New Earth (Chapter1)

505 17 10
                                    

        Orang-orang sering menceritakan kepada anak-anaknya mengenai masa lalu, masa dimana ada benda yang disebut dengan ‘pohon’ yang menurut leluhur itu sangat bermanfaat untuk oksigen manusia. Guruku memberitahu bahwa manusia tidak dapat hidup tanpa oksigen, dan sekarang persediaan oksigen sangat menipis, tidak heran jika seluruh warga kota berjalan membawa tas yang berisi tabung oksigen. Jika ia tidak membawa, mereka dilarang untuk menghirup oksigen yang ada, dan apabila para penjaga melihatnya maka orang itu akan dibunuh ditempat itu juga, karena telah melanggar hukum yang ada. Pemerintah tidak segan-segan untuk melakukan itu. Yaitu Undang-Undang Kehidupan di Bumi Yang Baru, pasal 18 yang berbunyi “Setiap warga yang hidup di wilayah bumi, dilarang keras untuk menghirup oksigen tanpa menggunakan tabung yang dimilikinya.” Cukup tragis memang, dulu menurut para leluhur, oksigen ini sangat bebas untuk dihirup, tanpa menggunakan alat ataupun hukuman dan undang-undang. Semua negara menerapkan itu tanpa terkecuali, termasuk dikotaku ini, Manhattan. Aku iri kepada leluhurku, kini aku hanya dapat bergantung dari tabung oksigenku.

                                                                                       ***

        Pantulan samar wajahku menyadarkanku dari lamunan. Menatap pilu daribalik jendela kamar, melihat betapa canggihnya seluruh teknologi yang digunakan masa kini. Aku membayangkan dongeng-dongeng dahulu tentang benda hidup yang disebut dengan “gajah” yang konon merupakan hewan terbesar. Kini yang dapat kulihat hanyalah gedung pencakar langit dimana-mana, mobil berbahan bakar matahari yang biasa disebut Polybble, pesawat putih patroli yang berbentuk bulat besar berwarna putih yang senantiasa terbang menghiasi langit Manhattan masa kini dan banyak benda canggih lainnya. Aku mengalihkan pandanganku kearah tas tabung oksigenku yang sedaritadi terus menerus berbunyi. “Haruskah aku mengisinya sekarang?” keluhku, aku pun keluar kamar dan menemui ibu dengan sedikit tergesa-gesa. Tabung ini dilengkapi dengan alarm pengingat jika isi oksigennya akan habis, maka aku harus mengisi ulangnya kembali. “Bu, sepertinya oksigenku akan habis,” aku merasakan nafasku yang kini semakin berat, oksigen tabungku mulai menipis, aku mulai kehabisan nafas. Dengan sigap, ibu menarik pelan tanganku dan mengantarku masuk kedalam Polybble.

        Tabung oksigenku terus berbunyi, paru-paruku panas terasa terbakar. Aku sudah tidak kuat lagi, astaga tolong. "Tilda, kau masih terjaga?" aku mendengar suara ibu samar-samar, aku hanya mengangguk pelan. Ibuku mempercepat kecepatakan Polybble dan sudah terlihat sebuah plang dijalan yang bertuliskan "Refoksi" itu adalah nama toko penjual isi oksigen, semua orang yang oksigen dalam tabungnya akan habis harus diisi ulang di Refoksi dengan mesin canggih. Banyak cabang Refoksi diseluruh Manhattan, dan salah satunya di Seventh Avenue. 

        Ketika Polybble miliku sampai, perawat Refoksi dengan cepat mengambil tabungku untuk segera diisi yang baru dan aku diberikan oksigen sementara melalui tabung yang mereka berikan. Tubuhku terpaut sangat lemas, mataku nyaris terpejam tetapi aku dapat melihat dengan samar-samar. Aku diangkat perlahan dan dibaringkan di tempat tidur bagi orang yang benar-benar sudah tidak kuat untuk berdiri. Aku dapat melihat kedua perawat itu menyandangkan tas oksigen masing-masing di bahu mereka, dan salah satu perawat membawa tas oksigen sementara yang diberikan Refoksi untuk menyambung nafasku.

        Ibu dengan panik menghampiri diriku. Aku menatapnya dengan tatapan pilu, paru-paruku masih belum stabil rasa terbakar masih menyengat didalam paru-paruku. "Kau baik-baik saja Tilda? Seharusnya sebelum itu berbunyi kau sudah harus mengisi ulangnya sayang. Ibu tidak mau kau mati konyol karena kehabisa oksigen di tabungmu," ucapnya dan tangannya membelai pelan rambut coklatku. Aku tidak dapat merespon lebih banyak kecuali tersenyum simpul yang amat susah rasanya. 

