Dua : First Meet

59 11 2
                                    

Hidup adalah serangkaian kebetulan, kebetulan adalah takdir yang menyamar.

☁️☁️☁️

"Hai, perkenalkan namaku Yerim Cecylia." Tangan Yerim bergetar hebat. Ia kemudian meremas rok seragamnya, berharap setidaknya dengan itu rasa cemas dan gugupnya berkurang.

"Kalian bisa panggil aku Yerim, sekian." Remasan tangannya mengerat, dadanya juga kian menderu hebat. 

Yerim, kamu harus tenang. Tenang oke, tenang.

Kemudian sebuah tepukan halus membuatnya tersadar. "Yerim? Kamu nggak apa-apa?"

"Oh, em, iya bu. Sss...sa...ya nggak apa-apa kok bu." Yerim berusaha memberikan senyuman terbaik kepada wali kelas barunya.

"Kamu nggak usah gugup, Yerim." Bu Ciciㅡwali kelas Yerim tersenyum menenangkan. 

"Saya akan berusaha membuat kamu nyaman di kelas saya. Saya juga  berusaha menepati janji saya ke bunda kamu." Yerim mengangguk kikuk. Oh, jadi ini yang membuat bunda dan Bu Cici berbincang cukup lama.

Ah, kayaknya bunda bicara banyak tentang aku ke Bu Cici.

"Anak-anak,di sapa dong teman baru kalian, Yerim."

"Hai Yerim." Seluruh siswa kompak menyapa Yerim. Yerim membalasnya dengan senyum canggung. Diam-diam ia memainkan jari kukunya gugup.

"Yerim, kamu bisa duduk di bangku ketiga dari depan. Di samping Kalara." Bu Cici akhirnya mempersilahkan Yerim duduk.

"Bu, nggak ada sesi tanya jawab?" Baru saja Yerim mendudukkan diri di bangkunya, seorang cowok dari bangku paling belakang mengacungkan tangan dan bertanya pertanyaan yang paling ingin Yerim hindari.

"Kalian bisa bertanya kepada Yerim nanti, sekarang waktu nya materi." Cowok itu menghembuskan napas kecewa, diikuti beberapa siswa lainnya. Berbeda dengan Yerim, ia merasa sangat lega. Memperkenalkan diri dikelas saja sudah membuatnya gugup bukan main.

Yerim mengeluarkan buku catatan dan alat tulisnya. Jam pertama, pelajaran Bahasa Indonesia.  Dengan fokus penuh, ia mencatatat materi yang di catatkan dan sampaikan oleh Bu Cici. Kali ini materinya tidak terlalu sulit, ia sudah pernah mendapatkannya dari Ms. Anata. Yerim tersenyum kecil. 

"Wah, lo nyatet nya cepet banget. Gue aja masih sampai poin pertama." Yerim menghentikan aktivitasnya catat mencatatya. Menoleh dan mendapati wajah seorang gadis bersurai hitam lurus sebahu dengan mata monoloid yang indah.

Ia menatap buku catatan Yerim dengan tatapan tak percaya. "Tulisan lo juga rapi."

Yerim tersenyum. Mengangguk kemudian menyisipkan anak rambutnya ke belakang telinga, bingung mau memberi respon apa. 

"Hai, gue Kalara Shaleeta. Panggil aja Kalara, oke." Gadis itu mengulurkan tangannya. Sejenak Yerim merasa ragu. Menimang-nimang apa yang harus ia lakukan. Diabaikan juga sepertinya tidak sopan. Lagian gadis di sampingnya ini kelihatan baik. Nggak ada salahnya kan menambah teman. Tujuan awalnya juga membuat dirinya lebih terbuka. 

"Hai Kalara. Aku Yerim."

"Oke. Kita teman." Kalara tersenyum hingga matanya membentuk garis. Manis sekali. Setelahnya, ia kembali fokus pada catatannya. Ternyata ia tertinggal materi cukup jauh.

Bagus Yerim. Awal yang nggak terlalu buruk.

☁️☁️☁️

Seorang cowok bertubuh jakung dengan mata bulat dan surai hitam halus berjalan lemas menyusuri koridor kelas IPA yang nampak tenang. Tidak ada jamkos. Hampir semua murid memperhatikan guru yang mengajar. Walaupun ada beberapa diantara mereka yang tertidur pulas atau sekedar memainkan ponsel di loker meja.

PropinquityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang