Satu kata yang amat berharga dan tak ternilai oleh segalanya adalah keluarga. Tapi mengapa harus sesulit ini?
~Aksara Renggana Dirgantara
Mungkin yang akan terlintas di benak kalian tentang Aksa adalah seorang remaja tampan dengan sejuta pesonanya yang mampu memikat hati gadis-gadis di SMA Kartanegara.
Siapa yang tidak kenal dengan Aksa?
Hampir semua anak di SMA Kartanegara mengenalnya. Sosok pria tampan dengan pahatan wajah yang mendekati kata sempurna.
Terlebih di kalangan para gadis. Namanya sangat populer dan sering menjadi bahan perbincangan diantara mereka. Bukan hanya karena rupanya yang bisa dikatakan perfect. Tapi karakter dingin serta sifat kestusnya yang sudah menjadi makanan sehari-hari siswa siswi di Kartanegara.
Remaja tampan dengan otak diatas rata-rata. Dibekali dengan pengetahuan serta pemahaman tentang pelajaran yang sangat baik mengantarkan dirinya menjadi salah satu bintang di kelasnya. Sering diikutsertakan dalam ajang olimpiade baik tingkat provinsi hingga nasional membuat namanya juga semakin dikenal luas.
Menjadi salah satu atlet bela diri andalan sekolah yang sering menyabet gelar juara walaupun tidak selalu menjadi juara pertama setidaknya sudah mampu mengharumkan nama Kartanegara.
Jika dilihat sekilas kehidupan Aksa begitu bahagia dengan rupa, harta, serta kemampuan yang dimilikinya. Namun tak demikian. Terlalu dini jika kita menyimpulkan kehidupannya itu sempurna.
Pagi itu sebuah pesan masuk dari whatsApp menggetarkan ponsel pintar milik Aksa.
~Gara
Tempat biasa gua tunggu 10 menit, lebih dari itu gua tinggal.Aksa tersenyum melihat pesan tersebut sebelum membalasnya.
~Aksa
Oke, gua otw.Setelah membalas pesan dari Gara, Aksa lantas berpamitan kepada sang papa. Sebenarnya saat ini Aksa tengah menyantap sarapan bersama papanya. Suasana meja makan sangat sepi, hanya terdengar suara piring dan sendok yang beradu. Hanya dua makhluk dengan gender yang sama kini berada di meja makan. Benar, hanya dua. Aksa dan papanya. Lalu kemana sang mama berada? Ntahlah.
"Pa, aku berangkat dulu." Perkataan Aksa memecah keheningan di meja makan.
Remaja itu berdiri dari kursinya kemudian mencium punggung tangan sang papa.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam, hati-hati di jalan."
"Iya."
Di teras Aksa menyempatkan diri melirik kearah jam tangan yang melingkar di lengan tangan kanannya.
"20 menit lebih awal dari biasanya. Tumben tu anak rajin." Gumamnya.
Beberapa menit setelah Aksa berjalan, nampak seseorang yang ia kenal tengah duduk diatas jok motor sport berwarna hitam senada dengan helm yang masih bertengger diatas kepala sang pengemudi.
"Cepet woi! Lelet amat."
Aksa tak menghiaraukan teriakan itu, dia terus berjalan santai tanpa menambah kecepatannya.
"Buruan!" Teriaknya lagi.
Sekali lagi Aksa tak menghiaraukan teriakan dari sahabatnya. Gara sudah bersungut-sungut lantaran teriakannya tak di respon sama sekali.
"Lama lu, jalan aja kayak putri keraton." Protes Gara sembari menyerahkan helm.
Aksa mengambil helm yang disodorkan padanya. Dia mengenakan kemudian naik ke boncengan motor Gara.
"Tumben jam segini." Aksa memulai pembicaraan.
"Pengen aja ngerasain jadi anak rajin, masa tiap hari berangkat mepet jam masuk mulu."
"Oh...."
Begitulah percakapan singkat mereka selama di perjalanan. Tak ada yang memulai percakapan lagi setelahnya hingga mereka sampai diparkiran SMA Kartanegara.
"Bro ke kantin dulu yok!" Ajak Gara.
"Hm? Belum sarapan?"
"Belum, lu udah?"
"Udah sesendok."
"Nji*r nanggung amat sesendok." Tawa Gara pecah kala itu juga.
"Lu sih, baru makan sesuap udah lu WA."
"Ya maap gk tau gua."
"Hm."
Mereka berduapun bergegas menuju kantin, masih ada cukup waktu untuk sarapan disana karena bel masuk masih akan berbunyi 30 menit dari sekarang. Kantin tidak terlalu ramai di jam-jam pagi seperti ini. Karena kebanyakan siswa masih belum datang ke sekolah. Hanya terlihat dua orang selain mereka berdua yang tengah berada di kantin.
"Hah... Sebenarnya tadi gua ngajak lu buruan berangkat gara-gara mak gua. Cuma gegara pecahin guci aja dibahas mulu dari semalem. Cape gua dengernya, makanya tadi males sarapan di rumah."
Sambil menyantap makanan mereka, Gara juga bercerita alasan dia mengajak Aksa berangkat lebih awal. Kala bercerita nampak kekesalan di wajahnya.
"Pftt... Ceroboh."
"Sa, lu tau tu cewe gk?" Gara menunjuk seorang gadis menggunakan isyarat dengan matanya.
"Hm?"
Aksa melirik ke arah pandang yang dituju Gara dan menemukan seorang gadis cantik berambut sebahu kini baru saja memasuki kantin.
"Oh, tau." Jawab Aksa setelah tau siapa yang dimaksud oleh Gara.
"Itu Kayana anak kelas 11 IPA 3 kan?" Tanya Gara lagi, dia sebenarnya tau tetapi dia hanya ingin memastikan kembali.
"Hm."
"Eh, lu tau gk?"
"Apa?"
"Tu anak katanya maknya lagi deket sama papamu." Gara berkata dengan entengnya.
"Hah?! Yang bener lu?"
Aksa kaget, dia tidak menyangka Gara akan mengatakan itu. Sebelumnya dia pikir Gara bertanya tentang Kayana lantaran dia tertarik dengan gadis tersebut. Dia tidak akan heran jika Gara tertarik dengan paras Kayana. Gadis itu cantik dan terlihat anak baik-baik. Dengan paras yang dimilikinya Kayana termasuk dalam gadis populer di Kartanegara.
"Iya, gua gk sengaja denger sendiri dari orang tua gua waktu mereka lagi ngobrol. Lu tau kan orang tua kita itu deket dan gua yakin orang tua gua tau dari om Dirgantara langsung."
Aksa masih kaget dan hanya terdiam membisu. Bahkan dia tak menyentuh makanan didepannya lagi. Nafsu makannya telah hilang, yang ada hanya rasa tak percaya yang menyelubungi hatinya.
"Gua tau lu sulit percaya hal ini, tapi kalo bukan gua denger dari orang tua gua langsung gua juga gk akan percaya ini Sa."
Untuk yang kedua kalinya Aksa melirik bahkan memandang dengan intens Kayana yang berada cukup jauh dari tempatnya saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Aksa
Подростковая литератураJika memang hidupku hanya untuk tersakiti dan meringkuk dalam sepi, lalu untuk apa aku hidup? ~Aksara Renggana Dirgantara Ini semua tentang Aksa.Tentang remaja 17 tahun yang mencari tujuan hidupnya. Dia bertanya-tanya mengapa dia hidup, dan mengapa...