        Penjaga Refoksi kembali datang dengan membawa tas yang berisi tabung oksigenku. "Pembayaran bisa dilakukan dikasir sekarang," ucap penjaga itu dan memberikan tas oksigen kepada ibuku. Ibuku melepas perlahan oksigen sementara yang diberikan penjaga Refoksi dan menggantinya dengan punyaku. Keadaanku sudah jauh lebih baik, aku dapat berjalan sekarang meskipun ibu masih menuntunku. Ibuku mengeluarkan sejumlah uang untuk membayar isi ulang ini, aku cukup prihatin memang, aku tidak dapat memikirkan bagaimana nasibnya orang-orang yang kurang mampu dalam mengisi ulang tabung ini. Mungkin mereka sudah tewas karena kehabisan oksigen atau mungkin tewas karena dibunuh oleh penjaga karena ketahuan menghirup oksigen secara langsung.

        Dalam perjalanan pulang, tv diddalam Polybbleku menayangkan mengenai jumlah populasi manusia sekarang, tahun 2105. "Jumlah populasi manusia dibumi setiap tahun semakin berkurang, pengurangan ini sangatlah signifikan karena setiap tahunnya dapat berkurang hingga 40% berbeda dengan zaman dahulu ketika populasi manusia dapat bertambah sebanyak 20% setiap tahunnya. Apakah yang membuat populasi manusia semakin berkurang? Mari kita tanyakan kepada narasumber kita, Presiden Michael Gustin," begitulah yang diucapkan oleh sang pembawa acara lalu tv didalam Polybbleku tiba-tiba menggelap. Aku melihat tangan ibu memencet tombol powernya dan ia menghirup nafasnya sangat berat. 

        "Ada apa bu?" tanyaku. Ibu tidak menjawab, bahkan ia tidak menghiraukanku sama sekali. Ia hanya terfokus kepada mengendarai Polybble. Aku mencoba menerka-nerka jawaban dari Presiden Gustin. Pemerintahmembuatperaturansepertiitudikarenakankondisioksigendibumihanyatersisa 0,2% dan populasi manusia yang dari tahun ketahun yang lalu selalu bertambah drastis, hingga jumlah manusia dibumi sempat mencapai 100 miliar orang. Hingga semejak diberlakukannya  Undang-Undang Kehidupan di Bumi Yang Baru, banyak orang yang tewas mengenaskan, kehabisan oksigen, terbunuh karena melanggar undang-undang dan banyak kejadian lainnya. Tetapi mereka seharusnya bersyukur telah ditetapkan undang-udang seperti itu karena pemerintah pun telah memfasilitasi tabung oksigen bagi mereka. Tabung oksigen yang dibuat dengan teknologi canggih, para ilmuan dapat membuat oksigen dengan berbagai proses. Mereka membuat alat canggih yang system kinerjanya menyerupai system pohon dalam membuat oksigen, dan dari alat itu dimasukan kedalam tabung-tabung yang dibagikan kesetiap warganya. Jika habis pun pemerintah menyediakan tempat untuk mengisi ulang tabung oksigen itu.

        Polybble pun berhenti dan aku baru tersadar dari pemikiranku mengenai jawaban Presiden. Ibu sudah turun terlebih dahulu dan aku pun menyusulnya. Memasuki apartemen dan segera menuju televisi untuk melanjutkan berita yang tadi. Dengan menekan sebuah remote dan mengucapkannya "Nyalakan TV" dan sebuah layar plasma besar langsung terpampang didepan mata. Aku duduk disofa putih empuk dengan tabung oksigen yang selalu setia disebelahku. Ibu sepertinya sudah memasuki kamar, aku tidak terlalu memikirkannya. 

        "Berita terkini, EP atau Earth Protection akan mengumumkan mengenai sesuatu yang cukup besar dan cukup menghawatirkan. Mari kita simak penjelasannya oleh Ketua EP yaitu Dr. Franco Sharman." begitulah yang diucapkan oleh pembawa acara, aku segera memajukan posisi duduku hendak mendengarkan berita penting itu. Hingga akhirnya aku mendengar suara bel berbunyi, aku berfikir hendak tidak membukakan pintu apartemen tetapi ibuku selalu mengajarkanku, sesibuk apapun jika ada bel hendaklah bukakan pintu. Maka aku beranjak dari kursi dan meninggalkan berita penting itu. 

        Aku berjalan menuju pintu dan membukakannya, dan ternyata itu hanyalah Valent. "Hai, Tilda" sapanya dan tersenyum kearahku. Aku memutar bola mata  melihat tingkahnya, "Mau apa kau, Valent?" tanyaku dengan tawa kecil. "Hentikan senyum itu," ujarku dan mendorong pelan bahunya. "Bolehkah aku masuk?" ia bertanya dan masih dengan senyuman itu. "Aku benci jika kau melakukan senyuman itu, silahkan," ucapku dan menarik tangannya masuk kedalam apartemen. Aku segera menuju sofa untuk melihat berita tadi dan ketika sampai disana, berita itu telah berakhir.

        "Astaga, betapa cepatnya," ucapku dengan nada kesal dan menjatuhkan badan ku perlahan diatas sofa. "Valent, kau tau ada apa dengan EP sekarang?" aku bertanya berharap Valent tau jawabannya. Aku melihat ia menggelengkan kepalanya, aku kesal karena kedatangannya aku jadi kehilangan berita penting itu.

        'Ada apa dengan Bumi? Apa berita besar itu?' semua pertanyaan itu masih tersimpan di dalam benakku.

ZEXVERUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang