AISHA
Ada seorang lelaki yang sangat aku cintai. Aku bahkan sudah mengenalnya hampir separuh hidupku. Melalui dia, aku belajar banyak mengenali diriku. Begitupun dia. Sejak hari pertama pernyataan cintanya, tidak seharipun kami memutuskan hubungan. Kami tidak pernah berpisah sejak detik pertama.
Dia sedang fokus dengan ujian nasonal SMA kami saat aku baru masuk dengan seragam putih abu-abu baruku. Aku melihatnya di sana pertama kali, menjadi pemimpin upacara senin pagi. Kedua kali, aku melihatnya sebagai ketua ekskul mading. Tak perlu waktu lama sejak berkenalan, aku langsung jatuh cinta padanya.
Aku sangat hafal kemeja putih kesayangannya yang dibelinya 3 tahun lalu. Harganya 349.900 rupiah. Setelah menemaninya membeli kemeja, kami pergi makan burger dan mengobrol tentang bagaimana adik perempuannya yang panik dan segera menghubungiku saat mendapatnya menstruasi pertamanya.
Aku sangat suka melihat matanya. Coklat terang yang terlihat seperti kaca saat terkena sinar matahari. Biasanya dia akan mengernyitkan kening, kemudian menarik tanganku lembut. Tak rela jika aku terkena panas matahari yang sama. Padahal cukup berdiri di balik punggungnya saja, aku tidak akan lagi merasa panas.
Dia sangat tahu cara menghiburku. Saat aku marah, dia tidak pernah gagal membuatku menjadi merasa lebih baik. Dengannya, aku selalu merasa istimewa bahkan saat sedang berada di titik terendahku. Dengan pelukannya, aku akan merasa semua kembali menjadi baik-baik saja.
Dia sangat suka bermain game. Saat bekerja, dia akan sangat fokus dengan pekerjaannya. Membuatku terkadang kesal karena ia akan mengabaikanku. Tapi apa yang bisa kau harapkan dari hubungan cinta 10 tahun?? Akan banyak pemakluman karna sudah terlalu banyak hal-hal yang dilewati bersama. Merasa kesal untuk hal-hal sepele bukanlah gaya kami berdua. Aku terlalu mengerti dan paham bahwa dia juga punya kehidupan pribadi, begitupun diriku.
Setiap pertemuan dengannya adalah indah. Bagaimana caraku mendeskripsikan pengaruhnya bagi hidupku? Dia menempati banyak ruang di hatiku. Dan setelah kupikir – pikir lagi, sepertinya aku tak akan bisa hidup jika tidak ada dia.
***