Prolog

4 0 0
                                    

Bae Irene masuk ke dalam mobilnya dengan angkuh. Kacamata hitam yang bertengger di tulang hidungnya sama sekali tak ia lepaskan bahkan sampai saat ini mobilnya bergabung di tengah jalan raya kota Seoul. Dibalik kacamata hitamnya terdapat jejak air mata yang tak terlalu tampak di kulit mulusnya.

Hari ini, harga diri dan hatinya tergores keras. Kekasihnya, ralat, maksudnya mantan kekasihnya yang sudah 2 tahun di New Zealand hari ini memberikan kabar buruk. Kris Wu memutuskan hubungan mereka berdua tanpa persetujuannya. Yang lebih parahnya lagi, ia memberikan kartu undangan pernikahannya dengan seseorang bernama Park Chaeyoung. Bagian terparahnya lagi, Park Chaeyoung adalah sahabat masa kecilnya yang juga sedang meneruskan studinya di New Zealand.

Sebelum pergi, Irene tampak biasa saja tanpa ekspresi.

"Irene, kau tidak apa-apa?"

"Kau berharap aku menangis dan membujukmu untuk terus bersamamu?"

"Bukan begitu." Kris tersenyum kikuk. "Aku merasa bersalah membawa kabar buruk ini. Tapi kau tampaknya--"

"Kau seharusnya merasa malu, bukannya merasa bersalah. Secara tidak langsung kau memberitahu ku bahwa selama kau di New Zealand, kau dekat dengan Rose dengan dalih menyelesaikan studi lanjutanmu." Jennie memakai kacamata hitamnya dan pergi menuju parkiran setelah membayar bill makan dan minum mereka berdua.

●●●

Dua tahun sudah berlalu sejak hubungan Kris dan Irene kandas. Apakah saat itu Irene datang ke pernikahan Kris dan Rose? Tentu saja datang. Ia sekalian memberikan semua barang yang pernah Kris berikan untuknya sebagai kado pernikahan Kris dan Rose. Semenjak kejadian itu, Irene memilih untuk pindah ke Busan sementara waktu, tanpa memberitahukan orang tuanya.

Tring!!!!

Irene langsung mengangkat telfonnya setelah melihat nama yang tercantum di ponselnya. Jennie Pabbo. Ia menyelipkan ponselnya di pipi dan bahunya karena saat ini ia sedang bekerja didepan komputer.

"Yeobose--"

"Ya! Kau di mana?"

Irene memejamkan matanya beberapa detik sebelum menjawab pertanyaan sahabat sematinya itu. "Aku di Busan. Wae? Kau mau menjemputku?"

"Aku akan menjemputmu dengan Kris dan Istrinya!"

Sialan!

Irene membuka matanya lebar dan emosinya mulai membucah ketika mendengar nama yang selama ini ia hapus dari otak dan hatinya. "Ya! Jaga bicara mu!"

"Kau tau tidak? Setelah kau memberikan kado bombastis 'itu' Kris dan Rose ternyata langsung ribut besar sesaat setelah pesta selesai." Jennie terkikik disebrang sana. Irene memang tidak salah memilih sahabat yang sealiran dalam menghujat orang. "Aku punya video saat Rose membanting pintu mobil setelah masuk didepan wajah Kris."

"Oh God, Aku tidak bermaksud seperti itu sebenarnya." Nada suara Irene dibuat sebersalah itu dan tertawa setelahnya. "Aku tidak bisa membayangkan ekspresi Rose saat melihat foto-foto ku dengan Kris saat di hotel Manchester."

"Gila! Kau cerdas sekali dalam membuat masalah! Oh iya, dengar-dengar Ayah dan Ibumu akan turun jabatan. Apakah berita itu benar?"

Irene berhenti menggerakkan mousenya. Waktu terasa membeku dalam waktu beberapa detik. Berita itu terdengar oleh sahabatnya tapi kenapa dirinya sama sekali tidak tau?

"Jennie, sudah dulu. Aku sakit perut. Nanti akan ku telfon lagi."

"Kau makan racun apa, eoh? Yasudah. Sampai jumpa!"

Irene segera mematikan komputernya dan meraih kunci mobil. Bagaimana pun juga ia harus tiba di rumahnya sebelum matahari terbenam. Mau tidak mau.

Dan memang kenyataannya seperti itu. Irene tidak ragu untuk menekan pedal gas mobilnya meski itu sangat beresiko untuk keselamatannya. Ia kini sudah memasuki pekarangan rumahnya yang begitu luas. Dari gerbang utama ke pintu rumahnya saja butuh waktu. Kadang ia menyesal pernah berdoa agar diberikan rumah bak istana semasa TK dulu.

Mobilnya berhenti didepan anak tangga mebuju pintu utama. Ia segera masuk tanpa mengacuhkan para pekerja di rumahnya yang menunduk sopan. Ia langsung menuju ke ruang makan. Disana Ayah dan Ibunya ternyata sedang mengadakan makan malam bersama keluarga lain.

"Kau memang harus dipancing untuk kembali kerumah, eoh?" Bisikan itu lewat begitu saja dari sosok kakaknya yang juga baru datang dan langsung duduk di kursi kosong.

Ayah, Ibu, dan dua orang lainnya menengok ke arah Irene yang mematung kecuali seorang pria yang masih belum menengok ke arahnya.

"Bae Irene. Aku kira kau tidak akan datang!" Seru wanita setengah abad itu ke arahnya. "Irene, ayo kemari! Kau masih ingat Hanbin, kan? Teman masa kecil mu dulu?"

Mendengar namanya, menumbuhkan penyesalan besar karena telah pulang secepat ini ke rumah. Ia masih berdiri menatap pada sosok yang kini justru tersenyum ke arahnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 16, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

UNWANTED RELATIONSHIP [Bae Irene]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang