Happy reading!
Don't forget to vote and coment..
.______________________________
Akan ada lembar kosong di setiap buku. Kecuali buku itu telah usai.
_____________________________Viorel merekahkan senyuman kala netranya disambut hangat oleh hamparan bunga matahari. Warna mereka yang mencolok membuat Viorel candu, ditambah lagi suasana sunset pada sore itu. Sukses membuat Viorel menatap mereka dengan penuh binar.
"Suka gak?"
Viorel membalikkan tubuhnya secara cepat membuat beberapa helai rambut coklatnya terhempas bebas. Ia menampilkan senyuman lebar andalannya sebelum berujar, "Suka banget!"
Viorel dengan setia mempertahankan senyuman lebar andalannya, lalu kembali berbalik menatap hamparan bunga matahari yang terbentang indah di hadapannya.
Viorel memegang dadanya yang berdegub dengan irama yang tidak biasanya, bukan, ia tidak memiliki riwayat penyakit jantung. Tapi, ia merasa sangat bahagia hingga membuat seluruh tubuhnya ikut merasakannya.
Jujur saja, ia tidak pernah mengunjungi tempat seindah ini. Jangankan untuk ke sini, pergi ke pasar malam pun ia dilarang. Iya, kehidupan Viorel tidak lebih dari sebatas seekor burung yang tinggal di sebuah sangkar.
"Rel," panggil Davi sembari menepuk bahu Viorel pelan membuat Viorel memalingkan wajahnya ke arah Davi yang sekarang telah berpindah tempat di sampingnya.
"Lo tuh kayak bunga matahari," kata Davi dengan mata yang lurus menatap ke depan.
Viorel mengangkat sebelah alisnya, bingung dengan perkataan Davi. "Kenapa?"
"Meskipun dalam keadaan gelap sekalipun, mereka bakal nyari sinar matahari supaya tetep hidup."
Davi memutar tubuh Viorel pelan hingga membuat mereka berhadapan. "Sama kayak elo. Jadi, jangan pernah putus asa, ok? Karena gak ada tempat yang gak bisa matahari gapai."
Davi mengulurkan tangannya ke puncak kepala Viorel lalu mengusapnya pelan.
Sinar matahari yang hampir redup dengan bebas menyinari mereka. Dengan latar belakang senja dan taman bunga matahari, mereka saling melemparkan senyum masing-masing.
______________________________
Viorel menatap sang lawan bicaranya dengan mata yang sedikit kabur, tertutupi sebagian air mata. Ia mencengkram rok hitam selututnya hingga kusut.
Viorel mencoba menahan isakan tangis dengan menggigit bibir bawahnya. Sekali lagi, ia merasakan hal yang sama, dengan pelaku yang sama pula. Meskipun, telah merasakannya berualang kali. Tetap saja rasanya tak pernah berkurang. Malah bertumpuk kian hari.
Viorel memberanikan diri menatap Davi yang duduk di seberangnya, sebelum berujar pelan, "Why?"
Sedangkan, Davi sendiri hanya bisa diam di tempatnya. Ia juga tidak tahu kenapa bisa berbuat demikian. Ia berpikir cukup lama hanya untuk sekadar menjawab pertanyaan sederhana Viorel.
Davi melirik ponsel hitam miliknya yang bergetar di atas meja. Ini sudah kelima kalinya benda itu bergetar. Ia mengusap wajahnya sebentar, sebelum melihat sang penelpon. Siapa yang berani mengganggunya di saat-saat seperti?
"Angkat aja, siapa tahu penting," sahut Viorel membuat Davi mau tidak mau mengangkat telepon tersebut.
Viorel menatap kepergian Davi dengan senyum tipis. Sangat berharap bahwa sang penelpon bukan dia yang akan mengganggu waktunya bersama Davi kali ini.
Akan tetapi, rasanya itu hanya harapan belaka yang tidak akan menjadi nyata. Ketika melihat Davi kembali dengan tergesa lalu dengan cekatan memakai jaket danim yang terselampir di kursi.
Viorel mengulurkan tangannya memegang pergelangan tangan Davi sebelum beranjak pergi.
"Apa dia sangat penting? Hingga membuat kamu lupa dengan hari ini?"
Davi yang merasa dikejar waktu, dengan tanpa sengaja menghempas tangan Viorel dengan sangat kuat. Hingga membuat gadis itu memalingkan tubuhnya.
"Aku gak tau. Kamu chat aja nanti."
Setelah mengucapkan serentetan kata itu, Davi secepat kilat meninggalkan cafe tempat mereka bertemu.
Viorel dapat melihat bagaimana raut khawatir bercampur takut di wajah Davi tadi. Apalagi, saat melihat dirinya yang tergesa mengendarai motor besarnya.
Dari mana Viorel tahu? Tentu saja dari jendela besar yang terbentang di hadapannya saat ini.
Viorel hanya bisa menatap buku-buku jarinya yang memutih karena mencengkram rok terlalu kuat. Ia menunduk membuat air mata yang ia tahan sedari tadi mengucur deras.
Di sela isakannya, ia bertanya pelan seolah-olah Davi masih berada di depannya.
"Di hidup kamu, aku ini di urutan berapa, sih, Dav?"
______________________________
Bagaimana dengan cuplikan cerita ini? Semoga kalian suka!
Jangan lupa vote kalau menurut kalian cerita ini layak buat di baca.
See you!
KAMU SEDANG MEMBACA
(not) My Boyfriend
Teen FictionCover by; Pinterest Viorel hanya ingin kehadirannya disadari oleh orang lain. Tidak, ia bukan makhluk halus atau semacamnya, tapi entah mengapa semua orang menganggapnya tidak ada. Jangankan orang lain, keluarganya saja menganggapnya hanya sebagai b...