"Hargai selagi ada, genggam sebelum hilang."
-Princella Calista"Mau beli apa lagi hm?" tanyanya seraya mengelus puncak kepalaku.
"Emm, aku mau it--"
Drtt drtt
"Bentar-bentar, aku angkat telfon dulu." Lelaki itu kini menjauh dari hadapan seorang gadis yang sedang memeluk boneka beruang berwarna merah.
"...."
"Iya, aku kesana sekarang."
Beep
"Kenapa, Ky?" tanya gadis yang sedang memeluk bonekanya erat.
"Aku harus nemuin, Leca. Dia demam. Kamu nggak papa kan pulang sendiri? atau aku suruh Bagas aja buat jemput kamu?"
Gadis itu menggeleng. "Nggak usah, Ky. Aku nggak mau ngerepotin orang. Udah, sekarang kamu temuin, Leca. Salamin ke dia semoga cepet sembuh. Aku biar pulang sendiri."
"Nggak papa ya?" Lagi-lagi gadis itu hanya bisa mengangguk tanda mengiyakan.
"Aku janji, bakal ganti quality time kita." Gadis itu tersenyum.
"Aku pergi dulu daaahhh! Love youu!"
Tes.
Cairan bening itu kini keluar dari kelopak mata gadis itu. Gadis yang baru ditinggal pergi oleh pacarnya. Sakit? oh sudah jelas. Bagai ditikam seribu belati secara bersamaan dalam waktu sedetik saja.Princella Calista, mungkin dari kalangan SMA Bhakti Muda sudah tidak asing lagi dengan nama itu. Panggil saja dia Ella. Gadis dengan sejuta senyuman, gadis dengan sejuta kesabaran, gadis dengan sejuta keceriaan, dan gadis yang selalu mengikhlaskan pacarnya lebih mementingkan sahabat masa kecilnya. Sebagaian orang menganggap Ella adalah orang bodoh. Kenapa bodoh? karena ia selalu saja mengiyakan tindakan pacarnya, yaitu Ekyel Fenando dengan perlakuan yang membuat semua orang geram dengan tingkahnya.
Ella menghapus air matanya secara sarkas. Ia membawa langkah kakinya menuju kearah halte bus yang sepi.
Tampaknya langit juga ikut bersedih sama halnya dengan Ella, awan yang semula putih itu kini berubah menjadi hitam, dan buliran tetesan air turun dari atas langit secara bersamaan diiringi dengan petir yang sangat keras. Hujan deras.
Dingin. Itulah yang dirasakan Ella sekarang, ia menggosok-gosokan kedua telapak tangannya lalu ia tempelkan kearah pipi chubynya.
Ting!
Satu buah pesan masuk ke ponsel Ella. Ella segera membukanya.
Eky❤
Udah di rumah kan?Udah
"Maaf , Eky. Aku bohong." Batin Ella.
Yaudah besok aku jemput ya?
Ella tersenyum getir membaca pesan dari sang kekasihnya itu.
Iya.
DUARR!!
Suara petir dan guntur saling bersahutan, Ella segera memasukan ponselnya kedalam tas kecilnya. Ia memeluk tubuhnya sendiri seraya mengusap kedua bahunya untuk mengusir rasa dingin itu. Pantas saja dingin, Ella hanya memakan dress selutut tanpa lengan.
DUARR!!
Lagi-lagi suara petir menggelagar, cahanya mengkilap-kilap. Mungkin sebagian orang sekarang sedang berada di dalam rumah menikmati secangkir coklat panas dengan nyaman, lain hal dengan Ella yang tengah dilanda kedinginan.
Tit titt titt ...
Suara klakson mobil terdengar dari arah kiri, Ellabtidak menyadarinya ia fokus memejamkan matanya dan mengusap-usap bahunya. Seseorang dari dalam mobil keluar dengan membawa payung berukuran sedang, orang itu pun menghampiri Ella yang tengah memejamkan matanya.
"Lala?!" Orang itu terkejut.
"SAM!" seru Ella, ia langsung memeluk tubuh tegap Sam, teman masa kecilnya sekaligus teman dari Eky pacarnya.
"Lo kok bisa ada disini? Inikah hujan deres, La." Ella hanya diam menangis di dada Sam.
"Ayo, gue anterin pulang." Sam menuntun Ella menuju ke mobilnya.
Dalam perjalanan Sam dan Ella hanya diam tak ada percakapan dan tak ada yang mau memulai. Ella sedari tadi hanya diam memandang kearah luar tepatnya dikaca mobil, tatapannya kosong mengingat semua kejadian ia dan Eky, mengingat ketika Eky lebih mementingkan Leca dibandingkan dengannya, mengingat betapa sakitnya ia ditinggalkan seperti tadi. Bukan satu kali atau dua kali, Ella sering ditinggalkan hanya karena gadis yang bernama Leca.
Tak sadar cairan bening itu kini lolos begitu saja dipipi mulus Ella, Sam yang sedang fokus mengendarai mobil pun melirik kearah Ella sebentar.
"Kalo lo udah nggak sanggup putusin, La. Gue ngga rela air mata lo, lo buang terus-terusan buat, Eky. Setiap gue ngeliat lo nangis gara-gara Eky rasanya gue sakit." Tangan kiri Sam menggenggam tangan kanan Ella.
"Gue bakal putusin dia, Sam. Tapi nanti, nanti kalo gue udah bener-bener berada dititik rapuh, bener-bener dititik udah nggak mampu lagi merjuangin, Eky." Ella menghapus air matanya dengan perlahan lalu ia tersenyum.
"Gue tunggu waktu itu, La. Gue sayang lo." Ella hanya tersenyum dengan tangan kanannya yang masih dugenggam oleh Sam. Toh, dari kecil ia sudah sering seperti itu dan Ella sama sekali tidak risih.
***
Sad story huhuu:(
Next?

KAMU SEDANG MEMBACA
PRINCELLA (Slow update)
Teen FictionHargai selagi ada, genggam sebelum "hilang." -Princella Calista