Sang Pembuka Gerbang

12 0 0
                                    

Kelasku sama saja seperti kelas SMA pada umumnya. Beragam jenis murid ada di sana. Dari mulai yang cerdas dan kebanggan guru hingga si biang onar langganan dipanggil BP. Dari yang suka berdandan hingga yang hanya bisa mojok sendiri di sudut karena pemalu. Dimulai dari yang berghibah hingga yang solehah. Semua lengkap terdapat di kelasku.

Kelebihan sekolahku adalah peraturan yang lumayan ketat dan kepala sekolah super disiplin, sehingga masalah di sekolahku relative sedikit dan langsung ditangani oleh kepala sekolah. Bisa dibilang reputasi sekolahku cukup baik.

And who am I?

Emmm mereka bilang aku si 'nerd'. Dan aku pikir itu benar. Aku sama sekali takkan membela diri karena aku memang merasa aku ini aneh. Aku sebenarnya benci keluar rumah, keluar kamarku lebih tepatnya. Tapi tentu tak bisa kuturuti mauku untuk selalu hibernasi di rumah, aku tetap harus menjalani kehidupan layaknya remaja seusiaku. Kalau tidak aku akan melihat kilat kesedihan di mata ibu, itu hal yang paling kubenci.

Temanku cuma satu satunya sedari dulu kala, untungnya aku selalu bisa sekelas dengannya. Namanya Titin, dia tinggi dan baik hati. Aku tak harus banyak bicara jika tak ingin dan dia mendengarkan ketika cerewetku muncul. Singkatnya kami klop.

Kisah ini diawali dengan naiknya kami ke kelas 11. Kembali dengan ajaibnya aku bisa sekelas dengan Titin. Kami ditempatkan di kelas XID. Uniknya atau anehnya, bangunan kelas XI D itu kelas yang tidak selaras dengan kelas lain. antara kelas XIC dan XID terpisahkan lorong kecil yang mengarah ke kantin. Kelas kami juga tidak tersambung dengan bangunan lain.

Sejak aku masuk di kelas itu, setiap malam aku selalu bermimpi. Aku bermimpi berada di sebuah bangunan indah. Aku berlatih pedang dan memanah. Lalu di mimpi lain aku berkumpul dengan remaja seusiaku. Kami berlari, memanjat gunung, melompat tebing dan menyelami sungai yang bening. Dan mimpi-mimpi lain hanya potongan-potongan yang memudar saat ku bangun.

Awalnya kupikir hanya mimpi biasa saja, sampai hari itu. Aku sedang asyik mencoret-coret bagian belakang bukuku, ketika guru jam pertama masuk. Titin menyikut lenganku dan semakin menyikut ketika aku berusaha tak peduli.

"Apa sih?"

Titin hanya menggerakkan dagunya ke depan kelas.

Ketika aku melihat ke depan, mataku langsung membesar.

Dia?

Eh, dia siapa?

Dimana aku pernah lihat ya? Kenapa dia familiar sekali.

Rambutnya hitam dan sedikit keriting. Kulitnya putih sekali, tapi terlihat manly karena badannya yang tegap. Hidungnya mancung dan bibirnya tebal. Matanya yang sipit sedang memandang berkeliling. Otakku sibuk mencari-cari di laci memori, dimana aku pernah melihat dia?

"Ganteng banget kan? Tapi aneh ... kok kayanya aku pernah lihat ya..." ucap Titin menyadarkanku. Oh berarti bukan aku saja yang merasa mengenalnya. Mungkin dia mirip artis yang pernah kami lihat di Televisi atau internet.

"Halo..." suaranya entah kenapa terasa berwibawa. "Nama saya Krisna, saya pindahan dari Jakarta. Kalian boleh memanggil saya Kris. Salam kenal semuanya."

Kris memandang berkeliling dan ketika matanya sampai padaku. Pertama kalinya aku tak menghindari bertatapan dengan orang lain dan seketika kesadaran menerpaku. Mata itu.

Dia...

Dia bukannya orang di ... di mimpiku?

Dan potongan-potongan mimpi pun membanjiri ingatanku. Benar. Itu dia. Dia berada di sana juga. Di tempat di mimpiku. Ah apakah aku sudah mulai gila? Pasti aku cuma berhayal saja kan? Aku pasti terlalu lelah atau apa pun itu. Lagipula aku tak terlalu mengingat wajah orang-orang di mimpiku selama ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 08, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

terjebak di "DUNIA MIMPI"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang