Red Light, Green Light, Swag

4.3K 484 19
                                    

Hyunjin memegang lengan Chan erat. Dia gugup sekaligus takut. Rumah dengan nuansa kayu di hadapannya ini menyimpan berbagai memori masa lalunya. Mulai dari yang indah, hingga yang kelam.

Badan si manis tersembunyi di balik badan kekar Chan. Chan sendiri terkekeh gemas melihat tingkah Hyunjin. Cowok itu lalu mengusap kepala Hyunjin dan mencubit pipi gembil Hyunjin.

"Kok malah kamu yang takut begitu? Kan harusnya aku hahaha."

Hyunjin cemberut. "Wajar kali aku takut. Ibu orangnya kaya macan, ngamuk setiap hari."

Chan pun ketawa. Keduanya lalu berjalan menuju pintu utama. Chan memencet bel pintu itu. Memang, Hyunjin sengaja menyuruh Chan yang melakukannya. Hyunjin terlalu cupu.

Cklek

Hyunjin semakin menyembunyikan dirinya dibalik badan Chan ketika pintu dibuka.

"Siapa, ya?"

Suara itu, bahkan Hyunjin sedikit trauma mendengar suara itu.

Chan pun menjabat tangan wanita paruh baya di hadapannya itu. Penampilan wanita itu sedikit berantakan. Dengan rambut acak-acakan yang terlihat seperti jarang disisir, bau rokok dan alkohol yang cukup menyengat, juga kulitnya yang penuh dengan keriput walaupun usianya masih belum lansia.

Tapi Chan tetap memberi senyum ramah. Bagaimapun dia harus meninggalkan impresi yang baik terhadap calon ibu mertuanya itu.

"Ah, perkenalkan nyonya, saya Bang Chan. Panggil saja Chan," ucap Chan ramah.

"Oh, Chan ya. Kenapa kesini?" nada suara ibu Hyunjin terdengar sedikit jutek.

"Ehm, kalau boleh, saya mau bicara serius dengan anda. Apakah anda ada waktu? Sebentar saja, ini tidak akan lama."

Wanita itu terlihat menimang-nimang perkataan Chan.

"Ya. Tapi jangan lama-lama. Dan jangan masuk ke rumah. Ngobrol di teras sini saja," akhirnya ibu Hyunjin itu menyetujui. Beliau pun duduk terlebih dahulu pada kursi rotan di teras itu.

Hyunjin dan ibunya sempat bertatapan mata. Hyunjin pun langsung menunduk dan meremas kuat lengan kemeja Chan.

"Hyunjin?" wanita itu mengernyit.

"Dia ibumu. Bicaralah dengannya," Chan berbisik pada Hyunjin.

Hyunjin pun mengangguk lemah. Perlahan dia keluar dari balik badan Chan, dengan takut-takut menampakkan seluruh wujudnya di hadapan ibunya.

"Hwang Hyunjin..," ibu Hyunjin mendekati Hyunjin, sedangkan Hyunjin melangkah mundur namun dari belakang di tahan oleh Chan.

Hyunjin membulatkan matanya tak percaya. Ibunya memeluknya. Pundaknya pun terasa semakin basah, menandakan ibunya menangis. Hyunjin pun membalas pelukan ibunya, tidak mempedulikan bau rokok dan alkohol yang menyengat dari ibunya itu.

"A-apa kabarmu, nak?" rintih ibu Hyunjin parau.

"I-ibu.. Hyunjin baik kok... Hyunjin selalu hidup dengan baik.."

Sedangkan Chan hanya menyaksikan momen itu dengan senyum haru. Dia bersyukur, ibu Hyunjin tidak lagi bersikap kasar kepada anaknya seperti yang awalnya Hyunjin takutkan.

"Maafin ibu, sayang..."

Hyunjin mengelus punggung ibunya yang seperti tinggal tulang dan kulit itu. "Hyunjin nggak pernah merasa dendam sama ibu, kok. Mungkin Hyunjin hanya kecewa. Tapi.., syukur, Hyunjin seneng banget ibu udah bersikap hangat lagi sama Hyunjin."

Pelukan ibu Hyunjin pada anaknya semakin erat. "Maaf Hyunjin, maaf..., ibu jadi mengerti betapa berharganya kamu setelah kamu pergi. Maaf sayang, semua salah ibu. Kalau ibu nggak sia-siain kamu, pasti kamu masih tinggal sama ibu sampai sekarang.."

Hyunjin ikut menangis. "Udah lah, bu. Yang berlalu biar lah berlalu. Kesalahan lama gak usah diungkit lagi. Yang terpenting gimana kita memperbaikinya."

Setelah cukup lama berpelukan, kini ibu Hyunjin beralih kepada Chan.

"Nak? Kamu pacarnya Hyunjin?"

Chan pun tersenyum kikuk. "Hehe, gini, bu. Jadi sebenarnya saya dan Hyunjin kesini mau minta restu dari ibu. Saya mau melamar Hyunjin."

Ibu Hyunjin membelalakkan matanya dan menutup mulutnya tidak percaya. Beliau menoleh ke Hyunjin, seakan menanyakan bahwa kalimat Chan barusan beneran atau hanya prank.

Hyunjin tersenyum dan mengangguk, lalu melingkarkan lengannya pada lengan Chan.

"K-kalian.."

Chan pun meraih tangan ibu Hyunjin. 

"Saya berjanji dihadapan ibu, saya akan menjadi suami yang baik untuk Hyunjin. Saya berjanji akan menghidupi Hyunjin, membimbing Hyunjin, mencintai Hyunjin dan anak-anak kami kelak, dan menjadi kepala keluarga, suami yang baik untuk Hyunjin, serta ayah yang baik bagi anak-anak kami kelak. Saya juga berjanji akan menjadi menantu yang baik untuk ibu. Saya.., sangat mencintai Hyunjin, bu. Saya sudah yakin sepenuh hati saya, saya berani bersumpah hidup dan mati bahwa saya tidak akan pernah meninggalkan Hyunjin. Jadi.., maukah ibu merestui pernikahan kami?"

Lagi, air mata menetes dari mata lelah ibu Hyunjin. Beliau menepuk pundak Chan.

"Nikahi lah, nak. Nikahi Hyunjin. Hidupi Hyunjin, buat lah dia bahagia dan merasakan indahnya berkeluarga dengan damai. Selama kecil dia tidak pernah merasakan itu gara-gara saya. Bawalah Hyunjin bersamamu. Cintai dia dengan sepenuh hatimu."

Mendengar itu, Chan menatap ibu Hyunjin dengan mata berbinar. Juga sedikit berkaca-kaca. Kemudian dia cium punggung tangan ibu Hyunjin.

"Terima kasih banyak, bu. Saya berjanji akan saya laksanakan pesan ibu."

Tak tahu saja dibelakang sana Hyunjin sudah menangis sesegukan. Setelah berbalik dan melihat calon istrinya sesegukan begitu, Chan langsung menarik Hyunjin dalam pelukannya sambil tertawa gemas. Dia cubit hidung Hyunjin yang memerah lalu mengecupnya sekilas.

"Bu anaknya lucu banget, deh, hihihi," ujar Chan.

Ibu Hyunjin hanya tertawa kecil menanggapinya. Kalau beliau amati, anak semata wayangnya itu memang tumbuh dengan baik. Parasnya cantik, dan yang terpenting, sudah secepat ini bisa mendapatkan calon suami yang tampan dan (semoga saja) bisa mengayominya. Sebagian hati beliau merasa bersalah karena telah menyia-nyiakan seorang anak secantik, selugu, dan sebaik Hyunjin hanya karena keegoisan semata.

"Rencananya pernikahan kami akan diselenggarakan sekitar dua minggu lagi, bu. Nanti akan kami kirim undangannya. Kami harap ibu juga bisa hadir," ujar Chan.

Ibu Hyunjin mengangguk. "Maaf nak, ibu tidak bisa membantu apa-apa dalam persiapan pernikahan kalian. Ibu hanya bisa mendoakan kalian menjadi pasangan dan keluarga yang bahagia selamanya."

"Tidak apa-apa, bu. Dengan ibu sudah sudi memberikan kami restu, saya sudah lebih dari berterimakasih," sekali lagi Chan mencium punggung tangan ibu Hyunjin.

Kemudian Hyunjin memeluk ibunya lagi.

"Ibu nanti kalo kangen sama Hyunjin bilang aja, ya? Nanti Hyunjin bakal main kesini sama kak Chan."

Ibu Hyunjin terkekeh. "Iya nak, tenang aja."

Dengan begitu mereka pun pamit. 

Chan melingkarkan lengan kokohnya pada pinggang Hyunjin. Dia dekatkan kepalanya dengan kepala Hyunjin sambil berbisik, "I promise, I will be your husband forever."

~oOo~

.

.

.

.

/memutar A Thousand Years by Christina Perri

Jinderella ㅡ chanjin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang