1.1

8.5K 915 58
                                    

Retania Wardana

Social Media Merit System Score: 9,2/10





Kuperhatikan satu persatu lampiran foto yang dikirim oleh fotografer pada saat pembagian hadiah di panti asuhan. Kubuang satu karena ekspresiku terlihat tidak senang, kubuang satu lagi karena senyumku terlihat tidak ikhlas, kubuang lagi yang satu karena posisi berdiriku seperti orang malas. Katanya fotografer dengan SMMC 9/10, kok dari sekian banyak belum ada foto yang bagus? Aku harus posting apa hari ini?

Kupaksa diri untuk bangun meski jam baru menunjukkan pukul tujuh pagi. Sudah lima hari aku bolos pilates karena ada syuting video klip di Jepang. Aku harus berolahraga lagi demi menjaga kebugaran dan otot perut. Ku berjalan ke closet dan tidak menemukan tas olahraga Stella McCartney terbaru yang kubeli di Tokyo. Ah sialan, pasti Suci belum membereskan isi koperku.

"SUCIIII!" Aku berteriak, kesal. Mau diajari berapa kali lagi sih untuk berbenah yang benar?!

Kuhitung mundur sepuluh detik, tidak ada tanda-tanda. Dasar budek! Dengan langkah penuh emosi kulangkahkan kaki keluar dari kamar. Padahal pekerjaan Suci hanya mengurusi kebutuhanku karena bebersih sudah ditangani oleh pihak manajemen apartemen. Tetap saja Suci ini lebih sering malasnya ketimbang kerja. Heran. Orang zaman sekarang ini mau terima duit tanpa kerja ya? Tidak tahu apa bahwa aku juga perlu banting tulang untuk tetap dapat hidup enak?

"SUCIIII!" Kupanggil lagi namanya.

Terdengar langkah Suci tergopoh-gopoh.

"Ada apa, Non?" Tanyanya.

"Suci, barang saya yang di koper udah dibongkar belum?" Tanyaku dengan emosi.

Suci mengangguk, "Sudah kok, Non."

Ganti aku yang heran, "Terus tas baru olahraga saya kamu taruh mana Suciiiiii?!"

"Saya taruh di lemari, Non," Dia menjawab kemudian bergegas ke Walk-in-closet di kamarku.

Aku mengekor di belakangnya sambil geleng-geleng.

"Nggak ada tahu nggak. Kamu buang-buang waktu saya! Mana tuh coba di lemari tas nggak ada!" Aku makin emosi.

Suci membuka lemari outfit olahraga dan voila, tas olahraga itu teronggok di sana.

"Ini Non," Katanya sambil menyerahkan kepadaku.

Hampir saja kutempeleng kepala Suci. Untung aku sopan.

"Sejak kapan tas ada di lemari baju olahraga, Suci?" Aku melipat kedua tangan di dada.

"Ini kan buat olahraga, Non," Suci menyahut. Goblok.

Mataku menyala, "SUCIIII SUDAH BERAPA KALI SAYA BILANG KALAU TAS ITU DI LEMARI TASSS!!!!!"

Kubentak Suci karena sudah tidak tahan lagi. Kapan sih pintarnya ini orang?!

Suci menunduk, "Maaf, Non."

"Kamu kalau begini terus saya ganti ya!" Aku mengancam.

Suci permisi keluar. Aku lanjut berbenah lalu berangkat ke studio pilates. Supirku seperti biasa terlambat lima menit dari biasanya. Kenapa orang-orang di sekitarku tidak ada yang becus?! Kutelepon manajerku yang belum juga mengangkat panggilanku. Pasti kebanyakan pacaran malam tadi dan mabuk sehingga jam segini masih tidur.

Kuhembuskan napas kesal. Sialan!

Mobil menepi di Gedung 'Citra' di Senopati. Aku menarik napas sebelum turun. Sudah dua tahun ini aku berolahraga di Citra. Habis gedungnya lengkap. Selain ada studio, juga ada gym, restoran sehat, dan salon. Aku bisa ganti ke gym ketika bosan berakrobat di studio. Makan tinggal diantar, dan ketika perlu dipercantik juga hanya perlu melangkah sedikit. Kubuka pintu Citra dan mendapati pelayan restoran tampak berbenah dan menerima pesanan.

Aku tersenyum, "Pagi."

"Pagi mbak Retania," Sapa pelayan restoran sumringah.

Aku menebar senyum sambil berjalan ke studio.

Kulihat pengunjung lain melirikku.

"Itu artis kan ya?" Tanya pengunjung.

Pelayan berbisik, "Iya, mbak Retania Wardana. Sering olahraga di sini. Orangnya baik banget, ramah, nggak sombong."

Aku tersenyum puas.

Life ScoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang