1. Buku Biru Pudar

25 2 0
                                    

"Buku atau kertas? Pilihlah salah satunya, agar kau bisa melihat apa yang tersembunyi."

Clara menoleh. Kosong. Tidak ada siapa-siapa. Namun, suara itu begitu menggema seakan berada tepat di telinganya. Ia meneguk salivanya payah. Atmosfer di sini sungguh membuat bulu kuduk merinding.

Tempat yang pengap tanpa lubang angin, dinding putih di mana-mana, terasa sangat sesak dan memuakkan bagi gadis itu. Tempat ini seperti penjara bila digambarkan.

Mata Clara tak sengaja melihat pintu putih yang terlihat menyatu dengan dinding. Hanya, ada kenop pintu yang sangat kecil, membuat Clara yakin jika itu pintu.

Perlahan-lahan gadis itu menggapai pintu. Rasanya, semakin Clara mendekat, semakin pintu itu menjauh.

Hingga Clara sampai di hadapan pintu tersebut sembari bersyukur. Gerakannya yang membuka knop pintu itu luruh tanpa disuruh saat mendengar suara gesekan yang mampu menyilukan gigi.

Seperti suara pisau yang sedang diasah. Ternyata Clara tidak seorang di sini. Ada orang lain di luar.

Mungkin rasa penasarannya sudah tingkat dewa hingga ia malah membuka perlahan pintu itu tanpa berpikir panjang.

Pandangan mengerikan itu mampu menerobos Clara sejadi-jadinya, refleks ia berteriak, "aaaaah!"

Saat tersadar gadis itu menutupi mulutnya dengan kedua tangan. Sial.

Bagaimana tidak Clara berteriak? Pasalnya, ia melihat dua orang pria-tak jelas mukanya, karena cahaya penerangan minim-yang satu, sedang duduk di perut pemuda sembari memegang pisau yang sudah dilumuri darah. Semuanya samar-samar di mata Clara.

Gadis itu membeku saat tak sengaja pria-yang duduk di perut pria yang satunya mengubah posisi sehingga terlihat jelas wajahnya.

"Bin-intang?" lirih Clara pelan. Ia tak sadar jika sekarang dirinya tepat di hadapan kedua pemuda tersebut. Namun, tak ada yang melihatnya.

Keringat dingin mulai menyucur deras di dahi Clara, melihat temannya, Bintang, tergeletak tak berdaya.

Pria yang memegang pisau itu ternyata memakai masker, dan topi membuat Clara tak bisa melihat mukanya.

Mata pria itu menyipit, mungkin sedang tersenyum. Lalu, ia menaruh pisau yang digenggam tepat di depan leher Bintang.

"Ja-angan."

Kakinya mati rasa, ia jatuh terduduk. Darah segar hampir sudah mengalir ke arahnya. Namun, Clara tak peduli itu. Matanya tak henti menatap Bintang yang sudah tiada dengan leher yang hampir putus. Saking syoknya gadis itu, sampai tak sadar jika air matanya mengalir deras, dengan darah yang membanjiri lantai keramik putih. Juga, terkena beberapa percikan di dress putih Clara.

Mungkin, Clara sudah melayang entah ke mana, sampai ia tak sadar jika pemuda pembunuh itu melihatnya, dan menghampiri. Setelah sadar, Clara mundur dengan merayap perlahan, tak sanggup lagi untuk berdiri.

Pemuda itu sudah berada di hadapan Clara yang sudah di depan dengan tembok. Pergerakannya dikunci pemuda tersebut, sehingga untuk bernapas pun Clara rasanya tak bisa.

Pemuda itu semakin dekat. Hingga jaraknya dengan Clara hanya beberapa. Ia menunduk, agar bisa sejajar dengan Clara. Sementara Clara, menutup matanya karena tak berani.

"Buku atau kertas? Pilihlah salah satunya, agar kau bisa melihat yang tersembunyi."

"Nggak!" Clara memekik.

"Buku atau kertas? Pilihlah salah satunya, agar kau bisa melihat yang tersembunyi."

"Nggak! Sudah gue bilang, gue nggak mau milih apa pun!"

HANTU SOSMED--Mereka Harus Mati!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang