“Kau suka tempatnya?”Karen mengangguk pada Ben tanpa menoleh. Ben tengah membongkar isi bagasi, walaupun hanya ada dua koper dan beberapa tas kecil. Ia sudah menawarkan bantuan sebelumnya, namun Ben menolak. Pria itu tak akan mengijinkannya melakukan hal itu. Ben terlalu menyayanginya.
“Duduk saja dulu, Nai.”
Karen bisa mendengar napas Ben yang tercekat begitu menyuruhnya untuk duduk. Tidakkah pria itu sebaiknya menerima bantuannya? Karen berbalik menatap Ben, lagi-lagi Ben melambaikan tangan. Tidak jauh di hadapannya terdapat undakan tangga, akhirnya Karen memutuskan untuk duduk sembari menunggu Ben menyusulnya bersama dua koper besar mereka.
“Kau membutuhkan bantuanku.”
Karen memberengut ketika Ben sudah menghampirinya seraya menggeret dua koper di kiri dan kanannya. Karen berlari ke pintu untuk membukakannya lalu meraih tas kecil yang diselipkan Ben di antara lengannya.
“Lantai atas.” Instruksi Ben.
Karen menaiki tangga kayu yang melingkar. Penginapan itu benar-benar unik dan klasik. Karen rasa ia akan betah berlibur lama di sana.
“Ada dua kamar. Kamar kita yang mana?” karen bertanya malu-malu. Ben tahu itu karna saat bertanya Karen bahkan tidak melirik padanya.
Senyum Ben terbit melihat Karen. Wanita cantik yang juga kekasihnya itu masih saja malu-malu.
“Neil dan Alexa masih dalam perjalanan. Jadi kita bisa memilih kamar.” Ben memberi jawab.
Mendengar ucapan Ben, Karen meletakkan tas kecil di tangannya ke lantai. Membuka satu pintu kamar lalu memasukinya. Beberapa saat kemudian wanita itu keluar lalu masuk ke kamar satunya lagi.
“Ben! Aku mau di sini!!”
Ben langsung menyeret kopernya masuk. Ia sudah menduga kalau Karen akan memilih kamar sebelah kiri. Disana mereka bisa melihat barisan pegunungan dan memiliki akses langsung ke kolam renang. Berbeda dengan kamar lain yang harus ke lantai satu dulu untuk sampai ke kolam renang.
“Kenapa kau harus menyuruhku memilih? Tentu saja di sini lebih banyak yang bisa kita lihat.” Karen berjalan dari sisi satu jendela ke jendela yang lain. Kelebihan lain dari kamar ini juga karena dindingnya dari kaca.
Ben meletakkan koper, berjalan menghampiri Karen yang masih mengamati pemandangan indah di balik kaca. Tangannya meraih Karen kemudian memeluknya dari belakang.
“Kau tahu apa yang kupikirkan?” tanyanya. Karen menggeleng. “baik siang ataupun malam, kita akan bercinta dengan suasana berbeda.” Ben terkekeh, tatkala respon tubuh Karen menegang. Wanitanya itu meraih kedua lengannya untuk melepaskannya namun Ben menolak.
“Kita bukan hanya berlibur, Ben. Klien-mu akan datang sebentar lagi.”
Ben mengiyakan. Namun Karen tidak tahu jenis klien yang bagaimana yang berlibur bersamanya. Neil adalah temannya, sedangkan Alexa adalah sekretaris sekaligus kekasih Neil. Mereka memang sudah merencanakan liburan ini saat Neil dan Alexa memiliki proyek di kota yang sama dengannya. Mereka tidak mungkin menghabiskan liburan dengan membahas pekerjaan.
“Klien-ku juga membawa wanita bersamanya, Nai. Aku yakin mereka juga akan tergoda bercinta di tempat eksotis ini.” Goda Ben lagi. Jemari tangannya sudah menyusup ke dalam blouse Karen, mengusap perut wanita itu pelan.
“Tapi kita tidak akan bercinta sekarang, Ben.”
Karen memelintir lengan Ben kemudian dengan cepat keluar dari kungkungan tubuh kekasihnya itu. Ia berlari keluar meninggalkan Ben. Suara Ben berseru memanggilnya. Ia tahu pria itu sudah berlari juga mengejarnya. Tawa menggema di penginapan itu. Suara sepatu menghentak tangga papan berkejar-kejaran.