Denting suara sendok dan garpu yang beradu dengan piring menjadi pemandangan yang lazim di rumah ini setiap paginya. Enam orang duduk menikmati seporsi spagetti dengan irisan bawang bombay dan topping daging cincang. Di tambah dengan lelehan mozarella menambah nikmatnya sarapan pagi ini.
"Siapa dia, Mom?" tanya lelaki yang usinya paling muda di antara mereka.
Raymond, putra bungsu keluarga Anderson yang berusia delapan belas tahun. Statusnya adalah seorang pelajar di sebuah universitas ternama di pusat kota.
"Tiffany," jawab wanita paruh baya berusia lima puluh tahun, yang dipanggil mom tadi. Marry, dia adalah istri dari tuan Anderson sekaligus nyonya rumah ini.
"Maid baru?" tanya seorang lelaki berusia dua puluh tiga tahun yang duduk di tengah. Matanya sejak tadi mencuri pandang, pada gadis yang membawakan sekeranjang roti dan meletakkannya di meja. Richard, putra kedua keluarga Anderson. Dia bekerja sebagai seorang arsitek yang membantu proyek ayahnya.
"Bukan. Dia anak bungsu Sam. Sepupu jauhku." jawab wanita itu lagi.
"Cantik," kata seorang lelaki lain berusia tiga puluh satu tahun yang duduk di ujung. Dia adalah putra sulung dari keluarga ini. Kenhart, seorang pengacara terkenal di pusat kota. Jaringan bisnis ayahnya yang cukup besar, membuat karirnya melesat dengan cepat.
"Tutup mulutmu, Ken!" Mata wanita itu terbelalak. Sementara yang lain hanya tersenyum geli melihat kelakuan dua orang ini.
"Sarapan macam apa ini!" Sosok lelaki paruh baya lima puluh tiga tahun itu meletakkan sendok dan garpu dengan kasar, lalu mengambil lap dan membersihkan mulutnya, juga menghabiskan air dalam sekali teguk. "Aku berangkat." Dia berjalan meninggalkan ruang makan itu dengan tampang angkuh.
Jack Anderson, sang tuan di rumah ini. Seorang pengusaha real estate dan perumahan yang sedang berkembang di pusat kota.
Semua orang terdiam melihat kepergiannya. Lalu kembali menikmati sajian masing-masing seolah-olah tak terjadi apapun tadi.
"Kau tidak berpamitan dengan mommy, Son?" ucap seorang wanita tua berusia tujuh puluh tahun yang duduk tenang sambil menikmati seporsi kentang tumbuk yang ditaburi parsley dan keju parut.
Lelaki tadi berbalik lalu berjalan kembali menuju kursi sang ibu dan mengecup pipinya. "Aku berangkat," bisiknya.
Mengabaikan semua orang di sana termasuk istrinya.
Marry menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. Sudah hampir dua tahun ini sikap suaminya berubah. Sejak ada orang ketiga di dalam kehidupan rumah tangga mereka.
"Aku berangkat, Mom."
Satu per satu putranya berjalan meninggalkan ruang makan. Seperti kebiasaan di dalam rumah ini, mereka akan mengecup lembut pipi sang nenek sebelum berangkat.
Wanita tua itu akan terkekeh ketika sang cucu menggodanya dan mengatakan bahwa dia tetap cantik sekalipun usianya sudah mendekati satu abad.
"Antar aku ke kamar, Marry." Susan, itulah nama sang nenek. Dia adalah ibu kandung dari Jack. Marry adalah menantu kesayangannya, karena itu dia memilih untuk tinggal bersama mereka.
"Mommy mau tidur?" tanya Marry setelah membersihkan mulutnya dan menghabiskan segelas susu.
"Hem. Cuaca hari ini mendung, aku ingin merebahkan tubuh tuaku di kasur empuk." Dia meletakkan lap di meja. Menyusun sendok bersilangan dengan garpu. Gaya khas para kaum bangsawan yang sangat mengerti etika di meja makan.
"Tiffany!" Marry berteriak memangil.
Tak lama gadis yang dimaksud datang dengan langkah cepat.
"Yes, Madam?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Andersons [Tamat]
RomanceKenhart Anderson, 31 tahun. Seorang pengacara andal yang juga putra sulung dari pengusaha real estate Jack Anderson, telah jatuh cinta kepada seorang wanita muda bernama Tiffany Marlyns, 19 tahun. Putri bungsu dari sepupu jauh ibunya. Sejak awal gad...