Irene, perempuan di usia yang cukup mapan, bekerja disalah satu perusahaan swasta yang berbisnis dengan banyak perusahaan luar negeri. Irene mendedikasikan hampir seluruh masa mudanya untuk mengembangkan perusahaan ini. Wanita karir idaman yang dibayangkan Irene sewaktu ia masih 15 tahun sekarang memandang dirinya dari cermin dengan tatapan jijik.
Irene sudah berhenti bekerja di sana. Sekarang yang dilakukannya hanya minum soju, bangun tidur, minum susu pisang, dan meratapi hidupnya yang sekarang menjadi pengangguran. Untuk seseorang yang bekerja nyaris 20jam perhari, tentu saja ini adalah kemunduran dari fungsi otaknya. Seseorang menelponnya, itu adalah juniornya dari kantor. Kang Seulgi.
"Kak? Kau... sudah mandi hari ini? Atau setidaknya selama satu bulan ini?" Seulgi berbicara hati-hati melihat Irene muncul di videochat mereka.
"Tidak. Tapi memangnya itu penting? Aku cuma bakalan menghabiskan seluruh hidupku di apartemenku, Seulgi! Mandipun tidak berguna, aku tidak akan bertemu siapapun!" Irene berteriak frustasi.
"Setidaknya, walaupun kau sudah berhenti bekerja, ini bisa jadi waktu yang tepat untuk menghibur diri ataupun merawat diri. Ya.. selama ini kau kan hidup hanya untuk pekerjaan, Kak." Kata Seulgi. "Anywaay, aku sudah mengirimkan makanan dan beberapa buah-buahan. Siapa tau tubuh tua itu butuh asupan."
"HEY KANG SEULGI. WAH. KAU BENAR-BENAR BERBICARA SEPERTI ITU?"
"Bercanda Kak!!" Seulgi tertawa. "Plis... urus dirimu. Atau setidaknya, try to have some fun! Kau punya banyak waktu untuk itu selain hanya mabuk."
Irene terdiam. "Mungkin aku harus pergi dari negara ini. Kau tau, melihat nama perusahaan kita- sorri, maksudnya mantan perusahaanku saja sudah cukup memicu keinginanku untuk mabuk selama dua bulan kedepan. Aku rasa aku butuh jeda dari semua ini."
Seulgi mengangguk. "Pikirkan saja apa yang paling terbaik untukmu. Yang bisa mengembalikan kewarasanmu, Kak. Its.. kinda sad look at you right now. Menyedihkan banget aja, jarang mandi.. pengangguran..."
"KANG SEULGI!?"
"Oke, Sorri." Seulgi tersenyum lebar. "Aku yakin kau tau apa yang bisa membuatmu bahagia. Kau benar-benar pantas mendapatkannya, Kak. Maksudku.. mungkin ini bukan jenis liburan yang kau inginkan, apalagi diawali dengan kehilangan pekerjaan yang sudah kau lakukan sejak lulus kuliah, tapi ya, mungkin saatnya pergi dari ini semua untuk memaafkan dirimu dan mempelajari tentang dirimu sendiri."
Irene mengangguk, berpikir. Ada benarnya juga. Daripada uangnya hanya ia habiskan untuk mabuk dan minum susu pisang, lebih baik ia menggunakannya untuk bersenang-senang di luar negri dan mungkin memulai lagi kehidupannya yang lebih produktif dan tenang disana. Tidak lagi di Korea. Tapi itu juga berarti banyak hal yang dipersiapkan....
"Saran yang bagus!" Irene tersenyum.
Videochat bersama Seulgi ia sudahi, Irene kemudian pergi mandi dan merencanakan kehidupannya yang lebih baik sekarang. Ia memilih Jepang untuk menjadi rumahnya sekarang. Masih asyik menyusun dan mencari tempat tinggal disana, Irene melihat nama yang sangat dikenalnya muncul di layar ponselnya. Pacarnya, Kim Taehyung.
"Hai, sayang!" sapa Irene.
"Irene! Kau baik-baik saja?"
"Taehyung, kau selalu menanyakan hal yang sama."
"Maaf, sayangku." terdengar suara Taehyung yang mengecil. "Thread di twitter selalu bilang kalau menelepon pacar yang pengangguran harus diawali dengan menanyakan ia baik-baik saja lalu bisa dilanjutkan dengan apakah ia sudah menemukan pekerjaan baru."
Irene menggeram. "Kenapa semua orang selalu meledekku?!"
Taehyung tertawa diujung telpon. "Its because you're fun to tease, baby. Tapi serius, beberapa waktu kedepan kau bakalan mulai bekerja lagi atau mau menikmati masa-masa santai dalam ketidakpastian ini?"
"Sebenernya, sayang.. aku baru bicara dengan Seulgi. Dia punya saran yang sangat berguna dan belum pernah terpikirkan olehku. Karena terlalu fokus dengan penyesalan dan benci ini. Dia menyarankanku untuk pergi berlibur ke luar negeri sendirian untuk memanjakan diri.. dan ya, simply to heal my own self. Menurutmu, bagaimana?"
"Oh..." ada nada terkejut yang pelan dari Taehyung saat Irene mengatakannya. "Sebenarnya iya, memang ide yang bagus. Akupun yakin kau sebenarnya sangat membutuhkan itukan. Kapan rencananya, sayang?"
Irene bimbang. Haruskah ia mengatakannya kepada Taehyung kalau ia mungkin akan tinggal untuk waktu yang lama di Jepang? Yang mungkin mengharuskan mereka menjalani hubungan jarak jauh? Walaupun Jepang dan Korea Selatan tidaklah terlalu jauh, mereka bisa bertemu kapanpun jika ada waktu. Tapi, tidak. Pikir Irene. Biarkan Taehyung mempercayai kalau ia memang hanya akan berlibur disana. Sendirian. Dan bukannya hidup disana, sendirian.
"Aku akan memesan tiket akhir minggu ini. Maksudku, harus cepat kan? Daripada tiba-tiba aku berubah pikiran dan akan kembali ke lubang kesengsaraan yang sama.." jawab Irene.
"Oh, ya, oke, sayang. Bagus, bagus kok itu." Taehyung menjawab dengan datar. Mereka terdiam sejenak sebelum Taehyung memutuskan teleponnya dengan alasan harus kembali bekerja. Irene terdiam.
Hubungan mereka sudah lama sekali. Mereka sudah sama-sama berada diumur yang mungkin sudah waktunya untuk membangun keluarga bahagia. Taehyung sudah berusaha mengajaknya berkomitmen sejak lama sekali, tapi tidak satu kalipun Irene menerima dan menginginkan membangun komitmen sekompleks itu. Ia tidak pernah bisa melihat masa depan membangun keluarga bersama Taehyung, ataupun siapapun. Untuknya, membangun keluarga tidak pernah jadi prioritas di masa depannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Not The Future I Wanted
FanficIrene(29) hidup dengan mapan hingga suatu hari ia mendapat kabar bahwa ia harus meninggalkan perusahaan yang ia bangun selama masa mudanya. Irene memutuskan pergi ke luar negri dengan sisa uangnya dan berusaha hidup di sana. Terpisah dari kekasihnya...