Trapped

124 16 1
                                    

Sehun menatap pria dihadapannya tanpa emosi. Latte yang dia pesan dingin tak tersentuh. Sudah hampir lima belas menit dia hanya duduk diam. Membiarkan pasangannya berbicara, beralasan, untuk membuat kesalahan yang dia lakukan kali ini terlihat sepele, terlihat benar untuk dilakukan.

Suasana cafe yang sepi hanya menambah parah keadaan pikirannya yang semerawut, 'apapun, apapun itu,' batin Sehun nelangsa. Dia butuh suara lain untuk masuk ke pendengarannya selain rentetan kata penjelasan menyakitkan yang diutarakan kekasihnya.

Sehun menyukai cafe ini karena suasananya yang sepi dan hangat. Terlepas dari seberapa banyak dia dan kekasihnya melakukan 'date' di tempat ini, dia tidak pernah bosan. Namun kali ini, Sehun ingin sekali mengutuk tiga orang pengunjung yang sibuk dengan gadget atau tumpukan kertas di meja mereka tanpa bersuara.

Pasangan lansia yang berada tiga meja darinya memandang Sehun iba, meskipun dengan masker dan topi hitam, mereka dapat melihat bagaimana postur tubuh Sehun menunjukkan betapa lelah pemuda itu, belum lagi fakta bahwa suara pelan kekasihnya tertangkap telinga mereka. Sebagai orang asing, mereka hanya bisa tersenyum kecil mencoba menguatkan Sehun.

"Karenanya, kau harus mengerti Sehun-ah."

Sehun mendesah lelah, pandangannya turun kearah meja, entah kenapa, memandang pria yang sudah beberapa tahun menjadi kekasihnya membuat hati Sehun teriris.

Tapi... karena alasan apa?

Apa yang membuat Sehun sakit hati sebenarnya? Kekasihnya? Perbuatan yang dilakukan pria itu? Atau fakta bahwa Sehun tidak pernah bisa memutuskan dengan pikiran lurus jika bersangkutan dengan pasangannya?

'Aku harusnya tidak memihak,' ucapan Baekhyun menggema di pikirannya, 'Maksudku, kalian berdua adalah adikku, kita sudah seperti keluarga. Tapi-,'

Sehun mengedipkan matanya beberapa kali, mencoba fokus terhadap apa yang dikatakan hyung-nya saat dia meminta saran beberapa hari yang lalu ketika berita menyakitkan itu sampai ke telinga Sehun, bukan mendengarkan kekasihnya yang kembali mengutarakan alasan lain tentang kenapa Sehun harus memaafkannya.

'-tapi, bukankah yang dia lakukan sudah berlebihan? Kau membiarkannya begitu saja saat pertama kali hal itu terjadi, bukankah, bukankah kau harus lebih memikirkannya karena ini sudah terjadi untuk yang kedua kali?'

Saat itu Sehun hanya menunduk, tidak menjawab ucapan Baekhyun, membuat yang lebih tua mengerutkan alisnya,

'Ini sudah lebih dari dua kali, kan?'

Baekhyun memastikan, yang dibalas dengan anggukan kecil. Dia menjambak rambutnya pelan, tidak menyangka bahwa kedua adiknya saling menyakiti satu sama lain, lebih lagi bagaimana Sehun memilih diam daripada mengatakan apa-apa.

'Sehun-ah, apa yang sebenarnya kau inginkan dari hubungan ini?'

Sehun sebenarnya tidak tahu lagi. Perasaannya tidak lagi menggebu-gebu seperti saat umurnya masih diawal dua puluhan, tapi dia tahu bahwa rasa suka, tidak, bahwa rasa cinta itu masih ada. Namun, seperti yang diucapkan Baekhyun saat itu, apa yang Sehun harapkan?

Dia pikir, mereka akan baik-baik saja seperti saat hubungan mereka masih baru. Apalagi dengan semua ucapan yang dibisikkan kepada Sehun kalau mereka akan tetap sama, tidak akan berubah, mereka akan menghadapi dunia bersama hingga akhir nafas. Manusia memang rentan terhadap perubahan, harusnya Sehun menyadarinya sebelum dia tenggelam terlalu dalam.

"Aku bukannya sengaja untuk me-"

"Kai, Jongin, tolong..."

Sehun memotong, suaranya pelan, dia tidak ingin menangis di publik, hell, dia tidak ingin menangis sama sekali karena masalah bodoh yang harusnya bisa Sehun selesaikan ketika dia mendapati hal tersebut untuk yang kedua kali.

"Aku lelah sekali dengan semua ini."

