1.3K 155 6
                                    

"Sakit?"

Gadis itu kembali menghapus air matanya saat cairan bening itu tanpa bisa di kontrol terus keluar. Ia mengangguk sambil terus mengusap matanya.

"Sakit.. sangat sakit Kak.."

Pria di hadapannya hanya bisa menghela nafas ia memeluk gadis yang nampak rapuh di hadapannya sambil mengambil sebuah undangan yg sedari tadi di pegang oleh gadisnya.

"Lupakan dia.. mungkin dia memang bukan jodohmu sayang.."

"Tapi kak.. Dea sangat mencintainya kita sudah berhubungan selama 2 tahun lalu kemarin dia memutuskan ku secara sepihak lalu.. baru saja dia mengirimiku undangan ini!! Sakit kak.. dada Dea sakit!!! Disini sesakk!!"

Dea memukuli dadanya terus menerus untuk mengurangi sesak yang menempel kuat di dadanya. "Aku mencintainya..."

Dada pria itu bergejolak, dia membenci kalimat itu yang keluar dari bibir Dea jujur saja dia bahagia melihat pria yang Dea cintai dapat terlepas dari Dea. Tapi ia tidak mungkin mengatakannya lansung bukan?

"Kak Dafa... lakukan sesuatu.." Dafa, pria itu kembali tersadar dari lamunanya dan kembali menatap Dea yang telah berurai air mata. "Menikah denganku.."

Wajah Dea tegang dan terdiam menatap Dafa. Sedangkan pria itu merutuki bibirnya yang telah mengeluarkan kalimat bodoh tersebut.

Dulu saat menjadi senior Dea ia sangat ingin mendekati Dea menyenangkan baginya melihat tampang polos Dea. Dengan berusaha keras ia menjadi teman dan kakak kelas Dea dan menyimpan peradaan ini sendiri.

Hingga suatu saat ia mengungkapkan perasaannya dan ia di tolak oleh Dea karna gadis itu hanya menganggap Dafa kakaknya tidak lebih, dari hari itu Dea memutuskan menjauh dari Dafa membuat pria itu merasakan kehilangan dan sekarang kalimat yang lebih bodoh kembali terucap dari bibirnya ia takut jika Dea akan kembali menjauh darinya.

Gadis itu menggeleng membuat dada Dafa kembali dibuat nyeri "itu bukan solusinya kak..."

"Dea... aku mencintaimu.. lihatlah aku, jadilah istriku aku akan menjamin kamu akan hidup bahagia tidak dengan pria brengsek itu yang sudah mencampakkanmu.."

Dea menggeleng lebih kuat "Stop kak!! Aku hanya meng-"

Dafa menggeram marah dan mencium bibir Dea kasar ia bosan mendengar kalimat itu ia ingin lebih dari hubungannya sekarang ia mencintai Dea tapi gadis itu selalu menolaknya ia selalu berfikir apa yg kurang dirinya dari pria brengsek itu!

Dafa melepaskan tautan bibirnya dari wajah Dea melihat wajah itu yang begitu shok dan kecewa?

Dafa berguman minta maaf sambil tertunduk "maaf.. maaf.. maaf... aku menyesal menciummu aku mencintaimu.. aku ingin hubungan kita lebih dari sekedar kakak adik, aku ingin menjadikanmu wanita spesial di hatiku, aku ingin kamu menjadi istriku menjadi ibu dari anak anakku.. tapi sepertinya.."

Dafa menghentikan ucapannya dan tertawa menyedihkan sambil menatap Dea.

"Itu tidak akan terjadi, kamu tidak akan pernah bisa mencintaiku dan nampaknya kamu juga akan membenciku karna aku sudah lancang menciummu, maaf Dea aku benar benar minta maaf jika itu membuatmu kecewa, aku pergi.. tapi tolong bahagialah untukku.."

Kini Dafa mencium kening Dea lembut dengan tulus ia seakan mencurahkan rasa cintanya di ciuman itu setelah selesai ia mengacak rambut Dea seperti biasanya dan pergi dari hadapan Dea.

Dea yang memandang itu hanya terdiam di duduknya ia menatap punggung Dafa yang menjauh

'Kenapa rasanya sakit? Kenapa ada yang hilang?'

Dea terus menyentuh dadanya yang terasa kosong perasaan ini bahkan lebih sakit di bandingkan saat ia tau mantannya akan menikah.

****

Dafa memantapkan niatnya dan ia juga sudah akan melupakan Dea walau ia tau itu pasti akan susah "kamu bisa Dafa!"

Dafa kembali melihat tiket pesawat yang sudah ia pesan dua hari yang lalu ia berniat akan kembali tinggal di Boston untuk meneruskan usaha ayahnya, kepergiannya juga untuk melupakan cintanya pada Dea.

Pria itu tersenyum miris, "menyedihkan sekali kamu Dafa, kamu berteman dengan Dea sudah 5 tahun tapi sepercik cinta itu tidak dirasakan oleh orang yang kamu cintai.. kamu memang menyedihkan.."

Dafa memukul kepalan tangannya ke dinding merasakan bagaimana rasa sakit itu menghantam kulit tangannya tapi rasanya itu belum cukup mendeskripsikan kesakitan hatinya.

Ia menangis, menangisi hatinya pertama kali untuk seorang wanita.. yaa wanita itu Dea..

****

'Tidak! Tidak! Tidak!... jangan lagi...'

Dea terus berlari mengelilingi bandara yang begitu luas dan penuh dengan manusia ia menedarkan pandangannya, matanya memanas.

"Tidak!" Ia menggengam sepucuk surat yang ia temukan di depan rumah Dafa yang membuat hatinya merasakan sakit.

"Katakan padaku bahwa kamu belum pergi Kak.." Dea berbisik sambil meremas kertas yang ia genggam di dadanya.

Ia terjatuh duduk merasakan betapa sesak menghimpit dadanya "kenapa aku selalu sendiri?!! Kenapaa?!!!" Orang orang di sekitarnya menatap aneh padanya yang terduduk dan menangis seperti orang gila.

Kertas yang Dea genggam jatuh di lantai bersama dengan tangisnya yang makin deras.

^ Dea... jika kamu membaca kertas ini, itu berarti aku telah pergi aku akan meneruskan usaha ayahku, hahaha aku menyedihkan bukan? Di tolak oleh orang yang aku cinta?.. maaf Dea

Love you.. ^

Dea menekuk lututnya dan menengelamkan wajahnya dalam kedua lutunya dengan isak tangis yang mengiringi ia tidak peduli semua pasang mata menatap aneh padanya ia hanya ingin rasa sesak ini hilang.

"Dasar cengeng!"

Gadis itu masih belum mau mengangkat wajahnya. Pria itu menghela nafasnya dan berjongkok di samping Dea.

"kenapa?"

Dea menggelang masih dengan isak tangis yang terdengar jelas "aku sendirian..." gumannya membuat pria yang mendengar itu terdiam.

"Kenapa aku sendiri? Apa aku di takdirkan sendiri? Ayah Bunda.. mereka pergi.. Joe menikah dan.. hiks... dan sekarang dia.. pria yang selalu menemaniku pergi jugaa.. kenapa semuanya pergi kenapa?!"

Dafa merasakan hatinya berdenyut sakit saat mendengar kalimat menyedihkan itu keluar dari bibir Dea.

"Hei.. dengar kamu tidak sendiri, ada aku.."

Dea menegang mendengarnya ia mengangkat wajahnya dan menemukan pria yang ia cari tengah berlutut di sampingnya.

"Kak Dafa? "

Dea menghentikan ucapannya saat rasa haru menyelinap ke hatinya.

Ia segera memeluk Dafa dengan kuat "jangan.. jangan tinggalkan Dea.. jangan lagi.. aku mencintaimu kak.."

Dafa terkekeh dan balas memeluk Dea tak kalah eratnya "benarkah kamu mencintaiku? Jangan mengucapkan bila kamu-"

"Tidak! Dea tidak bohong Dea benar benar mencintai Kak Dafa saat kak Dafa pergi rasanya sangat sakit ini lebih sakit di banding saat Joe meninggalkanku.. jangan tinggalkan Dea. Dea baru merasakan rasa ini.. Dea benar benar mencintai Kak Dafa"

Dafa kembali tertawa dan membalas mendekap erat tubuh Dea ia tidak peduli banyak pasang mata yang memperhatikan mereka dengan pandangan kagum dan aneh?

"Kak kita diliatin... malu kak.."

"Tadi kamu nangis sambil teriak teriak gak malu?"

Wajah nya memerah membuat Dafa terkekeh ia mencubit perut Dafa membuat tawa Dafa pecah

"Love You too Dea.."


_TAMAT!_

Don't Leave MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang