Klining..
Suara lonceng di atas pintu masuk toko kue tersebut berbunyi pertanda ada seseorang yang membukanya. Hinata yang sedang membersihkan etalase yang kosong mengalihkan pandangan ke arah tersebut.
"Kau tidak ada pekerjaan lain selain datang ke tempat ini?" Ujar Hinata pada seseorang yang datang.
"Memangnya aku tidak boleh datang ke sini?" Jawab orang tersebut sambil duduk di salah satu kursi yang tersedia di sana.
Hinata mengedikkan bahu sebagai jawaban.
"Kukira hampir dua tahun tidak bertemu kau akan berubah menjadi lebih manis. Ternyata sama saja."
Hinata yang merasa tersinggung lantas melempar kain lap nya ke atas meja kasir. "Maaf saja kalau aku tidak manis."
Joseph pun muncul dari dapur sambil membawa bungkusan berisi sebuah kotak. "Kalian ini. Kalau masih belum akur juga akan ku nikahkan kalian berdua besok."
"Paman!" Hinata menegur pamannya agar tidak bicara sembarangan. Menikah dengan Sasuke? Membayangkannya saja sudah membuat gadis itu merinding.
"Lagipula aku yang memanggil Sasuke kemari." Joseph kemudian menyerahkan kantung yang dibawanya kepada Sasuke. "Ini roti dengan krim bawang putih untuk ayah dan kakakmu. Aku harap kalian suka."
"Terima kasih." Joseph pun mengangguk sebagai jawaban.
"Hinata." Panggil Joseph kemudian.
"Ya?"
"Tunggu apa lagi? Cepat ganti pakaianmu dan pulanglah dengan Sasuke." Ujar Joseph yang sama sekali terlihat tidak ingin dibantah.
Tanpa menjawab apapun Hinata langsung menanggalkan apronnya dan segera menuju lantai atas.
.
.
.Kini keduanya berjalan meninggalkan area pertokoan itu. Terlihat juga langit mulai gelap dengan semburat jingga dari ujung barat.
Terlihat beberapa orang yang sedang membereskan barang dagangannya bersiap untuk tutup. Memang area pertokoan ini kebanyakan memilih untuk tutup pada sore hari dan sebagiannya akan buka hingga malam yang membuat pengunjung masih berlalu lalang. Memang tidak seramai saat siang, tapi tetap saja suasana masih terasa ramai saat malam.
"Kau tidak lelah?" Tanya Hinata pada Sasuke.
"Sedikit."
"Lalu kenapa kau datang?"
"Joseph yang memanggilku. Dia bilang ingin memberikan sesuatu." Sasuke mengangkat tangannya yang menggenggam sebuah bungkusan. Pria itu tersenyum kecil saat mengetahui 'sesuatu' itu hanyalah roti dengan krim bawang putih.
Mendengar penyataan Sasuke, Hinata hanya terkekeh.
Mereka berdua kini sudah sampai di parkiran mobil yang memang disediakan. Meskipun sempat terjadi perdebatan saat Hinata menolak untuk diantar hingga apartemennya, Sasuke tetap memaksa. Pria itu beralasan karena Joseph memang menyuruhnya untuk mengantar Hinata pulang.
Sejak Sasuke kembali, pria itu memang sering mengunjungi toko kue milik Joseph setiap ia memiliki waktu luang. Karena kini ia harus membantu kakaknya untuk mengurus pekerjaan sang ayah di perusahaan milik kakeknya membuat Sasuke menjadi lebih sibuk.
Kini, Sasuke merasakan hidupnya yang berbeda sebelum insiden pengusiran oleh kakaknya dari rumah. Ia menjadi lebih baik dan tenang. Hal itu pun juga dirasakan oleh Itachi dan ayahnya.
Tidak memakan waktu lama. Hanya berselang lima menit dari parkiran kendaraan, mobil Sasuke sudah sampai di depan gedung apartemen Hinata.
"Sepertinya aku merasa baru saja menyalakan mesin mobilku."
"Aku sudah bilang kalau tempat tinggalku sangat dekat, tidak perlu diantar menggunakan kendaraan."
"Joseph akan membunuhku kalau ia tahu aku membiarkanmu jalan kaki sendirian."
"Selama ini juga dia tidak tahu kan?"
"Kenapa kau selalu menolak kalau aku ingin mengantamu pulang?"
"Aku sudah pernah bilang kalau itu merepotkan, tempat tinggalku juga sangat dekat."
