

Lagi-lagi Hyunjin hanya mengangguk dan menjawab, "Hyunjin. Hwang Hyunjin." Jawab sekenanya karena tentu saja dia risih. Ada apa dengan orang-orang dalam cafe ini.

"Hwang? marga Korea?" Yang ditanya justru terkejut karena orang didepannya mengubah bahasa berbicara nya seperti bahasa punyanya.

Hyunjin mengagguk untuk ketiga kalinya karena masih terkejut.

Yang menanya terkekeh dibuatnya. "Kenapa kaget? Aku juga memiliki darah sana, santai saja Hwang." sambil menepuk punggung tangan Hyunjin dan tersenyum. Ah, manis sekali.

"Aku mau menanyakan sesuatu" Hyunjin rasa tidak salah jika mengobrol sebentar dengan orang didepannya yang mengaku memiliki darah Korea itu.

Anggukan didapat, "tentu, apa itu?". Sebenarnya Hyunjin agak ragu dengan pertanyaan nya. Namun jika tidak ditanyakan dirinya akan dilanda kebingungan terus menerus.

"Mengapa semua orang terlihat seperti menghakimi ku? Ada yang salah kah dengan pakaianku sekarang?"

Orang itu terkekeh lagi, "kalau aku jawab iya. Bagaimana?"

Makin bingung, "iya apa?"

"Pakaianmu salah, sweety. Di negeri pasta ini tidak memakai celana robek-robek seperti yang kau kenakan sekarang."

Mendengarnya, Hyunjin terkejut. "Mengapa?". Dijawab lagi, "karena disini menggunakan pakaian seperti itu dicap sebagai turis yang memiliki kriminalitas,"

Oh, bahkan Hyunjin baru mengetahuinya.

Panik, lantas segera bangkit dari kursi. Baru selangkah, tangan nya ditarik kembali untuk menduduki kursi yang tadi ia singgahi.

"Mau kemana?" Lagi-lagi pertanyaan terlontar.

Hyunjin membalas dengan masih memasang raut panik, "Kembali ke hotel, aku takut. Pantas saja sedari tadi semua orang melihat kearah ku!"

Tiga kali dirinya di tertawakan oleh orang didepan nya, "tidak kah kau meminta bantuanku untuk mengantarmu?"

Hyunjin menaikan alisnya, "untuk apa? Bahkan kita sama-sama orang asing."

"Maka dari itu, bagaimana kalau kita berkenalan lebih dulu? Lalu aku antar kamu sampai hotel."

Tidak ingin mengulur waktu di cafe ini Hyunjin segera menjawab, "Bahkan aku sudah menyebutkan namaku sejak tadi. Lagipula aku bukan anak kecil lagi sampai harus diantar."

Baru keluar dari cafe, dirinya sudah dipandang lagi oleh orang-orang yang ada diluar.

"Risih banget sih, takut gue." Adalah batin Hyunjin yang bersuara.

Untung saja, cafe yang ia kunjungi dekat dari hotel. Tidak butuh waktu lama dirinya berada diluar dan seperti dihakimi semua orang.

Setelah sampai di kamarnya, direbahkan dirinya pada satu-satunya matras empuk yang ada di tengah ruangan.

Menghela napas, "tau gitu gue browsing dulu di internet. Untung gue nggak di apa-apain."

Perutnya bunyi. Tanda ia kelaparan. Membuka koper dan mencari snack yang sekiranya bisa mengganjal perut laparnya.

Diambilnya mie instan cup dan diseduh dengan air panas yang ada di termos dekat nakas. Sambil menunggu matang, Hyunjin menerawang jauh menimbang konsekuensi jalan yang ia pilih sekarang.

Sebenarnya kalau boleh dibilang, dirinya sangat nekat untuk datang ke negeri ini. Dengan berbekal sedikit ilmu bahasa disini dan tentu saja, uang yang tidak banyak.

Maka dari itu, dirinya bingung untuk membiayai hidup selanjutnya. Ia tidak bisa tinggal di hotel terus menerus, yah setidaknya tidak dengan perhari mengeluarkan uang untuk membayar kamar.

Haruskah dirinya bekerja? Bekerja apa? Pengalamannya sangat dikit dalam bidang pekerjaan. Harusnya sebelum datang kesini dirinya sudah memiliki pengalaman, harusnya dirinya tidak nekat, harusnya tidak menentang perkataan kakaknya.

Harusnya, harusnya, harusnya.

Pusing dengan jalan pikiran sendiri, mau bagaimana pun, jalan yang di ambilnya harus diterima. Karena itu sudah konsekuensi nya dari awal. Sudah tercebur, mau apa?

Mengaduk mie instan dan segera menyantap nya. Cacing diperutnya berontak segera minta di beri asupan.

Sambil menonton tayangan televisi dan menyantap makanan, setidaknya apa yang Hyunjin lakukan saat ini sudah mengikuti keinginan nya. Mengikuti kompetisi biola.

chróma | chanjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang