"Ranpo-san, apa yang kau takuti?"
.
.Edogawa Ranpo berjalan tak tentu arah. Langkah kaki jenjangnya membawanya pada tujuan yang semu. Ia tidak tahu ingin kemana, tapi rasanya ingin berkeliaran di luaran sana, walau kantor agency adalah tempat terbaik untuk bermalas-malasan.
Ini tidak hujan seperti kala itu. Tidak sepanas cuaca ketika dulu ia bertugas bersama Atsushi pertama kali. Atau ketika ia dipasangkan dengan sang dokter. Ini hanya hari biasa, sungguh.
Kedua mata yang menyipit melihat sekumpulan bocah lelaki berlarian di taman, tapi ia enggan memasukinya. Taman di hari libur adalah sumber bencana, untuknya yang tidak ingin repot.
Ranpo kembali melanjutkan langkah. Tujuannya masih sama semunya dengan pikirannya. Ia terkadang benci dengan saat-saat sendiri seperti ini. Tidak ada kasus, tidak ada masalah, atau setidaknya bahkan tidak ada kekacauan sama sekali.
Tidak ada satu pun yang bisa membuatnya teralih saat ini.
.
.Edogawa Ranpo adalah sebuah enigma. Teka-teki tak terjawab yang senantiasa membuat orang-orang terkecoh. Ia seperti bocah umur lima tahun, yang kadang menangis ketika segalanya tidak sesuai yang diinginkan, tapi di lain sisi, ia tetaplah seorang detektif. Kemampuan deduksinya tidak diragukan, walau kepribadiannya kadang bikin emosi jiwa.
Di luar itu semua, ia tetaplah manusia.
Ranpo duduk di selusur tangga depan kantor. Pada akhirnya setelah puluhan menit berlalu tanpa kepastian, ia kembali ke tempat semula.
Ia memandangi jalanan di depannya, lalu lalang orang berjalan kaki mengejar sesuatu yang kosong atau mobil-mobil yang melaju membelah sepi. Semuanya terasa normal. Untuknya yang selalu hidup di ambang batas kenormalan.
"Apa yang kutakutkan?"
Yosano tidak ada maksud lain menanyakan itu. Iseng, sama seperti tujuan Ranpo ketika bertanya itu. Ini seperti ia bertanya pada Atsushi apa yang dia makan hari ini, atau Kunikida apa yang membuatnya marah kali ini. Tapi justru dari pertanyaan-pertanyaan sederhana semacam itu, ada yang lain yang lebih dalam daripada hanya sekedar jawaban.
Apa yang dirinya takuti?
Rasa takut itu semu. Semuanya terasa omong kosong, walau ia sendiri nyatanya pernah mengalaminya. Gambaran itu begitu nyata, hingga walau itu semua hanyalah skenario belaka, ia tidak bisa memungkiri kalau itu benar-benar berdampak. Pada pikirannya, pada emosinya, terutama sekali pada perasaannya.
Siapapun tahu, dengan jelas sebenarnya, bahwa ia satu-satunya di antara yang lain yang tidak memiliki kemampuan khusus. Rasanya seperti berada di jalur yang berbeda sekalipun langkah sama-sama beriringan.
Apakah ini yang ia takuti?
Ranpo menggelengkan kepalanya. Tidak, kalau hal ini membuatnya merasa takut. Sudah sejak dulu ia akan lebih memilih untuk pergi. Menjadi berbeda tidak sepenuhnya buruk, setidaknya ia satu-satunya di antara mereka yang punya daya pikir jauh lebih tajam.
Pikirannya kembali berkelana. Di saat-saat sepi dan sendiri seperti ini, ada kalanya pikiran bisa berlari tanpa dapat dicegah. Kadang terpikir hal-hal yang buruk, padahal nyatanya itu hanya imajinasi berlebihan semata.
Aku takut sendirian.
Aku tidak ingin kehilangan segalanya.
Aku takut...
...orang itu akan pergi.
Deg.
Ranpo membulatkan kedua matanya. Iris hijau yang biasanya jarang terlihat itu melebar.
Ah, benar juga...
Ia tersenyum miris, raut wajah yang nyaris tidak pernah terlihat depan yang lain. Raut wajah yang hanya akan membuat yang lain merasa panik. Karena kalau ia sampai kehilangan kepercayaan diri atas semua deduksinya, anggota lain akan kehilangan arah.
Agency menganggap kemampuanku berharga, tapi jauh dari pada itu, aku sendiri yang terlalu takut untuk menjadi sendiri dan tidak ingin kehilangan mereka---terutama orang itu.
.
.
END
.
.Jangan terlalu berharap banyak sama apa yang saya tulis. Seriusan. :)
Ini drabble doang ya~
Karena jujur nyari scene Ranpo yang galau di anime atau manganya itu susah saking dikitnya apalagi karakternya dia memang diset over PD karena ya gimana, dibandingin yg lain, cuma dia yang beneran detektif. :')
See you~
KAMU SEDANG MEMBACA
The Detective's Fear || Edogawa Ranpo
FanfictionA continued story from "Unforgotten Butterfly || Yosano Akiko" . Sang detektif tidak memiliki rasa takut. Alih-alih perasaan semu semacam itu, ia hanya memiliki rasa percaya. Pada dirinya, pada rekan-rekannya, terutama sekali pada orang itu. Tapi pe...