Takdir - 01

7 1 0
                                    

Dunia terkadang tidak adil. Semua diukur dengan uang, termasuk pertemanan.
-Arah

Gadis cilik itu berusia sekitar 10 tahun. Rambutnya pendek sebahu dan memiliki poni seperti kuda untuk menutupi dahinya yang lebar.
Untuk ukuran anak seusianya dia tergolong tinggi, sekaligus memiliki badan yang besar. Oleh karena itu anak-anak di sekolah sering memanggilnya "gentong", sesuai bentuk tubuhnya yang tinggi dan berisi katanya.

Padahal sebenarnya dia memiliki nama yang indah, Nasyrah Afifah Rusdi seindah parasnya andai saja wajahnya tidak kucel dan terawat. Arah, nama panggilan sehari-harinya dirumah oleh kakek dan nenek.

Arah memang tinggal dirawat oleh kakek dan neneknya. Arah sejak kecil sudah dititipkan ke kakek dan neneknya karena kedua orangtuanya harus merantau ke luar daerah untuk mencari nafkah dan biaya hidup Arah kedepannya.

Ayah dan Ibu Arah tak berani membawa Arah turut serta ke sana, karena mereka ingin menyekolahkan Arah setinggi mungkin sehingga bisa mengangkat derajat keluarga yang selalu dihina dan diremehkan orang-orang disekitarnya.

Di-bully oleh sebayanya sudah menjadi makanan sehari-hari bagi Arah. Arah seringkali berpikir dan meratap, hal ini terjadi mungkin karena diantara sebayanya, hanya Arahlah yang tidak memiliki orang tua yang akan membela dirinya ketika di-bully.

Kakek dan nenek pun sudah tidak mungkin lagi bisa membela Arah, kakek dan nenek juga sudah renta. Sekali didorong oleh anak-anak nakal saja, mungkin mereka berdua akan tumbang.

Karena itu, Arah diam saja ketika di-bully. Meskipun seringkali menangis diam-diam jika tak dilihat oleh kakek dan neneknya. Arah juga tak ingin membebani dan menambah kesedihan kakek dan nenek. Jadi setiap ada masalah, Arah tak akan pernah bercerita. Semua masalah akan Arah simpan sendiri.

Hari itu anak-anak tidak ada yang belajar. Guru sekolah sedang melakukan rapat. Jadi, anak-anak diinstruksikan untuk pulang ke rumah masing-masing.

Namun berhubung masih pagi, banyak diantara teman-teman Arah yang tidak langsung pulang. Melainkan singgah bermain di rumah salah satu teman dekat sekolah.

Arah yang tidak biasa singgah bermain, memutuskan untuk segera pulang. Hitung-hitung untuk membantu dan menjaga kakek dan nenek dirumah, pikir Arah.

Didepan pintu kelas, tiba-tiba Arah dipanggil oleh salah satu temannya.

"Rah.. tungguu!" teriak Rista

"Iya.. ada apa yah, Ta?" jawab Arah setelah berbalik dan menemukan Rista yang memanggil namanya.

"Kamu udah mau pulang sekarang, Rah?" tanya Rista setelah berdiri bersisian disamping Arah

"Iyya, Ta. Nggak ada yang mau dikerjain lagi di sekolah, jadi mending saya pulang aja. Lumayan buat beres-beres rumah sepagi ini" jawab Arah lagi sambil tersenyum.

"Samaan yah, Rah. Aku juga udah mau pulang nihh.." ucap Rista sambil memelas.

"Yaudah, ayo pulang sama-sama" putus Arah.

Diperjalanan pulang menuju ke rumah masing-masing, mereka melewati jalanan yang mengantarai sungai dan persawahan. Tidak jauh meninggalkan sekolah, Arah diajak oleh Rista untuk bermain agar perjalanan tidak terasa melelahkan.

"Rah, main yukk.." usul Rista tiba-tiba

"Main apa, Ta? Aku mau cepet-cepet balik ke rumah aja deh kayaknya" kata Arah merasa tak enak

"Eh, nggak kok Rah.. Permainannya nggak susah kok. Kita cuman cukup tutup mata aja selama di jalan. Siapa yang nutup matanya paling lama, dia pemenangnya" ucap Rista

"Hm.. gimana yah Ta" jawab Arah ragu sekaligus merasa tidak enak

"Ayolahh, Rah.. Please!" bujuk Rista

"Oke deh. Tapi nggak usah lama-lama yah, Ta!" pinta Arah pada akhirnya.

"Siap deh, Rah" jawab Rista

Arah sudah menutup matanya dan mulai berjalan, Arah menghitung dalam hati dan memperkirakan dimana sekarang dia berada. Arah membayangkan posisinya berada ditengah jalan dan tidak ada motor yang melintas.

Sampai pada akhirnya, Arah merasa pijakannya kosong dan...

Byuurrr... Arah terperosok ke sungai yang dalam.

"Aaaaaaahhhhhhh......" teriak Arah saat menyadari dirinya telah melayang di udara dan sebentar lagi akan terhempas ke sungai.

Arah mencari pijakan di dasar sungai. Namun sekeras apapun berusaha untuk turun dan berpijak, Arah sama sekali tak berhasil menemukan pijakan.

"sepertinya aku akan tenggelam" ucap Arah pada diri sendiri saat merasakan air sungai mulai tertelan dan masuk ke tenggorokannya.

Napas Arah mulai putus-putus. Kakinya terasa kebas, begitupula dengan tangannya. Ditambah lagi seragam sekolah dan buku-buku di ransel bututnya menambah sulitnya menguasai diri di air sungai itu.

Arah hanya bisa berdoa dalam hati, Arah ingin bertemu Ayah dan Ibu. Jangan sampai hidupnya terenggut konyol hanya karena tenggelam gara-gara bermain.

Namun, pasokan udara di paru-paru Arah semakin menipis, dan digantikan dengan air yang bertambah banyak.

Lagipula, tak ada seorang pun yang terlihat melintas dan akan memperhatikan dirinya yang tenggelam.

Pandangan Arah semakin buram..
buram...
buram..
lalu,
menghitam..

"Memang tak ada yang bisa ku percayai, kecuali Allah. Banyak yang terlihat bahagia, di atas penderitaan ku. Allahh..  Engkau Maha Melihat.."
-Arah


Nah loh?
Ini baru Chapter Awal loh?
Arah nanti gimana yah? Tenggelam?
Waduhh..
Update cepet dari Aoutor nggak nih?

di comment yahh 😘

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 14, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ketika Takdir Mempermainkan ArahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang