Matanya melanglang buana, mecari seseorang yang tak kunjung kembali, di antara riuhnya pengunjung kebun binatang. Itu sudah lebih dari setengah jam, ia takut akan terjadi sesuatu hal yang mengerikan terjadi pada suaminya itu. raganya berjalan-jalan memperhatikan setiap celah, namun tak kunjung juga ditemukan.
"Ra, sedang apa di sini?" tanyanya
"Kamu siapa?"tanyanya penuh takut dalam kecemasan.Meski kini rasa khawatirnya sirna.
"Kamu aneh. Aku ini pacarmu, Mas Fatanmu," sanggahnya penuh kegagetan akan pertanyaan Rara tadi.
"Maaf, mas ... Rara cuma kaget, jadi tidak fokus," helaan gelisahnya tadi menghilang.
"Ko, endak di jawab. Sedang apa kamu di sini?. Ayo ikut Mas, Mas sudah kangen denganmu," pintanya menarik tangan Rara menjauh dari kawasan kebun binatang.
Meski ia sangat bersalah, harus pergi dengan pacarnya padahal ia tadi pergi bersama suaminya. Di tatapnya Mas Fatan, dengan tatapan yang penuh kepiluan. Entah kapan hubungan ini mampu ia jalani dengan fasrah?. Namun, semua ini bukan untuk kesenanga n hatinya, melainkan menjaga ketiga perasaan yang coba ia jaga.
Mas Fatan membawa Rara ke pedagang siomay yang ada di luar kawasan kebun binatang. Dengan mudahnya ia duduk di kursi plastik dan menatap Rara penuh perhatian.
"Mas, dua ya,"pintanya pada pedagang siomay
Kedua sama-sama menjajal siomay sampai suapan terakhir. Siomay, merupakan salah satu makanan favorit Mas Fatan selain gudeg Jawa. Entah mengapa ia sangat suka ketika saus kacang itu bercita rasa manis dan pedas. Mungkin karena lidah jawanya, yang tidak bisa diubah.
"Apa ndak terlalu banyak kecapnya Mas?"herannya
"Hemm, ndak. Ini sudah pas dengan sambalnya," sanggahnya dengan mulut yang masih mengunyah setengah baso
"Habis ini kita mau kemana?" tanyanya
"Jalan menyusuri terotoar," ajaknya
"Apa?, haduh mending Rara pulang saja ya", kagetpun tak bisa Rara hindari.
Tiba-tiba suara dering telpon di saku Fatan mengagetkannya. Namun, dengan secepat kilat Rara mengambil telpon itu dari gengaman Fatan.
"Eh, iya Rara lupa ini kan hanpone rara."
"Eum tapi ...." Sebelum Fatan selesai berucap, Rara langsung menepi untuk menjawab telpon itu.
"Assalammualaikum ma, ini Rara." Panggilnya
"Walaikumsalam, Rara kamu harus jaga dia ingat"Tanpa diperintahpun Rara akan selalu menjaga perasaannya. Meski ini berat dan sangat menyiksa bagi Rara. Rara tidak mampu berterus terang pada suaminya, karena suatu hal yang pasti sulit untuknya juga.
"Siap ra?" tanyanya dengan tangan yang merogoh uang, dan diberikan pada pedagang siomay itu.
"Mama, mas" tadi mama, bilang agar rara segera pulang".
"Tapi ... saya masih ingin ajak kamu jalan jalan loh ini. Masa kamu ndak mau".
"Iya deh ayo, tapi jangan terlalu lama ya, takutnya terlalu sore".
"Lagian inikan masih siang hari".
Kedua bersampingan melangkah setiap jalan teotoar ibu kota. Meski sangat terik-teriknya namun, tak mengalahkan keduanya untuk menikmati tusukan sinar matahari yangmembara.
"Cape, ya?" tanyanya
"Enggak, mas".
"Aku antar pulang yuk. Eum tapi naik angkot yah. Soalnya mobilku, aku tinggal di rumah. Gak papa kan?"
Anggukan pelan dari rara menandkan ia ikhlas dibawa dengan apa saja oleh Fatan. Fatang memang seorang jawa yang manut, dan penuh wibawa. Meski kini pekerjaan sebagai arsitek,tapi ia tak pernah alergi terhadap debu jalanan. Susana hiruk dan panas jadi gambaran umum hidup jalanan, tanpa AC ataupun harum pewangi."Neng sama si Aa na cocok", puji wanita paruh baya di depan mereka.
Lirikan dan senyum tipis mengembang di antara wajah Mas Fatan yang semakin berwibawa. Pujian entah mengapa membuat genggaman mereka menguat, seakan saling tak rela berpisah.
"Makasih bu",angguknya pelan dan lirih sambil melirik senyum manis pria disampingnya.
"Kiri, pak!". Tegasnya menghentikan angkot. Merogoh empat buah uang dua ribuan, yang tersimpan di saku celana hitamnya.
"Mari bu, duluan", pamitnya pada penumpang lain.
"Ayo Mas, antarkan Rara sampai depan rumah ya ... " pintanya dengan rengkuhan tangan yang makin di tarik-tarik.
"Rindu ya?", senyum penuh kemenangan.
"Ih ... apaan sih, aku cuma ..." gantung kalimatnya membuat Rara tampak menggemaskan.
" alah rindu, ya rindu", traiknya hidung merah Rara yang merona karena malu.
" Ra ... ra ... ka ... ngen ...," ia langsung rebut berlari kecil dan meninggalkan Fatan yang tersenyum lebar.
"Haahahahaa. KAMU BISA LEBIH MENGGEMASKAN RARA",teriaknya.
Rengkuhan badan tegap memeluk erat Rara yang masih merona merah. Tanganya terus menolak, namun sesaat Rara menikmati pelukan hangat dari pria di belakangnya. Deruan nafas yang beradu saling bersahutan, membuat Rara makin malu tak karuan. Apalagi ketika dagu pria tinggi itu menempelkannya di pundak Rara.
"Ra ...?" tanyanya mengagetkan Rara.
"Kapan ia kembali, apakah suaminya ini curiga?" getir hati Rara berkecamuk
Tunggu kelanjutannya ya guyysss, berhubungan masih amatiran nulis-nya.
di vote yooo yokkk,
KAMU SEDANG MEMBACA
DI...
Romance"Tolong jangan salahkan cintaku, karena aku menyukai suami dan kedua pria itu. Aku wanita setia, yang harus menjaga ketiga cinta. Dan mungkin lebih banyak lagi cinta yang harus aku jaga. Ini buka affair, tapi pembuktian cinta yang sesungguhnya". "Ti...