Duduk bertiga melingkari beberapa cemilan di atas rerumputan pekarangan sekolah yang sunyi lantaran bel panjang sudah berbunyi empat puluh menit yang lalu, namun di depan kantor masih tampak beberapa guru yang masih berlalu lalang yang sebelum akhirnya, juga bergegas pulang.
Reyna-Kiren-Sinta saling mengenal sejak pertama menempuh studi di Sekolah Menengah Pertama, bahkan seiring berjalannya waktu, mereka serempak menyambut setiap lelucon dengan tawa dan saling berantem lantas tanpa sadar perdamaian tiba-tiba datang tanpa berucap kata maaf. Mereka merasakan pahit dan manisnya hidup sampai saat ini yang nyaris empat tahun persahabatan terjalin.
Saking dekatnya, mereka sepakat untuk memasuki jenjang Sekolah Menengah Atas yang sama dan akhirnya, rencana mereka pun berhasil, namun hanya saja mereka mendapat kelas yang berbeda.
Tampang mereka sudah sangat familiar dalam pandangn guru, termasuk satpam sekolah yang sudah lama menjadi teman mereka.
"Halo, Pak! Mari nongkrong," sapa Kiren ramah sembari mengunyah cemilan.
"Gak apa, lanjut saja. Saya ada urusan," balas satpam ramah sambil berlalu dari padangan mereka.
"Kalu di perhatiin, ganteng juga tu satpam, yakan?" Kiren mengajak dua rekannya untuk setuju, namun ia malah mendapat tupukan jidat dari Reyna lantas ia hanya menyebikkan bibir dengan kesal sambil mengelus jidat.
"Playgurl banget sih loe" tukas Reyna disambut anggukan Sinta.
Suara notif whatsaap berbunyi. Reyna dengan santai merogoh hapenya dan membuka obrolan yang ternyata dari papanya.
Karena kamu yang mulai kelahi, jadi papa tambah hukuman dua hari lagi
Jangan coba-coba nyuruh pak Udin jemput!
"Gue masih dapat hukuman dari papa gue," teriak Reyna kegirangan
Sinta menggeleng-geleng masih tak percaya dengan kesenangan sahabatnya itu yang sangat bertolak belakang dengan kesenangan orang pada umumnya, termasuk dirinya yang lebih suka pulang-pergi dengan mobil pribadi.
"Gegara gue, loe kena hukum," pelas Kiren merasa bersalah.
"Loe gausah bersalah gitu. Malahan gue nikmatin hukuman ini. Seru banget deh pokoknya ada teman ngobrol dalam bus," timpal Reyna mengontai tubuh sambil mengibas tangannya.
Ia mengakui kalau dirinya juga bersalah lantaran tak bisa mengontrol emosi jika dua sahabatnya disakiti oleh siapapun, termasuk oleh sang pacar yang menjadi alasan ia kena hukuman dalam beberapa hari ini. karena itu, ia berusaha menyembunyikan denyutan di pipi kirinya yang lembam lantaran tak ingin Kiren semakin merasa bersalah, namun ia sama sekali tidak menyembunyikan kesenangannya yang suka pulang-pergi dengan bus yang faktanya, masih membuat Kiren ragu.
"Kalo loe senang, gue juga ikutan senang" cicit Kiren
"Loe pada tahu apa?" tanya Sinta sudah biasa antusias jika memulai rumpi.
"Apaan?" tanya Kiren kesal lantaran dibuat penasaran
"Gue dikasih boneka besar sama cowok gue," Sinta bersorak kegirangan
"Yang itu mah gue bisa beli sendiri" ketus Kiren meremehkan
"Ini beda, dikasi sama orang spesial lho. Pokoknya apapun yang dikasi, bikin gue senang" kilah Sinta membela diri dengan dua tangan mengatup pipi yang masih tersenyum-manyum
"Kalau dikasih taik sama orang spesial?" tanya Reyna disambut gelak tawa Kiren. "bhahahaha"
"Gak gitu juga sih" saut sinta kesal namun setelah membayangkan ucapn Reyna, ia pun ikut tergelak
Mereka tahu kalau sifat Reyna memang keras kepala, kasar, suka brantem, namun hatinya yang begitu tulus membuat mereka semakin sayang kepadanya, dan malah menganggap sifat buruk Reyna hanya sebagai lelucon untuk mengwarnai hidupnya sendiri, bahkan terkadangpun hidup mereka.
Reyna melengos ke kiri lantaran kesal melihat wajah Sinta yang membuatnya terbayang akan cerita Sinta tentang romansa hidup yang menurutnya sangat memuakkan. Begitu juga dengan Kiren yang begitu antusias menyela cerita sinta sebelum akhirnya, Reyna hanya diam mendengar sembari berharap cerita mereka akan segera berakhir. Tanpa sadar, ia telah menyiksa dua telinganya dalam kurang lebih satu tahun ini.
Awal Kiren dan Sinta mencium aroma cinta tepat di dalam kelas mereka sendiri seketika kelas sembilan dan sampai sekarang masih berlanjut, namun dengan laki-laki dan lokasi yang bebeda, bahkan saking banyaknya mantan mereka, Reyna nyaris ingin menyerah lantaran baru dua puluh hari menunda untuk mengubrik tentang pacar dua sahabatnya itu, salah satu dari mereka sudah mengandeng pacar baru.
Meski Reyna sama sekali tidak suka dengan hal yang berbau percintaan, namun ia memaksalan dirinya untuk mengenal setidaknya sedikit saja dari itu yang bersangkutan dengan dua sahabatnya. Dengan itu, ia akan mudah menemukan jejak tapak pelaku jika ia mendapat aduhan yang pastinya ia mengecek dulu kebenarannya lantaran ia tak ingin membela sebelah pihak hanya karena status hubungan.
"Gue pulang dulu" ketus Reyna dengan wajah masih melengos
"Bentar lagi! Kita cerita dulu, Rey," bantah Kiren yang masih ingin nongkrong
"Cerita cinta? Gak ada untungnya buat gue" ia bertukas tanya tanpa menjeda lantas berlanjut dengan tanggapannya sendiri.
"Dengar aja! Seru lho," paksa Kiren memegang lengan Reyna untuk menetap
"Males ah!" ketus Reyna sembari menangkis lengannya sampai membuat tangan Kiren terlambung kasar.
Kiren tak bergeming melihat langkah Reyna yang semakin menjauh. Matanya yang berkaca-kaca bukan karena sikap kasar Reyna terhadapnya, melainkan ia masih merasa bersalah dan belum bisa membayar kebaikan Reyna.
"Drama banget sih loe. Biarin aja, ntar juga hilang tu emosi" guman Sinta menolak pipi Kiren lantas ia mulai berkutat dalam cemilan.
"loe tahu apa?"
"gatau apa-apa"
.
YOU ARE READING
Terjebak dalam hukuman
Teen Fiction"Gue masih dapat hukuman dari papa gue," teriak Reyna kegirangan Sinta menggeleng-geleng masih tak percaya dengan kesenangan sahabatnya itu yang sangat bertolak belakang dengan kesenangan orang pada umumnya, termasuk dirinya yang lebih suka pulang...