Lea. Seorang wanita yang tidak diinginkan. Bukan, bukan karena dulu orang tuanya memiliki hubungan gelap melainkan karena Lea terlahir cacat.
Orang-orang biasanya menyebutnya idiot.
Di umurnya yang sudah memasuki kepala tiga, Lea masih duduk di bangku sekolah dasar berkebutuhan khusus sepertinya. Namun secara umur, jelas Lea paling tua berada di kelasnya.
Selama ini Lea diurus oleh Sinar, pelayan yang dikhususkan untuk memenuhi kebutuhannya. Sinar telaten mengurus Lea walau pun Sinar juga membicarakan kelelahannya mengurus Lea pada teman-temannya.
Orang tua Lea pun, tak perlu ditanya. Mereka seolah enggan mengakui kalau Lea itu anak mereka. Orang tua Lea hanya mengijinkan Lea keluar untuk sekolah, tidak dengan yang lainnya. Lea tak pernah diijinkan untuk ikut atau pergi bermain di taman kompleks rumah mereka. Ya, mereka sengaja mengurung Lea agar tidak menanggung malu atas apa yang Lea lakukan di depan khalayak umum.
Lea memiliki 2 kakak perempuan dan 1 adik laki-laki. Mereka sudah berkeluarga, tapi tetap saja mereka tidak dewasa. Mereka pun tak pernah memperlakukan Lea dengan baik. Mereka selalu menyalahkan Lea. Kecelakaan kecil pun mereka akan menunjuk Lea yang idiot itu. Namun mereka seolah merasa tak bersalah sama sekali pada Lea hingga mereka diam saja saat Lea dipukuli.
Untungnya, di sekolahnya, Lea diajarkan kebaikan oleh guru-gurunya. Mereka menguatkan Lea walau pun sebenarnya Lea tak mengerti maksud mereka. Tapi Lea yang memang penurut memilih menuruti ucapan guru-gurunya walau pun Lea merasakan rasa sakit pada tubuhnya. Lea kadang rasanya sangat ingin sekali membalas pukulan itu, tapi Lea takut guru-gurunya dan Sinar menjauhinya.
Dan akhir-akhir ini, Lea sedikit cerah karena menyukai murid baru di sekolahnya. Walau pun umur pria itu jauh di bawahnya, Lea yang tak mengerti pun tak ambil pusing meski pun Sinar sudah memberitahunya kalau Lea tak bisa bersama pria itu. Lea bingung tentu saja. Kenapa Lea tak bisa berteman dengan pria itu? Selama ini Lea memang tak ingin memiliki teman, namun kehadiran pria itu membuatnya ingin berteman.
Tapi kenapa Sinar mengatakan padanya kalau Lea tak bisa berteman dengan pria itu?
***
Hari ini, Lea memutuskan akan menghampiri pria itu karena Lea telah membuat surat untuk diberikan pada pria itu. Lea sangat senang dan berharap sekali kalau pria itu mau berteman dengannya.
Lea mengedarkan pandangannya untuk mencari pria itu. Lea menemukannya sedang berjongkok di depan pohon kecil.
Lea segera menghampirinya lalu menyodorkan surat yang telah ditulisnya tanpa mengatakan apapum dengan senyumnya yang cerah. Pria kecil itu mengambilnya, membacanya, tak lama menangis dengan sangat kencang.
Lea mengernyitkan keningnya karena pria itu malah menangis. Kenapa dia menangis? Apa dia tak bisa membaca tulisanku? Atau tulisanku sangat jelek hingga dia tak menyukainya?
Lea menunduk dengan muram, sesekali mengintip pria yang masih menangis itu. Lea benar-benar takut dan sedikit kecewa kalau ternyata tulisannya memang begitu jelek hingga pria itu tak menyukainya. Lea kecewa karena Lea dengan susah payah mencoba menulis secantik mungkin agar pria itu senang dan menyukainya.
Seorang wanita yang seumuran dengan Lea menghampiri kedua muridnya itu. Asni, wanita itu sedikit bingung karena melihat salah satu muridnya menangis.
"Loh, Ferrel, kenapa kamu menangis?" ucap Asni begitu wanita itu sampai di sisi muridnya yang menangis.
Lea tersenyum karena dapat mengetahui nama pria cengeng itu. Oh, jadi namanya Ferrel. Nama yang indah seperti orangnya.