Catatan Terakhir

1.1K 104 5
                                    

Mew tak pernah lagi menemuiku sejak pertengkaran terakhir kami. Aku pun tak berusaha mencarinya. Itu karena aku sangat marah. Sudah pernah kukatakan padanya untuk tidak memotong rambutnya itu, tapi tiba tiba suatu sore dia datang padaku dengan rambut yang sudah dipangkas habis.

Saat kutanya mengapa rambut itu dibuat plontos, Mew malah tertawa seolah pertanyaanku itu lucu. Spontan saja aku semakin marah dan membentaknya. Waktu kubentak Mew hanya diam lalu pulang tanpa pamit.

Hingga sekarang aku tak bertemu lagi dengannya. Kuyakin suatu hari nanti dia akan datang seperti hari biasanya.

Pesan diatas meja belajarku tampaknya sangat penting.

Phi Gulf,
Phi Mew di rumah sakit, dalam keadaan koma.

Kaownah

Kukira pesan itu hanya bercanda. Keadaan Mew dua minggu lalu tak kurang sedikitpun. Tubuhnya bahkan sangat sehat dari yang kukira. Tapi ketika suara Run yang menelponku dan mengatakan sudah seminggu Mew terbaring tak sadarkan diri di rumah sakit, aku baru sadar bahwa itu bukanlah sebuah lelucon.

"Separah apa sakitnya, Run?" tanyaku penasaran.

"Entah, yang jelas sejak di rumah sakit, Mew belum pernah sadarkan diri" jawab Run.

Tanpa basa basi lagi segera ku matikan hapeku dan berlari ke garasi dan melarikan motorku menuju rumah sakit.

Mew belum juga sadarkan diri ketika aku tiba di rumah sakit itu. Wajahnya yang pucat membuatku trenyuh, tapi demi melihat kepalanya yang plontos itu, kembali kuteringat kemarahanku dua minggu lalu.

Pria keras kepala, pikirku. Tapi tubuhnya yang dibaluti selang infus dan alat bantu pernafasan membuatku luruh. Dia sedang berjuang melawan maut. Aku tak peduli lagi dengan marahku. Dia botak atau apapun itu, yang terpenting hanyalah dia bisa sadarkan diri, tersenyum lagi dengan menggemaskan.

Sudah seminggu Mew tak sadarkan diri, ditambah tiga hari sejak aku menungguinya. Tapi belum juga ada tanda tanda dia akan siuman. Hatiku semakin gelisah. Kata dokter, penyakit Leukimia yang dideritanya sudah sangat parah. Kecil kemungkinan bisa disembuhkan.

Aku tak meninggalkannya barang sedetikpun. Aku ingin berada disampingnya saat dia sadar. Walau phi Thorn, kakaknya yang baru datang dari Bangkok menyarankanku untuk istirahat.

"Tenang Gulf. Berdoa saja. Semoga Tuhan menyelamatkannya." ucap phi Thorn menghiburku.

"Mew tak pernah cerita tentang penyakitnya." Ucapnya menyesali ketidak pedulianku pada Mew.

"Tak seorang pun yang tau. Selama ini Mew menyimpannya sendiri" phi Thorn penuh penyesalan pula.

Sore itu, ketika kurasakan gerakan kecil di tangan Mew, ada kegembiraan yang menyusup di hatiku. Aku langsung memanggil dokter saat itu juga. Dan ketika dokter datang, betapa gembiranya aku ketika kutahu Mew telah sadarkan diri.

"Gulf~" namakulah yang pertama kali di ucapkan Mew.

"Hai, sayang." balasku seraya menggenggam jemari tangannya.

"Bertahanlah, sayang." ucapku. "Aku disini bersamamu." tambahku lagi.

"Aku ingin tidur saja Gulf. Aku sudah capek," ucap Mew dengan wajah yang sangat pucat.

"Tidurlah, aku menjagamu." ucapku.
"Jangan bicara lagi, istirahatlah." Aku mengingatkan.
"Istirahatlah, kondisimu masih lemah" tambahku.

"Aku cuma mau bilang, aku sayang kamu" ucap Mew yang membuatku tak bisa menahan air mataku.

"Aku sangat menyayangimu Gulf" ucap Mew lagi. Matanya sayu. Ada bola kristal mengambang di sudut matanya.

Dua hari setelah Mew siuman. Sore itu sepulang aku dari kampus, aku langsung menuju rumah sakit. Mew masih di sana ditemani phi Thorn. Andai saja bukan karena harus mengikuti ujian di kampus, aku tak akan meninggalkannya barang sedetik pun. Tapi ujian itu juga sangat penting. Tapi betapa terkejutnya aku ketika tiba di kamar Mew dan aku tidak menemukannya di sana.

Kumpulan Cerpen MewGulfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang