ー merupakan awal mula dari tato yang terlukis di bagian belakang lengan kiri seorang Evan.
Evan yang begitu menyukainya, segera menuju studio tato langganannya begitu dia sampai di Bandung. Ingin ditimpa supaya kenangannya tidak hilang, katanya.
5 hari berwisata di Pangandaran cukup untuk membuatnya menaruh hati pada tempat tersebut.
Pantainya, cuacanya, dan juga pemuda yang pernah melukis di atas lengannya.Evan sendiri tidak menyangka, seorang pemuda yang tidak sengaja dia lihat di pinggir jalan bisa menjadi tempat dia melabuhkan hatinya. Wira, namanya.
"A kok rajin ke sini? Temen-temen aa pada kemana?" Pertanyaan tersebut keluar setelah selama 4 sore berturut turut Evan mendatangi lapak milik Wira.
Bukan salah Evan jika kecanduan mengunjungi lapak Wira. Wira memiliki sesuatu yang membuat Evan merasakan gairah untuk mengajaknya berbicara lebih. Cara bicara, cara berpikir dan bagaimana Wira menanggapi Evan dengan hangat membuat Evan betah berada di sisi Wira.
Mereka tidak selamanya mengobrol, ada saat dimana Evan diam dan memerhatikan Wira yang sedang fokus melukiskan Henna kepada pelanggan. Ada juga saat dimana mereka berdua duduk diam berdampingan, menekuk lutut dan memperhatikan laut yang cukup jauh di sana. Kondisi pantai yang ramai, oleh wisatawan maupun monyet cagar alam yang dilepas secara sengaja membuat ada saja momen menarik tiap harinya.
"A Evan."
Yang dipanggil menoleh tanpa mengeluarkan suara.
"Aa udah nyobain ke sana belum? Di sana juga enak buat liatin laut loh a. Tapi di sana teh gak boleh berenang euy." Telunjuk Wira terarah ke timur sana, dimana ombak beradu dengan batu-batu besar meskipun tak nampak dari posisi mereka sekarang.
Gelengan kecillah yang diberikan Evan, sebuah kode non-verbal bahwa dia belum pernah ke daerah timur itu.
"Belum dek. Agak jauh kan ke sananya, sayanya teh males jalan."
"Besok pagi."
"Eh? Kenapa dek?"
"Besok pagi, ke sana yuk a? Saya mau kasih liat pemandangan matahari terbit ke aa. Nanti saya bonceng pake sepeda saya. Hayu?"
Wira, si pelukis Henna jalanan itu tampak begitu bersemangat membuat Evan terkekeh ringan dan tidak bisa memberikan jawaban lain selain sebuah anggukan.
"Hayu, jemput saya ya?"
.
.
.Hembusan angin yang cukup kuat membuat Evan segera mengikat rambutnya, terlalu malas untuk membenahi tatanan rambutnya jika terus-terusan dibuat berantakan oleh angin.
Wira berdiri di sebelahnya, baru saja selesai memarkirkan sepeda kesayangannya.
"Duh kesiangan, untung weh masih keburu." Lekukan ke bawah muncul di bibir si pemuda cepak, menyesal karena dia terlambat menjemput Evan subuh tadi.
Wira, yang masih cemberut berjalan lebih dulu menuju jembatan yang mengarah menuju laut sebelah Timur.
"A Evan, hayu sini!!" Wira mulai menyusuri batu-batu besar yang berada di ujung jembatan sebelum akhirnya duduk di atas satu batu yang memiliki permukaan datar.
Evan mengernyitkan keningnya, menurutnya tindakan Wira terlalu berbahaya. Apalagi ombak yang menghantam batu batu tersebut bisa dibilang cukup kuat.
"Sini aaa!! Gak usah takut atuh, ada saya. Aman kok aman!" Seruan dari Wira membuat Evan bergerak dengan hati-hati menghampiri tempat kosong di sebelah kanannya.
Tidak ada kata yang terucap, mereka hanya duduk diam menghadap ke laut timur. Suara hembusan angin ditemani oleh suara ombak yang menabrak batu dengan jelas memenuhi indra pendengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pangandaran - Seungyul Oneshoot
Fanfiction"Tato Henna-nya a, di dieu mah murah pisan. Bade a?"