Sorot kebosanan terpatri di iris kelabu si bocah cilik. Uapan terembus dari bibir merah mudanya. Terlalu monoton. Tiada satu hal pun mampu menjerat atensinya.
Atau mungkin lebih tepatnya semua jadi lebih hambar seiring dengan menghilangnya punggung si penarik perhatian.
Katakanlah Lioren dewasa sebelum waktunya, akan tetapi menonton video porno memang jauh lebih menarik dibanding rutinitas harian.
Adakah bocah 5 tahun 'normal' di luar sana sanggup meruntuhkan bagunan dalam sekali pukulan?
Masuk akalkah seorang balita yang membuat juara dunia gulat bertekuk lutut begitu berjumpa?
Pastilah logika katakan tidak. Namun, kenyataannya memanglah seperti itu. Andaikan pujian adalah makanan, maka Lioren tak perlu menyantap apapun seumur hidup.
Saking banyaknya Lioren Niall pun jengah sendiri mendengarnya.
"Qia lagi ngapain ya? Kangen," lirihnya menatap jendela. Ruangan telah basah dipenuni keringat. Meskipun begitu Lioren masih setia berbaring sembari memeluk samsak. Pengalihan fungsi yang cukup menarik. "Padahal baru sehari gak ketemu. Pakai ajian apa sih itu anak?"
Lioren menggulingkan tubuh ke sana ke mari. Matanya tertutup sehingga tidak sadar sesuatu mendekat. Begitu kepalanya membentur benda tersebut, rintihan pelan tak terelak. "Aw!"
"Uang jajan Qia cuma Rp2.000,00 sehari, btw. Gak cukup dipakai nyewa dukun."
Suara itu ....
Ah, tidak perlu suara. Bahkan aromanya pun sanggup Lioren kenali. Padahal mereka baru berjumpa sekali. Mengapa bisa terasa akrab begini?
Cepat-cepat Lioren mengubah posisi. "Ngapain di sini?"
"Diajak Ibu Panti." Qiani mengulurkan kedua tangan. Bak agen terlatih si 'kaki' mampu pahami kode. Digendongnya bocah berkepang dua tanpa basa-basi. "Katanya mau ketemu donatur terbesar. Orangtua Oren ya?"
Lioren hanya mengangguk. Jiwa sosial Mamanya memang begitu tinggi. Nyaris 1/5 dari penghasilan perusahaan ia sumbangkan untuk kemaslahatan manusia banyak.
Ya, walaupun anaknya harus mendapatkan 'pelatihan' keras.
"Ruang olahraga Oren gede ya," decak Qiani penuh kekaguman. "Pantesan kuat gendong Qia yang segede kambing."
"Oren bisa bunuh orang juga nggak?"
Pertanyaan macam apa itu?
"Nggak lah!"Meskipun otaknya sedikit kotor Lioren tak pernah berani membunuh manusia. Kriminalitas tidak ingin ia pupuk sedari muda. Walau bocah sepertinya bisa terhindar dari sanksi hukum, akan tetapi murka mamanya tak bisa terelakkan. "Eh, tadi kamu ngomong apa? 'Juga'?"
"Hm. Qia pernah sering bunuh nyamuk. Gatel digigit mulu," cengir Qiani seolah bebas dari dosa.
"NYAMUK BUKAN ORANG WOI!"
Kekehan lolos dari bibir mungil Qiani. Senyum ceria terkembang di pipi tembamnya. Manis sekaligus siratkan kemisteriusan.
'Mereka' terlalu hina buat disebut orang.
A/N
Wew, creepy. Style saya sudah agak berubah, tapi semoga kalian masih bisa menikmati. Bye-bye.
KAMU SEDANG MEMBACA
Milky Lover
General FictionKisah dari Qiani Nasra, seorang cewek cerdas penyandang disabilitas. Juga tentang Lioren Niall. Cowok 'kuli' yang rela menjadi 'kaki' Qiani. Meskipun, dengan upah ala kadarnya. Dunia anak-anak memang selalu penuh warna. Semanis susu. Seindah negeri...