Sheena melirik jam tangan di tangan kirinya. Kebiasaannya dari dulu selalu memakai bagian atas jam tangan di dekat nadinya. Jam masuk kantor masih ada 30 menit lagi. Kepagian. Ternyata ada untungnya dia menurunkan ego dengan diantar oleh lelaki ini menuju kantor. Setidaknya Sheena tidak perlu buru-buru mengejar absensi finger print di kantornya.
Meski begitu, Sheena memilih pamit pada laki-laki yang mengantarnya. "Terima kasih. Aku duluan, ya." Sebisa mungkin dia berbasa-basi terhadap lelaki ini. Berharap tidak akan ada lagi masalah baru. Dia lelah harus bertengkar lagi dan lagi.
"Tunggu! Masih belum jam kantor, kan? Kita ngopi dulu di depan," lelaki tersebut menarik lengan Sheena sesaat perempuan itu hendak berbalik meninggalkannya. Kali ini dia harus memaksa. Memaksa lagi peruntungan dirinya. Sudah bertahun-tahun mereka terlibat drama percintaan segitiga. Sheena memilih kabur dari kehidupannya selama ini dan menjadi hantu yang selalu menggentayangi pikirannya. Dan saat dia menemukan siluet Sheena hadir di hadapannya lagi, dia memilih peruntungannya untuk mendapatkan lagi hati yang pernah dimilikinya.
Sheena mendecak kesal. Tahu lelaki ini egois dan pemaksa, dihentakkannya lengannya dari genggaman lelaki itu. "Aku bisa jalan sendiri!" Sungut Sheena.
💮💮💮💮
Lima belas menit. Selama itu mereka duduk di warung kopi pinggir jalan ini. Tak hanya mereka, beberapa karyawan yang bekerja di komplek perusahaan ini juga duduk di sana. Sheena buru-buru menghabiskan cappuchino latte sachetan di gelasnya. "Kalau ga ada yang mau dibicarakan, aku balik, Ar!" Tukasnya sambil meletakkan cangkir yang sekarang sudah tandas isinya. Sementara kopi hitam di tangan Arman masih utuh belum tersentuh.
"Lima menit lagi, Sheen," pinta Arman kemudian menggenggam erat kedua tangan Sheena. Dia takut kehilangan gadis ini lagi untuk kedua kalinya. Bertahun-tahun menanggung rindu terhadap perempuan ini, kehidupan Arman ambyar. Dari tadi Arman mencoba menyusun banyak kata untuk diucapkan pada perempuan di depannya ini. Tentang bagaimana rasa rindunya, ingin tahu bagaimana kabar Sheena selama ini, ingin sekali bisa bersenda gurau dengan perempuan tersebut. Seperti dulu. Namun, semua kalimat tersebut seolah tersekat di tenggorokannya dan enggan keluar. Arman masih belum rela harus kehilangan Sheena lagi. Lima menit lagi saja...Arman ingin punya sedikit waktu lagi merasakan kedamaian yang dulu pernah didapatnya saat bersama Sheena.
"Ar! Lepas!" bisik Sheena jengkel. Dia tidak mau membuat keributan di sini. Tapi Arman menggeleng. "Aku lepas, tapi kamu duduk dulu."
Sheena geram melihat tingkah lelaki ini. "Jangan samakan aku dengan istrimu atau perempuan-perempuan lain yang seenaknya bisa kamu pegang, Ar! Kamu bukan mahramku!" Sheena masih mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Arman. "Aku tidak serendah mereka!" Geram Sheena menyentak kesadaran Arman. Arman menatap mata Sheena, mencari-cari sisa-sisa cinta di sana. Tersentak, yang ditemukannya adalah rasa jijik.
Gusar. Pelan Arman melepas kedua tangan Sheena. "Aku minta maaf, Sheen. Maafkan aku atas semua dosa-dosa aku ke kamu."
"Kamu ga akan mendapatkannya, Ar. Selagi masih bernafas, aku tidak bisa memaafkan baik kamu ataupun istrimu itu." Sheena memandang jauh ke jalanan. Seolah semua rasa sakitnya terulang lagi dalam frame demi frame.
"Katakan apa yang harus aku lakukan untuk mendapat maafmu, Sheen? Haruskah aku bersujud. Jika itu maumu, baik, aku akan bersujud padamu."
"Ar! Kamu ingat di percakapan terakhir kita? Aku sudah bilang, 'Meski kamu bersujud sekali pun, kalian ga akan kumaafkan!'" Sheena menarik nafasnya yang mendadak sempit. "Kamu ga merasakan jadi aku, yang harus menghadapi malu karena tunanganku menikah dengan perempuan lain karena sudah hamil duluan. Kamu ga merasakan menjadi aku, yang ga tahu apa-apa tiba-tiba dituduh menggoda suami orang. Kamu ga tahu gimana sakitnya berkali-kali dibohongi oleh orang yang sama. Aku udah kayak kambing congek yang rela dibujuk kalimat-kalimat bohongmu." Lagi, Sheena menarik nafas lebih dalam. Kemudian menatap pada Arman yang masih menunggunya menyelesaikan kalimatnya. "Bullshit! Kamu meminta maaf pun, aku tak yakin kamu akan benar-benar merasa menyesal!" Cerca Sheena.