05 - We

507 90 8
                                    


Jihyo melamun di depan mesin fotokopi yang ada di Everyday Studio. Ia menunggu semua naskahnya yang sedang dalam proses digandakan sebelum menyerahkannya pada semua staf yang hadir nanti di first public reading.

" kenapa lama sekali sih?" gerutu Yoongi yang masuk ke dalam ruang fotokopi. "minggir!"

Jihyo segera menyingkir dari dekat mesin fotokopi.

"Gi—"

"apa?" Yoongi menata hasil fotokopian Jihyo sebelum menyerahkannya.

"kamu—sejak kapan mengenal Jungkook?"

Yoongi mengerutkan keningnya. "memangnya kenapa?"

"hanya bertanya, Gi. Tak usah di jawab kalau tak mau" Jihyo menghitung hasil fotokopiannya dengan bibir mengerucut sebal.

Yoongi memerhatikan mantan yang pernah ia selingkuhi ini dengan wajah iba. Ia tak tega melihat Jihyo kebingungan menyusun puzzle ingatan yang berserakan sendirian karena ulah Jungkook.

"Jungkook is my step-brother."

-oo-

Jungkook berusaha fokus memimpin reading script pertama film arahannya. Ini bukan pertama kalinya, seharusnya semua berjalan mudah bagi sutradara dengan segudang prestasi seperti dirinya.

Masalahnya, sekarang Jungkook duduk di samping Jihyo. Jelas sebagai sutradara dan penulis scenario. Satu tim dengan visi yang sama.

Wangi parfum gadis ini menggodanya. Jungkook tak tahan untuk tak melirik bibir tipis mengkilap berwarna glossy rose yang sebenarnya sudah beberapa kali ia sesap hingga bengkak.

Belum lagi, Min Yoongi cukup rewel dengan naskah ditangannya. Seharusnya Yoongi tak perlu berkomentar karena ia hanya perlu memantau keadaan sebagai eksekutif produser film ini.

"bahasanya masih kaku—syuting di water park ini, apa penting? – kamu kira berapa harga CG untuk scene ini?—"

Jungkook mengepalkan tangannya yang menggenggam pulpen saat mendengar sindiran Yoongi.

"kamu produsernya—tugasmu adalah membuat hal yang tak mungkin terwujud jadi mungkin dilakukan, Min Yoongi. Kamu urus saja uang dari investor. Biar aku yang urus cerita naskah film ini"

Jihyo bisa merasakan dua pemuda yang duduk bersebrangan ini saling pandang dengan mata mengancam.

Yoon Jeongyeon sendiri cukup serius membaca halaman per halaman naskah ditangannya. Ini mimpinya untuk debut sebagai aktris pemeran utama. Tak mungkin ia menyia-nyiakannya.

"Jeongyeon, apa ada yang ingin kamu tanyakan?" Jihyo berusaha selembut mungkin bertanya pada gadis yang membuatnya kehilangan kepercayaan pada Yoongi ini.

"banyak. Pertama—" Jeongyeon mulai menjabarkan semua hal yang tak sesuai dengan keinginannya saat membaca naskah buatan Jihyo.

Jihyo berusaha mencatat sebaik mungkin pendapat talent-nya.

"ini film banyak monolog kan—aku yang paling penting disini daripada karakter lainnya—jadi kuharap kamu maklum kalau aku sedikit mengubah monolog yang kamu tulis, nona Jihyo" tekan Jeongyeon.

Jihyo mengangguk. "asal kamu tetap bisa menyampaikan maksudnya dengan baik, tak masalah bagiku kalau kamu mengubah monolog-nya"

Jungkook menyela, "lakukan saja sesuai tulisan Jihyo, nona Yoon. Dia menulisnya sampai tak tidur berminggu-minggu. Jangan seenaknya mengganti monolog. Kuberi waktu seminggu kamu menghafalnya"

Wind [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang