MEREKA YANG HARI INI DIPETEMUKAN LAGI

3 1 0
                                    

Laki-laki di kereta, gumam Embun saat matanya menemui mata sayup itu. Penampilan laki-laki itu sekarang sudah acak-acakan karena beberapa menit yang lalu membantunya mengejar copet yang mengambil tasnya. Embun menggelengkan kepalanya, "nggak di bawa, hehe," lanjutnya.

Laki-laki bermasker hitam di hadapannya ini mengangguk, "saya temani kamu sampai ke bawah." Katanya. Embun tak ingin menolak, apalagi sejak kejadian tadi. Laki-laki itu jalan duluan di depannya, di belakangnya Embun membuntuti dengan sedikit terpincang karena kaki kanannya sempat luka gara-gara copet tadi yang mendorong dirinya saat menarik paksa tas miliknya.

Sesampainya di bawah tangga JPO, Embun berterima kasih pada laki-laki ini, "makasih udah bantuin gue."

Lagi-lagi laki-laki disampingnya ini hanya mengangguk, "mau pulang naik apa?" Embun segera merogoh ponselnya, "naik ojek online—" Baru saja Ia mengaktifkan ponselnya, tapi sayangnya yang ia dapatkan malah layar hitam dengan logo apel disana.

"Gue boleh pinjem HP lo nggak? HP gue baterainya habis."

"Maaf, saya hari ini juga nggak bawa HP saya ke sekolah," jawab laki-laki itu sambil menatapnya. Embun menghela napas berat, laki-laki ini berujar, "Di daerah sini sampai ke depannya udah nggak ada pangkalan ojek sama becak."

"Gue jalan aja deh, by the way makasih banyak?" Embun menggantungkan kata-katanya sambil mengangkat alisnya kepada laki-laki di hadapannya ini, laki-laki ini paham maksud Embun.

"Naresh," jawabnya.

"Makasih banyak, Naresh."

"Sama-sama," jawab laki-laki yang Namanya baru saja Ia ketahui ini. Embun memutuskan berjalan ke depan melewati Naresh, tapi tangan laki-laki itu menahan pergelangan tangannya. Embun sontak berbalik menghadap Naresh, "ada apa?"

"Rumahmu di jalan apa?" tanya Naresh setelah ia menarik tangannya Kembali dari pergelangan tangan Embun.

"Jalan Semangat, deket dari sini, paling Cuma sepuluh menitan," jawab Embun dengan entengnya, padahal hatinya berat sekali.

"Rumah saya di jalan Haji Kaiman," ujar Naresh tiba-tiba yang membuat alis Embun tertaut seperti terus?

Naresh berjalan duluan, "rumah saya Cuma lima menit kurang dari sini, kamu ke rumah saya dulu, sekalian bersihin luka di kaki kamu."

Embun ingin menolak, karena apa? Karena takut. Takut manusia yang baru saja ia kenal ini akan berniatan buruk, tanpa menengok ke belakang Naresh yang sepertinya mampu membaca diamnya Embun berkata, "di rumah saya ada Ibu dan adik perempuan saya, jangan takut. Saya Cuma menawarkan bantuan." Lalu jalan semakin menjauhi Embun.

Embun akhirnya mengejar langkah Naresh walau kakinya sebenarnya terasa nyeri, Naresh yang mendengar ringisan Embun akhirnya melambatkan langkahnya, "pelan-pelan saja, nanti tambah sakit."

Embun menjulurkan tangannya, "Naresh, kenalin nama gue Embun." Naresh menatap mata Embun sambil menerima jabatan tangan perempuan di sampingnya itu tanpa suara. Setelahnya mereka jalan dalam diam, hingga sampai pada satu rumah bercat oranye yang di depannya terdapat taman kecil dengan satu pohon kamboja disana. Naresh masuk ke rumah itu, Embun mengekorinya tanpa banyak bicara.

"Assalamualaikum," ucap Naresh seiring kakinya masuk ke dalam rumahnya.

"Waalaikumsalam," jawab seorang perempuan berdaster Panjang dengan kacamata bertengger disana. Naresh segera menyalami tangan ibunya, begitu juga Embun. Ibu Naresh melihat Embun, lalu tersenyum ramah, "Tumben, Mas, kamu bawa perempuan ke rumah."

"Tadi, Dia habis dicopet, kakinya luka." jawab Naresh singkat, "Kamu duduk sini dulu ya, biar saya ambil kotak obat dulu." Embun mengangguk, lalu Ia duduk di sofa ruang tamu Naresh, Ibu Tina—ibunya Naresh—tersenyum, sembari meluruskan kedua kaki Embun ke atas pangkuannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 23, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kereta di Tengah SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang