1/2

4K 220 36
                                    

Jari-jarinya selalu ia mainkan di atas keyboard laptopnya hingga menghasilkan bunyi-bunyi yang teratur namun cukup mengusik. Segelas kopi menemaninya di malam salju pada hari ketiga bulan Desember. Dua hari lagi, si kekasih bertambah usia tetapi belum ada persiapan apapun darinya karena ia tengah sibuk menyelesaikan project exhibition yang diselenggarakan hari Rabu minggu depan.

Melelahkan hingga membuatnya rindu akan hangatnya dekapan kala nabastala meredup, tatapan lembut netra yang menyoroti lakunya, sentuhan yang membangkitkan sukma, serta tutur kata akan sujana yang dipersembahkan untuknya. Apakah ia tidak bisa kembali walau hanya sebentar? Rindu ini menyiksa. Sehari saja sudah terasa sewindu, bagaimana jika selamanya? Ia tidak sanggup.

Hembusan napasnya mewakili bagaimana gundahnya disaat tak ada kabar sama sekali dari si penyejuk hati. Memuakkan. Ia benci lakuna yang dibuat olehnya untuk dirinya.

Dilemparkan pena yang berada di genggamannya itu dengan kasar. Jatuhnya pena dari meja itu pun tak ia pedulikan. Pikirannya hanya tertuju kepada sang pemikat yang tak kunjung kembali.

Langkah berat membawanya menuju ke arah kamar yang sehari sudah mati itu. Kimono handuk sudah disiapkan untuk membalut tubuh basahnya nanti jika urusan membersihkan diri telah usai. Gemericik air terdengar dari arah kamar mandi yang tentunya tidak dapat ia dengar akan hal lain selain percikan yang membasahi surai hingga tungkainya.

Tak membutuhkan waktu lama, aroma citrus pun mengudara mengisi kekosongan kamar. Raga indahnya itu masih menyisakan tetesan yang belum mengering. Pesona yang dipancarkan pun sungguh tidak main-main hingga pada akhirnya pinggul ramping itu sangat pas ditangkupan sebuah tangan besar.

"Soobin!" ujarnya yang terdengar terkejut. Tidak ditanggapi namun tubuhnya menggeliat di tangan besar itu. "Hentikan," katanya kemudian terkikik.

"Aku tahu kalau kau merindukanku," balasnya yang kini memberikan beberapa kecupan di perpotongan leher milik si lelaki manis.

"Iya tapi hentikan, dong. Kau membuatku geli," namun akhirnya ia tertawa karena kecupan yang awalnya lembut itu kini bertransformasi menjadi kecupan yang amat menuntut.

Tangan besar itu bergerak mengabsen keelokan yang berada di balik kimono handuk abu-abu ini. Desahan demi desahan yang diluapkan membangunkan apa yang diinginkannya. Malam ini adalah malam yang tepat tuk' memecah kelabu rindu di antara dua putra Adam dan Hawa.

"Ahh... Soob-hah... henti-khannn..."

Tubuh yang masih basah itu digendongnya sangat hati-hati ke tempat perpaduan keduanya berada. Alunan cinta kasih dapat dirasakan oleh keduanya. Bibir keduanya tak henti-hentinya beradu meski napas kelelahan terdengar dari salah satu pihak.

Bibir indah itu melumat lembut dan sesekali menggigit bibir bawah merah ranum yang menjadi candunya. Tubuh basah itu ditempatkannya di atas tempat biasa keduanya terlelap tanpa melepas kedua peraduan. Pagutan yang tadinya beradu itu sekarang terhenti, netra polos ini menatapnya dengan sedih.

"Kenapa?" tanyanya dengan suara kecil.

Hanya senyuman yang diberikan kepadanya, "Indah," ucapnya. "Kau selalu indah untukku, Hyung."

Semburat merah terlukis di kedua pipinya yang cukup berisi. Menggemaskan. Hati mana yang tidak sanggup melihat keluguannya.

"Apa sih? Tidak jelas," katanya sembari memalingkan wajah tersipunya.

Salah satu tangannya ditarik yang dimana membuat tubuhnya tergugah. "Apa yang—"

"Bantu aku melepaskan." Kedua bola matanya menatap pemuda gagah di hadapannya ini lurus. "I need you, baby hyung. Tonight just for us, right?"

Tenggorokannya seakan tercekat karena tak mampu menjawab apapun. Kini Yeonjun menjadi pemimpin. Kemeja marun yang membalut tubuh atletis itu sudah terhempas ke sembarang arah begitu juga kimono handuk yang tak lagi membalut tubuh kurusnya.

Yeonjun yang merindukan sosok gagah yang dimana selalu mengusap bibirnya akibat noda es krim itu adalah miliknya. Hanya dirinya pemilik seorang Choi Soobin. Bahu indahnya itu terdorong kesamping membuat keduanya kembali ke posisi awal.

Ciuman-ciuman itu kini menurun menyusuri sekujur keindahan yang beruntung telah ia dapatkan. Desahan yang membangunkan atma menggelegar seisi kamar. Tangan besar Soobin tak lupa memainkan nipple memerah milik Yeonjun itu dengan gerakan yang menggairahkan.

Tubuh kecil Yeonjun menggeliat dengan setiap sentuhan bibir Soobin yang menuruni dadanya dan sesekali menanggalkan kepemilikan. Ciuman itu kini mengundang erangan dari Yeonjun. Soobin telah mencapai pusat sensitif dirinya.

"Do it, Soobin. Just do it," ucap Yeonjun yang memberi lampu hijau kepada Soobin.

everythings on me, it's yours✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang