Triv membeku. Wajahnya pusat pasi seakan tidak ada lagi darah yang mengalir. Kenapa Alex sangat cepat menyadari kepergiannya.
"A-apa maksudmu.." cicit Triv. Alex tersenyum manis. Mendekatkan bibirnya di telinga Triv.
"Ah sayang. Jangan bermain-main denganku."
Triv menegang saat tangan kiri Alex merayap ke perut bagian bawahnya. Triv tahu apa artinya.
"Ku mohon Alex, biarkan aku..hiks biarkan aku hwaaa!!!!" Triv melemas dan menangis sejadi-jadinya di tanah layaknya anak kecil yang telah berbuat kesalahan besar.
"Biarkan aku pergi!! Aku hanya ingin anakku!! Biarkan aku pergi!"
Alex tak bergeming menatapnya. Hanya wajah datar nan bengis yang terpatri. Tidak ada secuil pun raut kasihan. Triv benar-benar telah menyerah. Ia sangat takut ada Alex, tapi di sisi lain ia sangat ingin hidup normal bersama anaknya. Akan tetapi, Alex merenggut dan menghancurkan semuanya seperti debu. Triv ingin mengulang masa lalu. Di mana ia tidak mengajak Alex mendekatinya. Namun semua sudah terjadi.
Di rasa pergerakan Triv sudah tenang, Alex meraih tangan Triv dengan kasar. Membawanya kembali ke dalam rumah.
"Bunuh saja aku." Bisik Triv.
"Bunuh aku Alex!! Sekarang juga! Kau tidak punya hati nurani sedikitpun. Lepas!! Lepaskan aku!!" Triv meronta, menggigit, dan mencakar tangan Alex. Tapi itu sudah jelas sangat sia-sia. Dia bukan manusia lagi. Alex seperti mayat yang hanya punya obsesi di dalam dirinya.
______________
Mata Triv sembab dan bengkak. Sudah 2 hari ia dikurung dalam ruangan pengap tanpa makanan. Ia hanya diberikan susu oleh pelayan rumah itu. Namun gelas-gelas susu itu masih terisi penuh tanpa tersentuh.
Satu gelas yang tidak berkurang, artinya satu nyawa bagi pelayan yang mengantarnya. Triv tidak perduli lagi dengan kemanusiaan. Yang ia pikirkan hanyalah bagaimana cara ia membawa kedua anaknya menjauh.
"Geo, aku yakin dia pasti bisa membantuku. Ya.. pasti. Tidak! Geo bisa saja terbunuh. Aku tidak ingin itu terjadi. Siapa? Siapa yang harus ku hubungi? Aku tidak ingin melibatkan keluargaku hiks..aku.. aku ingin mati saja."
Dor..dor..
"AKH.. AMPUNI KAMI TUAN! KAMI_"
Dor
Triv masih asik dalam pikirannya. Darah mengalir melewati bawah pintu. Pemuda itu mengigit kuku kukunya dalam diam.
"Apa aku harus melapor pada polisi? Hahahaha itu mustahil. Aku yakin mereka akan dibungkam hanya dengan sekali jentikan. Siapa yang bisa? Ah aku!! Aku harus menyelamatkan diriku sendiri. Ya. Hahahahahah" Triv tertawa gila di dalam ruangan sempit itu. Kewarasannya sedikit terganggu.
Di luar ruangan, Alex menghisap cerutu miliknya dengan santai.
Di tangannya terdapat sebuah softgun langka khusus keluarganya.
"Berikan istriku susu lagi. Jangan beri ia makan hingga dia sendiri yang memohon padaku." Kata Alex datar. Semua bodyguard dan pelayannya menunduk takut. Apalagi saat melihat beberapa pelayan terbaring indah di lantai dengan lautan darah.
________
Geo mencoba menghubungi Triv berkali kali. Ia sudah sangat merindukan sahabat konyolnya itu.
"Aku sangat mengkhawatirkannya. Ini sudah terlalu lama. Aku takut terjadi apa-apa pada Triv." Gumam Geo. Ferdi mendengus kesal. Ia membanting handphone miliknya. Dengan kasar Ferdi meraup wajah Geo.
"Bisakah kamu melupakannya? Dia sudah menjadi milik seseorang. Kau hanya boleh memikirkanku."
Geo menatap mata Ferdi secara intens. Ia menyingkirkan tangan Ferdi dan beranjak tanpa kata. Ferdi yang kesal menarik rambut Geo.