Jongin memandang Sehun frustrasi, tangannya kembali menyisir rambutnya pelan, "Sehun, aku juga lelah, karena itu, kau-"

"Sebenarnya apa yang kau inginkan dari hubungan kita?"

Sehun mengulang pertanyaan Baekhyun, karena jujur, dia sendiri tidak tahu apa makna dari hubungan mereka.

"Aku tidak ingin kita berpisah, Sehun." Ujar Jongin tegas.

"Lalu kenapa kau melakukannya lagi?" Sehun menelan ludahnya, "Kenapa kau mengecewakanku lagi, Jongin-ah?"

Kali ini Jongin mengusap wajahnya lelah, kemudian memilih meneguk espressonya cepat, mengidahkan rasa pahit cafein yang melekat di lidahnya.

"Oke, aku tahu. Aku tidak akan melakukannya lagi, saat itu aku tidak tahu betul apa yang aku lakukan, aku-"

"Kau mengencaninya, Jongin. Kau-"

"Demi Tuhan, Sehun! Dengarkan aku!" Jongin berucap frustrasi.

Pasangan lansia tadi melirik mereka namun segera menyibukkan diri ketika melihat mata merah Jongin yang memandang Sehun kesal.

"Babe, dengarkan aku, ya?" Kata Jongin lembut. Begitu dia medapati Sehun mengangguk, Jongin melanjutkan.

"Aku berteman lama dengan Krystal, tentu tidak mustahil kalau aku menyukainya, tapi kita sudah pernah membahasnya kan?"

Sehun mengangguk kembali, tidak tahu apa yang harus dia lakukan ketika peristiwa pahit itu dia ingat lagi.

"Jennie adalah teman dekat salah satu hyung-ku, dia menyuruhku untuk menjaga Jennie. Aku tidak tahu bagaimana awalnya, tapi akhirnya, seperti yang kau katakan, kita berkencan."

"Kita sudah berkencan jauh sebelum itu, kenapa-"

"Aku lupa, oke? Aku lupa."

Sehun meringis dalam hati. Bagaimana mungkin Jongin bisa lupa tentang kekasihnya sendiri? Sebenarnya dia menganggap Sehun apa?

"Aku sudah melakukannya dua kali, aku tidak akan melakukannya lagi."

'Tapi kau sudah melakukannya lebih dari dua kali, Jongin-ah.' Batin Sehun nelangsa.

Harusnya, harusnya Sehun mengakhiri hubungan toxic ini sejak awal, seharusnya dia tidak terbutakan oleh ucapan manis kekasihnya. Harusnya, dia tidak membutakan diri hanya untuk keinginan egoisnya untuk memiliki seorang Kim Jongin.

"Karenanya, Sehun. Tolong, kumohon," Jongin meraih tangan Sehun dan menggenggamnya erat, "Jangan marah, ya? Tetap bersamaku, aku tidak ingin kau pergi."

'Aku selalu disini, Jongin. Kau yang selalu memilih pergi.'

Sehun menghela nafas, hatinya ngilu. Batin dan pikirannya tidak bisa berjalan lurus. Dua hal itu tidak pernah berjalan lurus. Logikanya memohon untuk Sehun agar melepaskan Jongin, tapi...

Genggaman Jongin mengerat, dia tersenyum sembari memandang Sehun, menunggu dengan sabar balasan kekasihnya, karena dia yakin akan jawaban Sehun.

"Jongin,"

Sehun balik menggenggam tangan Jongin tak kalah erat. Matanya yang tak tertutup masker membentuk eyesmile yang selalu Jongin lihat ketika mereka bersama.

"Kau sudah besar, Sehun. Kau tahu apa yang terbaik untukmu."

"Dia tidak sepadan dengan sakit hati yang kau dapatkan."

"Sehun, pikirkan baik-baik. Dia menyakitimu berkali-kali."

"Sehun, berhenti, okay?"

Jongin balik tersenyum, dia mengelus tangan kekasihnya pelan.

"Jangan merendah untuknya, hun-ah."

Sehun menghela nafas, mencoba menghilangkan ucapan teman-temannya di pikirannya. Dia tahu apa yang harus dia lakukan. Ini hidupnya, perasaannya. Tidak ada yang tahu apa yang dia rasakan kecuali dirinya sendiri.

"Kenapa kau bertahan bersamanya?"

"Aku mencintaimu Jongin, jangan tinggalkan aku."

Karena, Sehun sudah terperangkap terlalu jauh. Dia tidak bisa merangkak keluar.
.
.
.
.
.


.

Depression and sickness. Those are my excuse~

Hm?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang