Haiii ^_^
Ini cerita aku yang pertama. Harap maklum ya kalo enggak jelas hehehe...
Oke selamat membaca,***
"Selamat pagi Bun, Yah".
"Pagi sayang. Gimana udah siap sekolah setelah libur panjang?" Kata Bunda sambil menyiapkan hidangan di meja.
"Udah Bun," jawab Ana sambil membantu Bunda menyiapkan makanan.
"Kamu berangkat sama Ayah apa sama Helen". Ayah yang dari tadi diam saja menikmati kopi kini bertanya kepada Ana.
"Sama Helen, Yah".
"Kalau gitu hati hati, belajar yang bener biar bisa jadi dokter".
"Iya, Yah".
Setelah percakapan singkat itu selesai. Mereka sarapan dengan keheningan, hanya dentingan sendok dan garbu yang terdengar.
***
"Akhirnya setelah sebulan lebih gue gak ada kerjaan dirumah, gue bisa masuk sekolah lagi".
"Dih lo mah pasti seneng dapat uang jajannya bukan seneng gara gara masuk sekolah! Gak dikasih uang jajan ya sama nyokap lo gara gara gak sekolah". Kata Helen yang memang tau kalau Vira tidak dapat uang jajan kalau liburan. Katanya sih buat apa uang jajan toh gak kemana mana.
"Lah itu lo tau masih nanya juga," jawabnya dengan sedikit malas.
"Makanya bantu itu nyokap lo ngerjain kerjaan rumah, pasti dikasih uang lo".
"Gue mah ngebantu orang tua gak perlu ada imbalan ya! Gue ikhlas lahir batin".
"Udah sih masalah gitu aja diributin, kayak anak kecil tau". Kata Aqilla dengan nada lembut yang notabennya anak kalem.
Merasa malas mendengar perdebatan unfaedah sahabatnya Ana pun mengajak ketiga sahabatnya masuk ke dalam kelas. "Yaudah masuk yuk, gamalu dilihat sama yang lain".
"Emang siapa yang liat".
"Itu tuh, lo galiat apa? Mereka ngomongin kalian tau!"
Mereka pun mencari siapa yang melihat dan membicarakan mereka, pasalnya koridor kelas lagi sepi. Maklum masih pagi.
"Mana sih?!"
"Udah pergi," padahal mah gak ada siapa siapa cuma alibi Ana biar teman temannya pada diem.
"Ye dasar anak ayam!!" Seru mereka serempak.
Jadi gini mereka tuh sahabatan dari masuk SMA, emang sih masih baru tapi udah kayak saudara sendiri. Kurang lebih ada setahun lah.
***
"Anjir, telat gue. Ini semua emang gara gara Agam sialan". Ujarnya ketika melihat gerbang sudah ditutup.
"Apa?! Lo nyalain gue kutu?!"
"Iyalah semua gara gara lo!"
"Lo yang susah dibangunin! Lagian Tante Resti sama Om Adnan ngapain nitipin lo ke gue sih? Kan jadinya gue harus bangunin lo dulu! Kayak anak kecil aja udah dititipin minta dibangunin lagi".
"Dih lagian gue gak minta bangunin lo ya!"
"Lo emang gak minta tapi nyokap lo tadi telfon nyuruh gue bangunin lo!" "Kalo Helen tau gue telat, bisa habis gue".
"Helen mulu yang lo pikirin".
"Iri bil-" ucap Agam terpotong karena mendengar suara dari belakang mereka.
"Telat lagi ya kalian!" Ucap seseorang dengan suara yang agak keras dan terkesan tegas.
Mereka berdua saling tatap lalu mengatakan "A-ampun pak". Jawab mereka serempak.
"Sekarang kalian lari keliling lapangan 20 kali".
Merasa ada yang aneh dan tak asing dengan suara itu mereka berdua berbalik badan dan menatap siapa yang sedang berbicara.
"Sialan lo".
"Bangke," ujar mereka serempak dengan wajah yang masam.
Karena sudah tidak dapat menahan tawanya, Abin tertawa terbahak bahak melihat wajah masam dari kedua temannya.
"Huhahahah.. ngakak anjing. Lo berdua takut ya sama gue ya?! Hahahah". Ucapnya sambil menyeka air matanya yang sedikit keluar.
"Lo telat juga". Tanya Melvin agak sedikit kesal.
"Menurut lo!"
"Gue nanya baik baik ya! Ngapa lo ngegas".
Abin yang dasarnya gak mau kalah malah tambah ngegas "Lo juga ngegas barusan!!!"
"Cabut yuk?!"
Seketika Melvin dan Abin berhenti berdebat dan tercengang dengan dua kata yang diucapkan oleh Agam. Sebuah kata kata mutiara yang tak pernah di ucapkan oleh seorang Agam Dhanurendra.
"Lo kesambet Gam?"
"Enggak," jawabnya santai tanpa beban. "Trus tumben lo ngajak bolos?" Tanya Abin yang super duper kepo. "Pengen ngerasain gimana rasanya bolos."
"Yakin? Gak takut Helen lo?! Tadi telat aja marah marahin gue sekarang ngajak cabut".
"Kalo dia gak tau ngapain gue takut".
"Dasar plin plan," cibir Malvin
"Mau kemana emang?"
Melvin berjalan terlebih dahulu menuju motornya sambil mengatakan "Tempat biasa".
"Siapp!!"
***
"Ana".
Merasa terpanggil Ana pun menghentikan aktivitas menulisnya "Eh, iya Pak".
"Bisa tolong ambilkan buku saya yang warnanya hijau? Lupa enggak saya bawa tadi, kayaknya ada di meja saya".
"Bisa Pak, kalau gitu saya permisi ambil bukunya".
"Ya, silahkan".
Karena merasa tangannya udah mau lepas gara gara merangkum buku super duper tebal Vira pun mengangkat tangannya "Saya ikut ya Pak?"
"Ngapain?!"
"Nganter Ana Pak. Takutnya tersesat dan tak tau arah jalan pulang."
"Temenmu udah gede! Kalau emang gak bisa pulang tinggal pesen ojol kan bisa".
Keadaan kelas langsung hening gara gara lawakan Pak Hamdan yang garing.
Ya gini nih Pak Hamdan, niatnya mau ngelawak eh malah garing. Lagian tinggal bilang iya apa susahnya sih? Gatau apa tangan udah mau lepas.
"Udah sih lanjutin aja nulis lo. Mau diamuk macan botak lo?" Kalian pasti tau siapa yang ngomong barusan. Ya, siapa lagi kalau bukan Helen. Emang dasar itu cewek.
"Siapa yang kamu bilang macan botak?!"
"Itu Pak bonekanya si Vira udah jelek botak lagi," seketika kelas yang tadi hening mendadak penuh tawa karena ucapan Helen.
"Sialan lo".
"Sudah diam! Lanjutin tugasnya kalau gak mau saya tambahin".
***
"Bukunya yang mana sih? Pusing gue lama lama nyari kalo enggak ketemu ketemu". Merasa kesal karena tidak menemukan buku yang dimaksud Pak Hamdan tadi.
"Lagi nyari apa?"
"Eh kak-"
***
Gimana? Gimana? Aku butuh banget kritik dan saran dari kalian nih! Jangan lupa vote and komen ya!!!
Se you^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Ileana
Teen FictionIleana, gadis pintar yang berasal dari keluarga sederhana. Memiliki mimpi yang begitu besar, tetapi orang tuanya tidak mendukung mimpinya tersebut. Hingga suatu hari dia bertemu dengan seseorang yang membuat hidupnya berubah. *** "Gue yakin lo pasti...