[3] Satu meja

5 0 0
                                    

Akhir pekan, Andreas mengajak Gladys jalan-jalan keluar. Kencan pertama? ya sebut saja begitu. Mereka sudah mampir ke karnival, makan siang, ke bioskop dan terakhir ke toko boneka.

"dre, liat deh. Lucu," Gladys meraih boneka beruang dengan topi merah muda di kepalanya.

"Lucuan itu kali," Andreas menunjuk boneka anak babi yang berada di rak boneka sebelahnya.

"Lucu kek kamu, hehe...." Gladys tertawa kecil, memperlihatkan lesung pipinya yang membuatnya terlihat makin manis.

Andreas mencubit pipi Gladys pelan, "habis ini mau mampir kemana lagi?."

Gladys berpikir sejenak, "Pulang aja deh. Udah kelamaan kita keluar."

"Siap tuan putri."

Andreas baru saja membayar boneka beruang Gladys. Matanya teralihkan oleh gantungan kunci boneka smurf di dekat kasir.

"Buat siapa?."

"Siapa ya.... ?"

"Pasti Andin, benar kan?."

"Benar."

Gladys tersenyum tipis sambil menatap gantungan kunci di tangan Andreas. "Andin beruntung banget punya sahabat kek kamu."

"Kamu lebih beruntung punya pacar kek aku."

"Apaan sih...." Gladys mencubit lengan Andreas yang sedang tertawa.

Berbeda dengan Andreas dan Gladys yang menghabiskan akhir pekan dengan jalan-jalan berdua. Andin malah terkena sial.

"Bunda! shh," Andin berteriak pelan karena pijatan bunda di pergelanggan kakinya yang keseleo akibat kecelakaan kecil di lampu merah saat ia dalam perjalanan pulang tadi.

"Hm, rasain. Siapa suruh gak bisa diem di rumah?," Bunda melotot pada Andin.

"Demi apapun bun, ini semua karna emak-emak yang belum paham tata tertib berlalu lintas."

Bunda menekan pergelanggan kaki Andin yang keseleo, membuat Andin meringgis. "Diem," tegur Bunda.Bunda mengalihkan pandangannya pada seorang cowo yang membantu Andin tadi. "Siapa namamu nak?."

"Arion tante."

"Makasih ya udah nolongin anak tante." Bunda memajukan sedikit wajahnya. "Emang suka ngerepotin orangnya hehe...."

"Haha... enggak kok tante, kita satu kelas juga." Arion melirik Andin yang masih meratapi kakinya yang agak membengkak.

"Tante buatin minum dulu ya," Bunda tersenyum lembut pada Arion, lalu beranjak pergi ke dapur.

Andin menoleh pada Arion dengan wajah datar, "Gue tau lo mau ketawa."

Arion mengerutkan keningnya, sedetik kemudian ia tertawa. "Hahaha, sorry sorry. Lo lucu waktu ngomelin balik ibu- ibu yang tadi."

"Iyalah, emak itu yang nabrak gue karna nerobos lampu merah malah gue yang diomelin karna gak cepat-cepat katanya. Dikira gue lagi balapan apa harus cepat-cepat, mana gue pake sepeda lagi. " Andin semakin cemberut saat mengingat kejadian ia dimarahi oleh ibu-ibu yang menabraknya di depan banyak orang.

"Besok gue jemput mau?," Arion menunggu jawaban Andin, "rumah gue satu arah juga sama lo."

Bunda datang dari dapur sambil membawa minuman dan beberapa cemilan langsung menyahut, "boleh lah... sekalian sarapan disini juga boleh," bunda mengedipkan matanya saat mendapati pelototan dari Andin.

"Makasih udah nolongin gue," Andin memegang lehernya.

"Selow...." Arion senyum manis.

"Oh ya jaket sama uang lo," Andin bangkit perlahan dari tempatnya, "Gue ambil dulu ya."

HIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang