Prolog

9 1 1
                                    

Hari ini rumah Tasya kedatangan tamu. Ia adalah adik dari ayahnya yang datang dari kota tempatnya bekerja. Tasya senang menyambutnya bisa dibilang ia adalah seorang yang setidaknya masih sedikit peduli padanya.

"Kamu mau ikut sama om?" ajaknya.

"Kemana?" tanya Tasya.

"Jakarta." ujar Sam— adik dari ayah Tasya. Gadis itu menunduk ia ingin menangis saat itu juga rasanya. Doanya terjawab, tuhan benar-benar mengirim seseorang yang akan membawa nya pergi dari dunia kelamnya.

"Hey? Kenapa?" tanya Sam.

"Bener om? Tapi Aku gak yakin ibu sama ayah bakal ijinin," ujar Tasya sedikit ragu.

"Soal ijin nanti om yang bicara" ujar Sam membuat hati Tasya sedikit lega.

"Kamu masuk ke kamar kamu om mau bicara langsung sama orang tua kamu" suruh Sam. Tasya mengangguk sebagai jawaban lalu berjalan memasuki kamarnya.

Gadis itu diam terduduk diatas kasurnya. Ia mencoba menerka-nerkan apa yang akan terjadi selanjutnya dengannya. Ia harap semua nya dapat berjalan dengan baik. Tapi dipikir-pikir ia merupakan anak perempuan satu-satunya disini. Ia memiliki seorang adiknya yang berbeda 3 tahun dengannya. Apa mungkin orang tuanya akan menahan nya untuk pergi?

"TASYA!" panggil ibunya dari luar kamar. Ia bergegas membuka pintu kayu kamarnya. Ibunya menyuruhnya untuk menuju ke ruang tamu. Hatinya berdetak kencang tak karuan. Ia takut sangat takut.

Saat sampai di ruang tamu ia disambut oleh kekehan ayahnya. "Jadi kamu seneng om kamu datang karna ini? Kamu mau pergi dari sini?" ujar Ayahnya. Tasya menggeleng pelan dengan posisi kepalanya yang tertunduk.

"Sam.. Sam, anak dengan otak bego kayak gini mau kamu bawa" ujar ibunya datang dari belakang langsung menonyor kepala Tasya.

Sam yang melihat itu semakin yakin untuk membawa Tasya pergi dari sini. Perlakuan yang ia dapat sangat buruk dan itu datang dari orang tuanya sendiri. Sam heran dengan tingkah kakak juga iparnya ini. Sama sekali tidak seperti orang tua Tasya.

"Aku yang mau bawa dia. Lebih baik jika Tasya tinggal sama aku di sana." ujar Sam.

"Yasudah bawa sana" ujar ayah Tasya ringan. Tasya mengangkat wajahnya terkejut mendengar jawaban ayahnya sendiri bahkan ibu nya pun menunjukkan sikap tak peduli dengannya.

"Tasya ayo pergi" ajak Sam.

"Sekarang?" tanya Tasya dengan suara yang serak menahan tangis sedari tadi. Sam mengangguk sebagai jawaban.

"Iya, bereskan beberapa baju mu saja. Kita pergi sekarang saja." ujar Sam.

Tasya berjalan pelan menuju kamarnya. Hingga saat sampai dikamar air matanya tumpah. Tapi ia diam tak terisak. Ia berusaha menahan isakan nya agar tak ada yang mendengar. Mengapa se sakit ini rasanya, tuhan?

Setelah beberapa menit membereskan baju juga beberapa barang-barang yang ingin ia bawa, gadis itupun keluar dari kamarnya. Ia memandang sebentar setiap sudut kamar miliknya. Tempat paling aman yang ia punya di rumah ini. Bukan, bahkan rumah ini tak seperti rumah baginya. Justru kamar ini lah rumah baginya. Sampai jumpa 'rumahku'.

"Sudah? Sini koper kamu" ujar Sam mengambil alih koper besar Tasya.

Tasya berjalan mendekat ke arah kedua orang tuanya yang duduk pada sofa ruang tamu. Ia berjongkok didepan mereka berniat ingin menyalami tangan mereka. Baik ayah maupun ibunya menolak tangan Tasya yang ingin menyalami mereka. Tapi Tasya menahan paksa tangan kedua orang tuanya mencium kedua tangan itu.

"Tasya," panggil Sam. Tasya berdiri lalu berjalan pergi dari rumahnya menaiki mobil milik Sam.

"Adik mu belum pulang?" tanya Sam saat mereka sudah berdua didalam mobil. "Belum pulang. Gak tau kemana. Aku udah nulis notes tadi buat dia untuk pamit." jawabnya sedih tak dapat berpamitan langsung pada adiknya.

Sikap adiknya padanya memang sangat kasar dan tak menghargai nya sebagai kakak namun ia tetap adiknya. Tasya sangat sayang padanya begitupun dengan orang tuanya, sungguh.

"Jangan menangis Tasya" ujar Sam.

"Om Tasya balik aja." ujar Tasya tiba-tiba.

"Kenapa?" tanya Sam lagi.

"Tidak, om gak bakal balikin kamu. Kamu gak pantas dapat perlakuan mereka. Biar om yang urus kamu. Om janji bakal memperlakukan kamu dengan baik. Percaya sama om" ujar Sam meyakinkan Tasya saat gadis itu diam ditempatnya.

"Terima kasih banyak." ujar Tasya penuh makna.

✉✉✉

Sam benar-benar membawa Tasya pergi hari itu juga. Mereka baru saja duduk bersampingan di dalam pesawat kelas bisnis. Saat pesawat baru saja lepas landas Tasya menitikkan air matanya saat itu juga.

"Sampai jumpa kota kelahiran. Jaga orang tua juga adikku ya. Jadilah kota yang berkesan untuk mereka." gumam Tasya melihat ke arah luar jendela pesawat.

"Om jakarta itu gimana?" tanya Tasya membuka pembicaraan. Ia memang dulu beberapa kali pernah ke Jakarta namun ia hanya bermaksud seperti menanyakan perubahan Jakarta sekarang seperti apa.

"Jakarta? Ibu kota Indonesia kan?" jawab Sam sedikit bergurau.

"Serius om"

"Panggil om papa ya?" ujar Sam memegang kedua tangan Tasya erat.

"Papa?" ulang Tasya memastikan pendengarannya tidak salah.

"Kamu anak papa sekarang" ujar Sam.
"Iya pa," ucap Tasya tersenyum senang. Ia langsung teringat dengan ayahnya. Cinta sekaligus sakit hati pertamanya.

✉✉✉

Jam menunjukkan pukul setengah empat sore. Sam maupun Tasya baru saja tiba di bandara Soekarno Hatta. Sam berjalan lebih dulu menaikkan koper juga beberapa barang lainnya seperti oleh-oleh dan barang miliknya dibantu oleh supir pribadinya.

"Hm pa, kita ke makam tante Raya sama Keysa dulu bisa gak? Aku kangen sama mereka. Lagian juga ini perdana aku ketemu lagi sama Keysa." ujar Tasya mengingatkan Sam kepada Istri juga anaknya.

Sam mengangguk lalu mengusap kepala Tasya pelan. Memang sudah lama Tasya tak bertemu lagi dengan tante juga sepupunya itu. Selain karna jarak kota yang lumayan jauh juga karna banyak hal yang benar-benar membuatnya sibuk untuk berpikir kembali ke Jakarta. Terakhir ia ke Jakarta pun 2 tahun lalu saat sepupunya masih hidup. Bahkan saat hari dimana ia kehilangan sepupunya ia tak dapat ikut mengantarnya ke tempat peristirahatan terakhirnya. Walaupun beberapa sebelum kematian sepupunya mereka masih sempat bertelponan saling mengirim kabar, canda maupun tawa.

"Assalamualaikum" salam Sam duduk di samping dua makam yang saling berdampingan disebelah kirinya.

"Key ini gue" ujar Tasya dengan mata yang memerah. Ia menunduk menyesal karna baru bisa mendatangi makam sepupunya sekarang. Sam yang melihat Tasya mulai menitikkan air matanya menarik gadis itu kedalam pelukannya.

"Apa kabar?

"Maaf key gue baru datang. Gue kangen lo key. Kangen banget sama lo. Lo marah gak sama gue karna gak dateng buat nganter lo ke sini." lanjut Tasya mengusap kepala makam.

"Tante juga apa kabar? Tasya juga kangen sama tante. Tante kangen gak sama Tasya?" ujar nya lagi. Gadis itu mengusap air matanya dengan kasar tak ingin terlihat sedih.

Baik Sam maupun Tasya langsung menyirami kedua makam tersebut lalu menaburkan bunga dan membacakan doa. Setelah melakukan itu, mereka memutuskan untuk pergi dari sana.

Dalam perjalanan menuju kediaman Sam, Tasya duduk diam di belakang. Ia memandangi jalanan-jalanan yang dilewati dengan tatapan sesekali takjub. Banyak yang berubah ternyata. Selama itukah ia tak kembali kesini sampai gedung-gedung itu sudah berdiri tinggi?

Gadis itu memangku dagunya lalu tersenyum, "Hai Jakarta." ujarnya.

✉✉✉

yuhuu gimana prolognya?

Semoga kalian suka ya sama cerita ini. Kalau masih ada kesalahan penulisan dimaklumi ya secepatnya bakal aku perbagus lagi.

See u soon guys!!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 28, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hi Jakarta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang