Harapan

11 3 0
                                    

Selasa, 26 Mei 2020

Kembali lagi kubuka diary berwarna biru muda dengan aksen nama yang menjadi penyemangat selama 2 tahun terakhir ini. Hari ini, akan kembali aku torehkan kenangan dalam atma. Tentang dia, aku, dan perpisahan.

26 Mei 2018

Aku terduduk dipinggir trotoar dengan keadaan yang sangat memilukan. Air mata terus keluar walau telah aku hapus. Sakit. Baru 1 jam yang lalu aku diputuskan oleh kekasih yang sangat aku sayang dengan sangat tidak baik-baik. Hubungan yang aku bayangkan bisa berakhir di pelaminan, ternyata kandas setelah hampir menuju ke jenjang selanjutnya. Dan kini, aku berakhir disini. Di trotoar tepi jalan dengan tangisan memilukan.

Tin Tin Tin

Suara klakson tersebut membuatku reflek mengakat kepala. Aku mengernyitkan kening saat melihat kak Abram membuka jendela mobilnya.

"Ngapain jadi gembel disitu sih dek?" tanya kak Abram dengan nada meledek.

Kok rada kesel ya. Ini aku lagi sedih, kok malah diledek gitu sih. Alhasil aku hanya diam sembari mengerucutkan bibir.

"Ayo naik," ajaknya.

"Kemana kak?"

"Ke awan. Ya, ke mobil gue lah." Nada bicaranya kak Abram kok gitu sih. Bikin kesel.

"Buruan elah, gak takut apa lo. Tengan malam gini duduk sendirian aja, mana di pinggir trotoar lagi. kek mba kunti aja, apa lo mau jadi gembel?" cerca kak Abram.

Tanpa banyak bicara aku segera naik dalam mobil kak Abram. Dalam perjalanan hanya ada kesunyian yang menemani. Hingga tiba-tiba kak Abram menghentikan mobilnya ditepi jalan. Aku menatap kak Abram bingung, sedangkan kak Abram menatap aku dengan pandangan tak terdefinisi.

"Kenapa?"

"Kenapa nangis," lanjutnya saat aku hanya diam.

Tanpa menjawab pertanyaannya, aku hanya menatap kosong depan. Perlakuan serta ucapan kasar dari mantan kekasihku terlintas kembali dalam ingatan. Sontak membuat air mataku kembali merembes keluar tanpa permisi.

Kak Abram menarikku dalam dekapan hangatnya.

"Jangan sedih."

Tangan besar kak Abram menangkup pipiku, membawa mataku untuk bertemu matanya.

"Siapapun itu, kalo kamu gak mau ngasih tahu. Kakak bakalan cari tau sendiri, dan kakak akan kasih perhitungan sama orang itu. Karna sudah membuat seseorang yang kakak cinta mengeluarkan air matanya."

"Kakak cinta? Aku?" tanyaku ragu.

Kak Abram hanya diam dengan pandangan kedepan.

"Sejak kapan kak?"

"Dulu, pertama kali kakak main kerumah kamu. Waktu kamu natap kakak dengan pandangan takut," jelasnya.

Hening.
Aku tak tahu harus bereaksi seperti apa. Aku diam. Kak Abram juga diam.

Kak Abram kembali melajukan mobilnya. Dalam perjalanan deru mobil yang menemani kesunyian yang ada.

"Makasih kak," ujarku sembari menatapnya dengan senyuman.

"Yang tadi lupain."

"Kenapa harus dilupain?"

"Dela, kakak gak mau hubungan kita renggang gara-gara pernyataan kakak tadi. Kakak gak mau kita jadi canggung. Kakak gak apa-apa kok mencintai kamu sendiri," terang kak Abram.

"Hm kak."

"Kenapa?"

Sekali lagi aku berfikir apakah keputusan aku ini baik atau buruk.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 18, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Harapan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang