Why don’t we hold hands?
Let’s put the past behind
Please tell me that you love me
-
Mungkin membelai rambut kecokelatan pria itu atau hanya sekedar mencermati parasnya adalah hal yang paling Jiyeon sukai akhir-akhir ini.
Memang, bermain bola basket adalah hal yang paling menyenangkan baginya. Bahkan setiap malam, sebelum menjamah tempat tidur atau setelah merampungkan tugas kuliahnya, dengan senang hati ia akan bermain basket dahulu beberapa jam di halaman belakang rumah atau lapangan basket dekat rumahnya. Ia bisa saja menghabiskan waktu akhir pekannya hanya untuk bermain basket, ditemani sang adik, Yoongi, Taehyung ataupun bermain seorang diri.
Namun kegemarannya itu sedikit teralihkan setelah bertemu dengan pria yang saat ini tengah terlelap di pangkuannya. Kini dirinya lebih senang menggunakan waktu malamnya hanya untuk bersama pria ini di sebuah bangku taman. Meminjamkan pangkuan untuk dirinya beristirahat, membicarakan perihal puisi atau buku yang baru saja keduanya baca, berdebat masalah tikus berdasi, trik kadal berbulu, hingga membahas beberapa hal yang benar-benar tidak masuk di akal. Meskipun tidak jarang kepala Jiyeon dibuat pusing olehnya, ia senang mendengarkan penuturannya. Mungkin vespa merah miliknya juga merasa iri karena ia lebih senang menaiki rubicon milik si pria.
Elusan jemari Jiyeon di rambut pria berlesung pipi itu terhenti saat netranya perlahan terbuka, tersadar dari keterlelapannya.
"Sleep tight, hmm?" Jiyeon mengulas senyum di bibir, sembari menjawil ujung hidungnya.
Menguap, si pria menjauhkan kepalanya dari pangkuan Jiyeon. Lalu menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal kala sadar ia sudah tertidur cukup lama di pangkuan gadis itu.
"Ah, maafkan aku, Ji. Aku kurang tidur malam tadi." Si pria terkekeh saat melontarkan alasan klisenya, ia masih menguap beberapa kali.
"Coba aku hitung berapa kali kamu tertidur seperti ini." Jiyeon membilang jemarinya, berpura-pura menghitung berapa kali pria berlesung pipi itu terlelap seperti ini. "Tidak terhitung, Kim Namjoon."
"Should I pay for this, hmm?"
"Of course, you should." Jiyeon segera mengangguk, mengiakan apa yang dikatakan Namjoon. "Kamu harus menghitung bintang-bintang di atas sana untukku." Kata gadis berambut sebahu itu, sambil menunjuk bebintang di langit selatan.
“You know I can't, dear." Mengerutkan dahinya, Namjoon mananggapi permintaan konyol gadis itu. Lesung pipinya seketika menghilang dari wajahnya. "Another command, please."
Perubahan ekspresi Namjoon membuat Jiyeon tertawa lepas. “Haha, aku bercanda.” Gadis itu beringsut merapatkan jaraknya dengan Namjoon. Lantas menyandarkan kepalanya pada bahu pria itu yang disambut dengan lengan Namjoon yang melingkar di bahunya.
Pancaran suhu hangat tubuh Namjoon membuat Jiyeon memejamkan matanya. Bukan untuk tertidur, gadis itu hanya menikmati kehangatan yang disalurkan lengan pria itu. Nyaman dan hangat. Lebih nyaman daripada bantal di kamarnya.
Entah mengapa gadis tomboi itu lebih terlihat seperti kacang yang lupa kulitnya saat berada di sekitar Namjoon. Atau memang karena Jiyeon sedang kehilangan akal sehatnya? Yang jelas baru Namjoon saja yang bisa membuat Jiyeon lebih terlihat seperti gadis. Menghilangkan perangai tomboinya dan menunjukan sisi lain dirinya sebagai seorang perempuan di depan pria jangkung ini. Well, kedua sahabatnya –Yoongi dan Taehyung— pun tak pernah mengetahui jika Jiyeon memiliki hal seperti ini dalam dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TWICE UPON A TIME
FanfictionPenggalan-penggalan cerita yang tak terduga di kehidupan Jeon Jiyeon dan Kim Namjoon. Takdir? Kebetulan? Entahlah, keduanya pun tak mampu menerka.