"Itu tidak merepotkanku."
"Kenapa kau jadi cerewet begini sih?"
"Sepertinya aku hanya menjadi cerewet kalau denganmu."
Hinata menggeleng. Tidak tahu apakah itu sebuah sanjungan atau bukan. Pada kenyataannya, obrolan mereka hanya berputar pada perdebatan. Memang sesekali mereka akan terlihat sangat akur dan terlibat perbincangan ringan seperti orang-orang pada umumnya. Gadis itu menganggap interaksi antara mereka sangat normal. Setidaknya untuk dirinya dan Sasuke.
Joseph bahkan seringkali berkelakar akan menikahkan keduanya jika terus-menerus seperti itu yang tentu saja membuat Hinata merinding. Tidak terkecuali Chouji, pria tambun itu juga tidak kalah jahilnya seperti Joseph untuk menggoda Hinata maupun Sasuke. Kenapa orang-orang suka sekali membuat lelucon tentang pernikahan?
"Terima kasih." Ujar Hinata tiba-tiba.
Sasuke mengangkat alis kirinya. "Untuk?"
"Hanya... Terima kasih."
Sasuke masih tidak mengerti. Pria itu masih terdiam menunggu Hinata melanjutkan perkataannya.
"Ya sudah. Aku turun sekarang." Hinata bergegas membuka pintu mobil untuk segera turun. Tiba-tiba gerakan gadis itu terhenti karena Sasuke memegang tangannya.
"Bisakah kita berbicara secara normal?" Pinta Sasuke.
"Maksudmu?" Kini giliran Hinata yang tidak mengerti.
"Kau tahu? Kita selama ini hanya berbicara panjang lebar jika sedang berdebat." Sasuke mengusap lehernya gugup. "Setidaknya aku ingin kita berbicara secara normal."
"Tapi kukira itu sudah cukup normal."
Sasuke terdiam. Terlihat dari tatapannya ia sedikit kecewa dengan respon Hinata. Pria itu lalu melepaskan tangannya dari Hinata. "Cepat sana pulang!"
Mendapatkan reaksi demikian, Hinata menjadi lebih bingung. Ada apa dengan Sasuke? Tunggu! Apa baru saja Sasuke mengusirnya? Menyebalkan sekali.
Tanpa membuang waktu Hinata memilih untuk langsung keluar dari mobil Sasuke.
Setelah kepulangan Sasuke dari luar negeri untuk perawatan ayahnya yang sakit, hubungan antara Hinata dan Sasuke menjadi lebih baik. Hinata maupun Sasuke sendiri tidak menyangka hubungan pertemanan yang terjalin saat ini bermula dari sesuatu hal yang buruk di masa lalu.
Masa lalu biarlah menjadi masa lalu, tidak akan ada yang tahu masa depan macam apa yang akan dihadapi selanjutnya. Baik Hinata maupun Sasuke tidak tahu kemanakah arah semua ini akan bermuara. Apakah akan menjadi sesuatu yang tidak disangka kembali?
.
.
.
.
.
To be Continue[Bacotan Author]: Halooooo saya comeback dengan cerita baru lagi. Kali ini saya membuat sequel dari Winter Chance yeaayy!!! *suara tepuk tangan*
Sebenernya saya gak punya niatan untuk buat sequel atau apapun dari Winter Chance, tapi berhubung ada beberapa pembaca Winter Chance yang kayaknya gak puas sama endingnya dan selalu nanya "Udah? Gitu doang?" di komentar, setelah setahun saya namatin Winter Chance akhirnya saya membuat sequelnya setelah banyak pertimbangan (sebenernya cuma 2 sih).
Untuk chapter pertama pendek dulu aja ya, tapi kayaknya chapter2 selanjutnya juga bakal pendek deh. Soalnya sama seperti di Winter Chance ini mau saya bikin ringan aja. Otak sariawan kalo mikir berat2, cukup skripsi aja yg saya pusingin.
Oh ya untuk yg belum baca Winter Chance, monggo dibaca dulu. Soalnya kan ini sequel, takutnya ntar gak relate sama cerita yg ini sekalian promosi, kali aja tertarik sama ceritaku yg lain. Huehue huehue...
Oke see you next chap.
Mind to vomment?
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Chance
FanfictionJika kau diberikan satu kesempatan lagi untuk memperbaiki semua kesalahan yang kau perbuat, akankah kau menggunakannya atau justru malah sebaliknya?