- 01 -

81 14 1
                                    

Seorang pemuda tampak sedang fokus di depan layar sambil sesekali memperbaiki letak kaca mata yang bergeser di wajahnya yang berbentuk bulat telur. Menyelesaikan tugas esai milik kelompok mereka yang besok harus sudah diserahkan kepada guru. Menyusun kata demi kata dengan teliti, berusaha agar tak ada satu huruf pun yang salah tempat.

Kali ini mereka diminta membuat esai dengan tema elastisitas. Minggu lalu, Pak Beni, guru fisika mereka, menugaskan mereka untuk bereksperimen dengan berbagai benda elastis yang ada di sekitar mereka, dan menyerahkan hasilnya dalam jangka waktu satu minggu.

Anggota FBI—Fras, Bob, dan Ipung—ditambah Jonathan dan Agus disibukkan oleh berbagai percobaan selama lima hari terakhir. Jonathan dan Agus mendapat tugas mengumpulkan barang yang dibutuhkan, berupa berbagai ukuran pegas, serta papan kayu.

Fras menciptakan rancangan percobaan dengan imajinasinya, Ipung, Jonathan, dan Agus bertugas mewujudkan apa pun yang ada di dalam pikiran Fras. Sedangkan Bob, seperti biasa, bertanggung jawab mencatat apa pun hasil dari percobaan dan membuat laporan sebaik-baiknya.

Fras berimajinasi, membuat perbandingan antara jumlah lilitan pegas serta ketebalan bahan dengan daya elastisitasnya jika diberikan daya tarik dengan masa yang sama.

Kegiatan eksperimen mereka rampung hari ini, tinggal mengetik laporan esai yang akan diserahkan kepada Pak Beni. Jadi Jonathan dan Agus meninggalkan tempat yang disebut sebagai markas FBI lebih awal.

"Aku lapar," gerutu sosok berambut jabrik, kepalanya diletakkan di atas meja, sedang tangannya tengah sibuk memainkan beberapa pegas yang berjajar di hadapannya, menimbulkan beberapa resonansi bunyi yang acak-acakan.

Merasa terganggu, pemuda berkacamata itu akhirnya mengalihkan perhatian dan melirik pada pemuda jabrik, "Fras, tak bisakah kau berhenti melakukannya?"

Pemuda yang dipanggil Fras menatap sahabat di hadapannya, "Aku lapar, Bob! Otakku macet kalau aku lapar. Apa tidak ada makanan lagi di sini?"

Bob hanya memutar bola matanya, sahabatnya ini memang aneh, otaknya akan berjalan sesuai kondisi perutnya dan akan mulai berkelakuan aneh ketika merasa lapar. "Aku belum sempat menambah stok camilan selama dua hari terakhir. Kau bahkan sudah menghabiskan bekal yang sengaja kubuat untuk Ipung."

"Kau menghabiskannya lagi?" seru sosok penuh keringat dari belakang Fras. "Ya, ampun, kenapa mulutmu tak bisa berhenti mengunyah?"

Fras menoleh sambil menyunggingkan senyum manisnya, "Salahmu, kenapa kau malah sibuk dengan alat-alat pelatihan ototmu, sedangkan kita masih ada tugas yang harus diselesaikan."

"Hei, aku juga sudah bekerja keras mewujudkan semua peralatan yang ada dalam imajinasimu. Menyusun laporan adalah tugas kalian," protes Ipung, masih melanjutkan latihannya yang belum selesai. "Lagi pula pertandingan tinggal satu bulan lagi, mana bisa aku bersantai tanpa latihan? Kau juga tau, bekal buatan Bob sangat berharga karena aku tak bisa makan sembarangan."

Ipung, salah satu andalan sekolah mereka dalam bidang beladiri taekwondo. Namun dia sangat bermusuhan dengan asupan kalori. Sekali saja dia makan berlebihan, maka lemak di tubuhnya akan berkembang biak dengan sangat pesat.

Salahkan lemak Ipung yang tak seelastis perut Fras, yang akan tetap ideal meskipun porsi makannya tiga kali lipat lebih besar dari kedua temannya.

Salahkan juga hobi Bob yang suka membuat camilan menggoda selera untuk kedua sahabatnya saat mereka berkumpul seperti ini. Selalu saja ada setumpuk cemilan lezat untuk Fras di markas, serta menu sehat khusus untuk Ipung yang selalu memperhatikan asupan untuk menjaga bentuk tubuhnya.

Sebagai seorang olahragawan, tentu saja Ipung harus selalu menjaga proporsi tubuh agar tidak mempengaruhi gerakannya. Itulah yang menyebabkan Ipung harus selalu menjaga pola makan.

