SMA Tunas Bangsa di penuhi teriakan-teriakan histeris. Seperti teriakan ibu yang memanas, menahan sakitnya melahirkan. Seorang gadis berambut pendek sebahu meloncat-loncat dengan riang. Meluncurkan kata-kata semangat untuk lelaki yang kini tengah berada di lapangan. Peluh yang bercucuran membuat wanita itu tak kuat untuk segera menghampiri lelakinya. Mengusapnya lalu memberikan sebotol minuman. Sebuah imajinasi yang hendak ia buat nyata.
"Maya udaaah," Dwi, gadis berponi itu menarik tangan temannya dengan kasar. Maya hanya menatapnya dengan tatapan aneh. "kenapa? Gian lagi maen futsal wi, dia harus di semangatin," balasnya yang mengundang decak kesal dari sahabatnya.
"Semua orang liatin elu konyol," jawab Dwi di ikuti bola mata yang menggelinding seolah menunjukkan fakta bahwa apa yang di katakan olehnya adalah kebenaran.
"Ya terus kenapa?" satu jitak kan berhasil mendarat di jidat Maya. Alhasil membuatnya meringis kesakitan, "Sakit tolol," ucapnya lalu beralih menatap sekelompok pemain futsal yang mulai menghampiri tepi lapangan. Tanpa izin, ia langsung meninggalkan temannya dan menghampiri Gian yang tengah berselonjor.
Satu usapan mendarat, menghilangkan peluh yang mengucur deras di pelipis Gian. Lelaki itu tersenyum. "Terima kasih Sis," ucapnya yang sontak membuat langkah Maya terhenti. Sebotol minuman dan satu handuk berhasil di sembunyikan tepat di bokongnya.
Ia hanya bisa melangkah gontai sambil menyaksikan pemandangan indah yang ingin sekali ia ganti tokoh ceweknya. Niat yang mantap kini malah menjadi keraguan.
"Yan," ucapnya dengan mata terpejam. Gian yang menyadari keberadaannya mendongak dan menampilkan seulas senyum andalannya. Hati gadis itu berdebar hebat. Rasanya ia ingin segera pergi menjauh dari pujaan hati, membebaskan kupu-kupu yang beterbangan di dalam perutnya.
"Gakuat," ucapnya pelan. Gian mengangkat alisnya sebelah, tidak mengerti dengan tingkah gadis itu. "Apaan?" Maya membulatkan matanya sempurna, tidak percaya jika ucapan pelannya terdengar oleh Gian. Karena menyadari itu, Maya langsung salah tingkah, menahan malu.
"Ini buat kamu." tangannya menyerahkan botol minum dan sehelai handuk pada lelaki itu. Thanks ya, ucap Gian lalu mengambil kedua benda itu.
"ee.."
"kenapa lagi?"
"I...jin balik ke sana," ucapnya gelap an. Gian mengangguk lalu di raih kembali oleh Siska. Sebentar lagi lomba basket wanita akan dimulai, Gian dan teman-temannya mulai membenarkan duduknya.
"Wiii kesukaan gua nih," sahut Dio yang mendapatkan jitak kan pelan dari Denis. "Si kembar mulai liar cuy," lanjutnya lagi. Dio, lelaki paling berotak sampah. Ponselnya di penuhi dengan gambar-gambar tak senonoh. Karena hal itulah yang membuat dirinya di pandang seram oleh para gadis. Tatapan Dio liar, hobinya membuat resah orang.
"Gila, tim pink yang no punggung nya 8 cantik banget ya," ujar Denis dipenuhi kekaguman. Teman-temannya mengangguk membenarkan. Wajahnya yang tirus, di sandingkan dengan bibir tipis yang merona alami.
"Punya gue," ucap Rehan sambil menunjuk lurus ke arah gadis itu. Dio menyenggol lengan Rehan pelan, "mana mau dia sama lo."
"Hilih mantepan Siska, ya ga al?" tanya Dio di ikuti kekehannya. Gian hanya tersenyum tak membalas panjang ucapan teman karibnya itu.
Permainan di mulai sejak lima menit yang lalu. Para suporter mulai heboh dengan permainan yang dibuat semakin sengit itu.
"yoo semangat...." teriak Dwi yang di ikuti dengan tabuhan alat-alat Drum band. Kelasnya sudah empat kali memenangkan juara sebagai suporter terbaik. Karena seluruh anggota kelasnya adalah anak-anak organisasi dan banyak dari mereka termasuk anak-anak Drum band.
Seketika teriakan gol memenuhi semua sudut sekolah. Dan anak-anak Ips mulai bersemangat menabuh.
"Kalo bukan anak ips yang maen gabakal seru kek gini ya haha," ucap Gian sambil memelototi para pemain basket.
"Yang keren tuh yang pake baju merah no 6 goblok," balas Denis yang dari tadi tak henti-hentinya mempermasalahkan keahlian para gadis itu dengan Rehan.
"Eh bukannya itu yang tadi nyamperin lu yan?" Gian menatap gadis yang dimaksud Denis. Seulas senyum tercipta, "bener keknya."
Ke empat lelaki itu asyik menyudutkan Gian yang di taksir oleh ketua tim basket putri yang tak lain adalah Maya.
"Anjir dadanya liar yan," Gian tertawa lalu menempeleng kepala Dio dengan kasar. sakit anjing, ucapnya juga dengan tawa.
Lelaki itu memang selalu paling bisa mencairkan suasana. Dalam room chat nya saja pun tak sungkan-sungkan ia selipkan video bokep dan selalu diterima oleh ketiga temannya. Itu adalah kebutuhan katanya.
"Kalo lu gamau, buat gua aja deh."
"Jangan tolol, gua juga mau. Gua aja ya yan," pinta Dio dengan wajah memelas. Gian hanya tertawa mendengar ocehan Dio dan Denis yang merebutkan Maya.
Di tengah lapangan , gadis itu merentangkan tangannya dengan senyum lebar. Mengajak temannya untuk berpelukan, merayakan kemenangan. Lagu kebangsaan IPS 4 mulai menggema di lapangan dengan di ikuti alunan nada yang di ciptakan para anggota Drum band.
"Anjir keren banget ips 4 sumpah dah. Mau minggat gua dari kelas ipa." ucap salah seorang yang berada di lapangan.
Pertandingan pun selesai dengan hasil akhir di menangkan oleh Ips 4. menerima kemenangan tersebut membuat mereka semakin menghebohkan suasana. Dan semua orang yang berada di lapangan seolah menerima keributan itu.
Seorang gadis yang berlari menghampiri keempat lelaki yang duduk di kursi panjang.
"Gian," ucapnya. Gadis itu menggusar rambutnya yang nakal.
"i love Gian," Denis membulatkan matanya tak menyangka. Seorang gadis menembak lelaki di hadapan banyak orang? Ia tak habis pikir. Di mana akal sehatnya.
"Goblok," ucap Gian lalu berdiri beranjak pergi meninggalkan gadis itu yang masih setia mematung menatap kepergiannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Cinta Gian
Teen Fiction"Biarkan aku mencintaimu meskipun kamu mencintainya," ucap Maya yang sesekali mengusap air matanya. Lelaki itu sudah melangkah pergi, meninggalkan dirinya yang terduduk sendirian.