Jadi terkadang, Ipung harus kerja ekstra membakar kalori, jika ingin bisa menikmati camilan lezat yang menggoda iman kreasi Bob sepuasnya.

Meski begitu, Ipung merasa sangat beruntung memiliki sahabat seperti Bob, yang pengertian dan tidak pernah absen membuatkan cemilan sehat untuknya. Juga Fras, yang selalu membantunya saat kesulitan dalam memahami pelajaran, walau makhluk itu lebih sering menghabiskan jatah cemilan miliknya.

Perdebatan mereka diinterupsi oleh dering ponsel, seiring dengan layar yang menyala menunjukkan sebuah nomer tak bernama.

"Siapa, Fras?" tanya Ipung penasaran.

"Gak tahu, Pung, nomer togel." Tangan Fras meraih ponsel dan menggeser gambar telepon hingga sambungan tersambung. "Halo ...."

"Halo, apa benar ini nomer Frastyo?"  Suara di seberang sana menyahut.

"Dengan saya sendiri. Maaf, saya bicara dengan siapa, ya?"

"Jangan terlalu formal, kita seumuran. Aku Sean, aku menghubungi karena ingin meminta bantuan. Kudengar kalian bisa membantu."

Fras mencium aroma kasus baru, ia menatap kedua temannya, yang juga sedang menatapnya, mengangguk sekilas, lantas mengaktifkan pengeras suara agar kedua temannya bisa ikut mendengarkan.

"Bantuan macam apa?"

"Sebelumnya, aku minta maaf, jika aku mengganggu malam-malam. Aku mendapatkan nomer ini dari seorang teman, katanya, kalian suka memecahkan hal-hal aneh."

Orang yang sopan. Fras berbisik hanya dengan gerakan bibir pada kedua temannya yang juga setuju.

"Kami tidak masalah. Soal penyelidikan, tergantung bagaimana anehnya, juga ... bagaimana pertukarannya."

Terdengar kekehan ringan di seberang sana, "Kalian bisa meminta apa pun yang kalian butuhkan jika bisa membantuku."

Mendengar kata 'apa pun' membuat mata ketiga pemuda dalam ruangan tersebut berbinar cerah. Bayang-bayang beberapa benda memenuhi gudang tua yang menjadi markas mereka, membuat semangat terbakar.

"Kami setuju, kami akan membantu selama kami sanggup. Bisa kau ceritakan masalahmu?"

"Maaf, tapi aku yak nyaman menceritakannya lewat telepon."

"Baiklah, kita bisa bertemu di tempat kami, atau di mana pun kamu bisa merasa nyaman."

"Di tempat kalian, aku bisa. Bagaimana jika besok, jam lima sore?"

Fras, menengok ke arah Bob yang menggelengkan kepala, juga Ipung yang membuat tanda silang di depan dada, sambil mengacungkan tiga jari. Dia mengernyit heran, tapi mengerti apa maksud kedua sahabatnya tersebut.

"Maaf, sepertinya kami tidak bisa kalau besok, bagaimana jika tiga hari lagi? Hari itu kami tidak ada kegiatan tambahan di sekolah."

"Baiklah, aku akan datang ke sana tiga hari lagi."

Sambungan telepon berakhir, menyisakan tiga orang dalam ruangan tersebut dalam kesunyian untuk beberapa saat.

"Jadi, bisa jelaskan padaku, kenapa kalian menolak kedatangannya besok?" Fras menuntut penjelasan.

Bob bersidekap, memandang temannya yang kadang kelewat tidak peka. "Kau tak lihat bagaimana keadaan markas? Setidaknya aku butuh waktu sehari untuk bebersih."

Ipung tak mau kalah memberi argumen, "Seperti yang kau tau, lusa adalah hari terakhir klub taekwondo berkumpul, sepertinya akan sampai larut."

"Dan jangan coba-coba menerima klien sendiri kecuali kau ingin memanganinya sendiri juga," ujar kedua sahabatnya kompak.

Fras tentunya ingat betul, jika dia pernah menerima kasus tanpa sepengetahuan kedua sahabatnya, dan tak menerima bantuan sama sekali. Padahal saat itu Fras hanya lupa jika mereka memiliki peraturan semacam itu.

Tapi Ipung yang paling sering menerima permintaan secara pribadi, hanya karena permintaan sepele dan tak perlu campur tangan kedua sahabatnya. Demikian pula dengan Bob.

Jika diingat-ingat dan dihitung, permintaan bantuan yang datang pada Ipung,  lebih tinggi dibanding kedua temannya. Itu karena rata-rata klien membutuhkan bantuan secara fisik.

Hantu di Rumah Kosong (?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang